Rabu, 21 Juli 2010

Mbak Ira, Suster Cantikku

Mbak Ira, Suster Cantikku


Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu, dimana saat itu saya sedang dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari. Saya masih duduk di kelas 2 SMA pada saat itu. Dan dalam urusan asmara, khususnya "bercinta" saya sama sekali belum memiliki pengalaman berarti. Saya tidak tahu bagaimana memulai cerita ini, karena semuanya terjadi begitu saja. Tanpa kusadari, ini adalah awal dari semua pengalaman asmaraku sampai dengan saat ini.

Sebut saja nama wanita itu Ira, karena jujur saja saya tidak tahu siapa namanya. Ira adalah seorang suster rumah sakit dimana saya dirawat. Karena terjangkit gejala pengakit hepatitis, saya harus dirawat di Rumah sakit selama beberapa hari. Selama itu juga Ira setiap saat selalu melayani dan merawatku dengan baik. Orang tuaku terlalu sibuk dengan usaha pertokoan keluarga kami, sehingga selama dirumah sakit, saya lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri, atau kalau pas kebetulan teman-temanku datang membesukku saja.

Yang kuingat, hari itu saya sudah mulai merasa agak baikkan. Saya mulai dapat duduk dari tempat tidur dan berdiri dari tempat tidur sendiri. Padahal sebelumnya, jangankan untuk berdiri, untuk membalikkan tubuh pada saat tidurpun rasanya sangat berat dan lemah sekali. Siang itu udara terasa agak panas, dan pengap. Sekalipun ruang kamarku ber AC, dan cukup luas untuk diriku seorang diri. Namun, saya benar-benar merasa pengap dan sekujur tubuhku rasanya lengket. Yah, saya memang sudah beberapa hari tidak mandi. Maklum, dokter belum mengijinkan aku untuk mandi sampai demamku benar-benar turun.

Akhirnya saya menekan bel yang berada disamping tempat tidurku untuk memanggil suster. Tidak lama kemudian, suster Ira yang kuanggap paling cantik dan paling baik dimataku itu masuk ke kamarku.
"Ada apa Dik?" tanyanya ramah sambil tersenyum, manis sekali.
Tubuhnya yang sintal dan agak membungkuk sambil memeriksa suhu tubuhku membuat saya dapat melihat bentuk payudaranya yang terlihat montok dan menggiurkan.
"Eh, ini Mbak. Saya merasa tubuhku lengket semua, mungkin karena cuaca hari ini panas banget dan sudah lama saya tidak mandi. Jadi saya mau tanya, apakah saya sudah boleh mandi hari ini mbak?", tanyaku sambil menjelaskan panjang lebar.
Saya memang senang berbincang dengan suster cantik yang satu ini. Dia masih muda, paling tidak cuma lebih tua 4-5 tahun dari usiaku saat itu. Wajahnya yang khas itupun terlihat sangat cantik, seperti orang India kalau dilihat sekilas.
"Oh, begitu. Tapi saya tidak berani kasih jawabannya sekarang Dik. Mbak musti tanya dulu sama Pak dokter apa adik sudah boleh dimandiin apa belum", jelasnya ramah.

Mendengar kalimatnya untuk "memandikan", saya merasa darahku seolah berdesir keatas otak semua. Pikiran kotorku membayangkan seandainya benar Mbak Ira mau memandikan dan menggosok-gosok sekujur tubuhku. Tanpa sadar saya terbengong sejenak, dan batang kontolku berdiri dibalik celana pasien rumah sakit yang tipis itu.
"Ihh, kamu nakal deh mikirnya. Kok pake ngaceng segala sih, pasti mikir yang ngga-ngga ya. hi hi hi".
Mbak Ira ternyata melihat reaksi yang terjadi pada penisku yang memang harus kuakui sempat mengeras sekali tadi. Saya cuma tersenyum menahan malu dan menutup bagian bawah tubuhku dengan selimut.
"Ngga kok Mbak, cuma spontanitas aja. Ngga mikir macem-macem kok", elakku sambil melihat senyumannya yang semakin manis itu.
"Hmm, kalau memang kamu mau merasa gerah karena badan terasa lengket Mbak bisa mandiin kamu, kan itu sudah kewajiban Mbak kerja disini. Tapi Mbak bener-bener ngga berani kalau Pak dokter belum mengijinkannya", lanjut Mbak Ira lagi seolah memancing gairahku.
"Ngga apa-apa kok mbak, saya tahu Mbak ngga boleh sembarangan ambil keputusa" jawabku serius, saya tidak mau terlihat "nakal" dihadapan suster cantik ini. Lagi pula saya belum pengalaman dalam soal memikat wanita.

Suster Ira masih tersenyum seolah menyimpan hasrat tertentu, kemudian dia mengambil bedak Purol yang ada diatas meja disamping tempat tidurku.
"Dik, Mbak bedakin aja yah biar ngga gerah dan terasa lengket", lanjutnya sambil membuka tutup bedak itu dan melumuri telapak tangannya dengan bedak.
Saya tidak bisa menjawab, jantungku rasanya berdebar kencang. Tahu-tahu, dia sudah membuka kancing pakaianku dan menyingkap bajuku. Saya tidak menolak, karena dibedakin juga bisa membantu menghilangkan rasa gerah pikirku saat itu. Mbak Ira kemudian menyuruhku membalikkan badan, sehingga sekarang saya dalam keadaan tengkurap diatas tempat tidur.

Tangannya mulai terasa melumuri punggungku dengan bedak, terasa sejuk dan halus sekali. Pikiranku tidak bisa terkontrol, sejak dirumah sakit, memang sudah lama saya tidak membayangkan hal-hal tentang seks, ataupun melakukan onani sebagaimana biasanya saya lakukan dirumah dalam keadaan sehat. Kontolku benar-benar berdiri dan mengeras tertimpa oleh tubuhku sendiri yang dalam keadaan tenglungkup. Rasanya ingin kugesek-gesekkan kontolku di permukaan ranjang, namun tidak mungkin kulakukan karena ada Mbak Ira saat ini. fantasiku melayang jauh, apalagi sesekali tangannya yang mungil itu meremas pundakku seperti sedang memijat. Terasa ada cairan bening mengalir dari ujung kontolku karena terangsang.

Beberapa saat kemudian Mbak Ira menyuruhku membalikkan badan. Saya merasa canggung bukan main, karena takut dia kembali melihat kontolku yang ereksi.
"Iya Mbak..", jawabku sambil berusaha menenangkan diri, sayapun membalikkan tubuhku.
Kini kupandangi wajahnya yang berada begitu dekat denganku, rasanya dapat kurasakan hembusan nafasnya dibalik hidung mancungnya itu. Kucoba menekan perasaan dan pikiran kotorku dengan memejamkan mata.
Sekarang tangannya mulai membedaki dadaku, jantungku kutahan sekuat mungkin agar tidak berdegup terlalu kencang. Saya benar-benar terangsang sekali, apalagi saat beberapa kali telapak tangannya menyentuh putingku.
"Ahh, geli dan enak banget", pikirku.
"Wah, kok jadi keras ya? he he he", saya kaget mendengar ucapannya ini.
"Ini loh, putingnya jadi keras.. kamu terangsang ya?"

Mendengar ucapannya yang begitu vulgar, saya benar-benar terangsang. Kontolku langsung berdiri kembali bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tapi saya tidak berani berbuat apa-apa, cuma berharap dia tidak melihat kearah kontolku. Saya cuma tersenyum dan tidak bicara apa-apa. Ternyata Mbak Ira semakin berani, dia sekarang bukan lagi membedaki tubuhku, melainkan memainkan putingku dengan jari telunjuknya. Diputar-putar dan sesekali dicubitnya putingku.
"Ahh, geli Mbak. Jangan digituin", kataku menahan malu.
"Kenapa? Ternyata cowok bisa terangsang juga yah kalau putingnya dimainkan gini", lanjutnya sambil melepas jari-jari nakalnya.
Saya benar-benar kehabisan kata-kata, dilema kurasakan. Disatu sisi saya ingin terus di"kerjain" oleh Mbak Ira, satu sisi saya merasa malu dan takut ketahuan orang lain yang mungkin saja tiba-tiba masuk.

"Dik Iwan sudah punya pacar?", tanya Mbak Ira kepadaku.
"Belum Mbak", jawabku berdebar, karena membayangkan ke arah mana dia akan berbicara.
"Dik Iwan, pernah main sama cewek ngga?", tanyanya lagi.
"Belum mbak" jawabku lagi.
"hi.. hi.. hi.. masa ngga pernah main sama cewek sih", lanjutnya centil.
Aduh pikirku, betapa bodohnya saya bisa sampai terjebak olehnya. Memangnya "main" apaan yang saya pikirkan barusan. Pasti dia berpikir saya benar-benar "nakal" pikirku saat itu.
"Pantes deh, de Iwan dari tadi Mbak perhatiin ngaceng terus, Dik Iwan mau main-main sama Mbak ya?
Wow, nafsuku langsung bergolak. Saya cuma terbengong-bengong. Belum sempat saya menjawab, Mbak Ira sudah memulai aksinya. Dicumbuinya dadaku, diendus dan ditiup-tiupnya putingku. Terasa sejuk dan geli sekali, kemudian dijilatnya putingku, dan dihisap sambil memainkan putingku didalam mulutnya dengan lidah dan gigi-gigi kecilnya.
"Ahh, geli Mbak"m rintihku keenakan.

Kemudian dia menciumi leherku, telingaku, dan akhirnya mulutku. Awalnya saya cuma diam saja tidak bisa apa-apa, setelah beberapa saat saya mulai berani membalas ciumannya. Saat lidahnya memaksa masuk dan menggelitik langit-langit mulutku, terasa sangat geli dan enak, kubalas dengan memelintir lidahnya dengan lidahku. Kuhisap lidahnya dalam-dalam dan mengulum lidahnya yang basah itu. Sesekali saya mendorong lidahku kedalam mulutnya dan terhisap oleh mulutnya yang merah tipis itu. Tanganku mulai berani, mulai kuraba pinggulnya yang montok itu. Namun, saat saya mencoba menyingkap rok seragam susternya itu, dia melepaskan diri.
"Jangan di sini Dik, ntar kalau ada yang tiba-tiba masuk bisa gawat", katanya.
Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung menuntunku turun dari tempat tidur dan berjalan masuk ke kamar mandi yang terletak disudut kamar.

Di dalam kamar mandi, dikuncinya pintu kamar mandi. Kemudian dia menghidupkan kran bak mandi sehingga suara deru air agak merisik dalam ruang kecil itu. Tangannya dengan tangkas menanggalkan semua pakaian dan celanaku sampai saya telangjang bulat. Kemudian dia sendiripun melepas topi susternya, digantungnya di balik pintu, dan melepas beberapa kancing seragamnya sehingga saya sekarang dapat melihat bentuk sempurna payudaranya yang kuning langsat dibalik Bra-nya yang berwarna hitam. Kami pun melanjutkan cumbuan kami, kali ini lebih panas dan bernafsu. Saya belum pernah berciuman dengan wanita, namun Mbak Ira benar-benar pintar membimbingku. Sebentar saja sudah banyak jurus yang kepelajari darinya dalam berciuman. Kulumat bibirnya dengan bernafsu. Kontolku yang berdiri tegak kudekatkan kepahanya dan kugesek-gesekkan. Ahh enak sekali. Tanganku pun makin nekat meremas dan membuka Bra-nya. Kini dia sudah bertelanjang dada dihadapanku, kuciumi puting susunya, kuhisap dan memainkannya dengan lidah dan sesekali menggigitnya.
"Yes, enak.. ouh geli Wan, ah.. kamu pinter banget sih", desahnya seolah geram sambil meremas rambutku dan membenamkannya ke dadanya.

Kini tangannya mulai meraih kontolku, digenggamnya. Tersentak saya dibuatnya. Genggamannya begitu erat, namun terasa hangat dan nikmat. Saya pun melepas kulumanku di putingnya, kini kududuk diatas closet sambil membiarkan Mbak Ira memainkan kontolku dengan tangannya. Dia jongkok mengahadap selangkanganku, dikocoknya kontolku pelan-pelan dengan kedua tangannya.
"Ahh, enak banget Mbak.. asik.. ahh.. ahh..", desahku menahan agar tidak menyemburkan maniku cepat-cepat.
Kuremas payudaranya saat dia terus mengocok kontolku, sekarang kulihat dia mulai menyelipkan tangan kirinya diselangkannya sendiri, digosok-gosoknya tangannya ke arah memeknya sendiri. Melihat aksinya itu saya benar-benar terangsang sekali. Kujulurkan kakiku dan ikut memainkan memeknya dengan jempol kakiku. Ternyata dia tidak mengelak, dia malah melepas celana dalamnya dan berjongkok tepat diatas posisi kakiku.

Kami saling melayani, tangannya mengocok kontolku pelan sambil melumurinya dengan ludahnya sehingga makin licin dan basah, sementara saya sibuk menggelitik memeknya yang ditumbuhi bulu-bulu keriting itu dengan kakiku. Terasa basah dan sedikit becek, padahal saya cuma menggosok-gosok saja dengan jempol kaki.
"Yes.. ah.. nakal banget kamu Wan.. em, em, eh.. enak banget", desahnya keras.
Namun suara cipratan air bak begitu keras sehingga saya tidak khawatir didengar orang. Saya juga membalas desahannya dengan keras juga.
"Mbak Ira, sedotin kontol saya dong.. please.. saya kepingin banget", pintaku karena memang sudah dari tadi saya mengharapkan sedotan mulutnya di kontolku seperti adegan film BF yang biasa kutonton.
"Ih.. kamu nakal yah", jawabnya sambil tersenyum.
Tapi ternyata dia tidak menolak, dia mulai menjilati kepala kontolku yang sudah licin oleh cairan pelumas dan air ludahnya itu. Saya cuma bisa menahan nafas, sesaat gerakan jempol kakiku terhenti menahan kenikmatan yang sama sekali belum pernah kurasakan sebelumnya.

Dan tiba-tiba dia memasukkan kontolku ke dalam mulutnya yang terbuka lebar, kemudian dikatupnya mulutnya sehingga kini kontolku terjepit dalam mulutnya, disedotnya sedikit batang kontolku sehingga saya merasa sekujur tubuhku serasa mengejang, kemudian ditariknya kontolku keluar.
"Ahh.. ahh..", saya mendesah keenakkan setiap kali tarikan tangannya dan mulutnya untuk mengeluarkan kontolku dari jepitan bibirnya yang manis itu.
Kupegang kepalanya untuk menahan gerakan tarikan kepalanya agar jangan terlalu cepat. Namun, sedotan dan jilatannya sesekali disekeliling kepala kontolku didalam mulutnya benar-benar terasa geli dan nikmat sekali.
Tidak sampai diulang 10 kali, tiba-tiba saya merasa getaran di sekujur batang kontolku. Kutahan kepalanya agar kontolku tetap berada dsidalam mulutnya. Seolah tahu bahwa saya akan segera "keluar", Mbak Ira menghisap semakin kencang, disedot dan terus disedotnya kontolku. Terasa agak perih, namun sangat enak sekali.
"AHH.. AHH.. Ahh.. ahh", teriakku mendadak tersemprot cairan mani yang sangat kental dan banyak karena sudah lama tidak dikeluarkan itu kedalam mulut Mbak Ira.

Dia terus memnghisap dan menelan maniku seolah menikmati cairan yang kutembakkan itu, matanya merem-melek seolah ikut merasakan kenikmatan yang kurasakan. Kubiarkan beberapa saat kontolku dikulum dan dijilatnya sampai bersih, sampai kontolku melemas dan lunglai, baru dilepaskannya sedotannya. Sekarang dia duduk di dinding kamar mandi, masih mengenakan pakaian seragam dengan kancing dan Bra terbuka, ia duduk dan mengangkat roknya ke atas, sehingga kini memeknya yang sudah tidak ditutupi CD itu terlihat jelas olehku. Dia mebuka lebar pahanya, dan digosok-gosoknya memeknya dengan jari-jari mungilnya itu. Saya cuma terbelalak dan terus menikmati pemandangan langka dan indah ini. Sungguh belum pernah saya melihat seorang wanita melakukan masturbasi dihadapanku secara langsung, apalagi wanita itu secantik dan semanis Mbak Ira. Sesaat kemudian kontolku sudah mulai berdiri lagi, kuremas dan kukocok sendiri kontolku sambil tetap duduk di atas toilet sambil memandang aktifitas "panas" yang dilakukan Mbak Ira. Desahannya memenuhi ruang kamar mandi, diselingi deru air bak mandi sehingga desahan itu menggema dan terdengar begitu menggoda.

Saat melihat saya mulai ngaceng lagi dan mulai mengocok kontol sendiri, Mbak Ira tampak semakin terangsang juga.
Tampak tangannya mulai menyelip sedikit masuk kedalam memeknya, dan digosoknya semakin cepat dan cepat. Tangan satunya lagi memainkan puting susunya sendiri yang masih mengeras dan terlihat makin mancung itu.
"Ihh, kok ngaceng lagi sih.. belum puas ya..", canda Mbak Ira sambil mendekati diriku.
Kembali digenggamnya kontolku dengan menggunakan tangan yang tadi baru saja dipakai untuk memainkan memeknya. Cairan memeknya di tangan itu membuat kontolku yang sedari tadi sudah mulai kering dari air ludah Mbak Ira, kini kembali basah. Saya mencoba membungkukkan tubuhku untuk meraih memeknya dengan jari-jari tanganku, tapi Mbak Ira menepisnya.
"Ngga usah, biar cukup Mbak aja yang puasin kamu.. hehehe", agak kecewa saya mendengar tolakannya ini.
Mungkin dia khawatir saya memasukkan jari tanganku sehingga merusak selaput darahnya pikirku, sehingga saya cuma diam saja dan kembali menikmati permainannya atas kontolku untuk kedua kalinya dalam kurun waktu 10 menit terakhir ini.

Kali ini saya bertahan cukup lama, air bak pun sampai penuh sementara kami masih asyik "bermain" di dalam sana. Dihisap, disedot, dan sesekali dikocoknya kontolku dengan cepat, benar-benar semua itu membuat tubuhku terasa letih dan basah oleh peluh keringat. Mbak Ira pun tampak letih, keringat mengalir dari keningnya, sementara mulutnya terlihat sibuk menghisap kontolku sampai pipinya terlihat kempot. Untuk beberapa saat kami berkonsentrasi dengan aktifitas ini. Mbak Ira sunggu hebat pikirku, dia mengulum kontolku, namun dia juga sambil memainkan memeknya sendiri.

Setelah beberapa saat, dia melepaskan hisapannya.
Dia merintih, "Ah.. ahh.. ahh.. Mbak mau keluar Wan, Mbak mau keluar", teriaknya sambil mempercepat gosokan tangannya.
"Sini mbak, saya mau menjilatnya", jawabku spontan, karena teringat adegan film BF dimana pernah kulihat prianya menjilat memek wanita yang sedang orgasme dengan bernafsu.
Mbak Ira pun berdiri di hadapanku, dicondongkannya memeknya ke arah mulutku.
"Nih.. cepet hisap Wan, hisap..", desahnya seolah memelas.

Langsung kuhisap memeknya dengan kuat, tanganku terus mengocok kontolku. Aku benar-benar menikmati pengalaman indah ini. Beberapa saat kemudian kurasakan getaran hebat dari pinggul dan memeknya. Kepalaku dibenamkannya ke memeknya sampai hidungku tergencet diantara bulu-bulu jembutnya. Kuhisap dan kusedot sambil memainkan lidahku di seputar kelentitnya.
"Ahh.. ahh..", desah Mbak Ira disaat terakhir berbarengan dengan cairan hangat yang mengalir memenuhi hidung dan mulutku, hampir muntah saya dibuatnya saking banyaknya cairan yang keluar dan tercium bau amis itu.
Kepalaku pusing sesaat, namun rangsangan benar-benar kurasakan bagaikan gejolak pil ekstasi saja, tak lama kemudian sayapun orgasme untuk kedua kalinya. Kali ini tidak sebanyak yang pertama cairan yang keluar, namun benar-benar seperti membawaku terbang ke langit ke tujuh.

Kami berdua mendesah panjang, dan saling berpelukkan. Dia duduk diatas pangkuanku, cairan memeknya membasahi kontolku yang sudah lemas. Kami sempat berciuman beberapa saat dan meninggalkan beberapa pesan untuk saling merahasiakan kejadian ini dan membuat janji dilain waktu sebelum akhirnya kami keluar dari kamar mandi. Dan semuanya masih dalam keadaan aman-aman saja.

Mbak Ira, adalah wanita pertama yang mengajariku permainan seks. Sejak itu saya sempat menjalin hubungan gelap dengan Mbak Ira selama hampir 2 tahun, selama SMA saya dan dia sering berjanji bertemu, entah di motel ataupun di tempat kostnya yang sepi. Keperjakaanku tidak hanya kuberikan kepadanya, tapi sebaliknya keperawanannya pun akhirnya kurenggut setelah beberapa kali kami melakukan sekedar esek-esek.

Kini saya sudah kuliah di luar kota, sementara Mbak Ira masih kerja di Rumah sakit itu. Saya jarang menanyakan kabarnya, lagi pula hubunganku dengannya tidak lain hanya sekedar saling memuaskan kebutuhan seks. Konon, katanya dia sering merasa "horny" menjadi perawat. Begitu pula pengakuan teman-temannya sesama suster. Saya bahkan sempat beberapa kali bercinta dengan teman-teman Mbak Ira. Pengalaman masuk rumah sakit, benar-benar membawa pengalaman indah bagi hidupku, paling tidak masa mudaku benar-benar nikmat. Mbak Ira, benar-benar fantastis menurutku..

Sampai jumpa di kisah yang lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar