Kamis, 22 Juli 2010

Kebiasaan Cindy Di Rumah Sakit

Kebiasaan Cindy Di Rumah Sakit



sebut saja namaku cindy…

aku saat itu masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di kota bandung. aku berasal dari keluarga sederhana di kota kecil di timur kota bandung, uang sakku yang di berikan oleh orang tuaku sangat pas-pasan untuk biaya hidup dan uang kost, untung saat itu aku punya pacar yang kondisi ekonominya sangat lebih mapan dariku, sehingga kadang dia membantu kondisi keunganku meski tanpa aku minta, mungkin dia tau keadaanku yang kekurangan. aku selama ini merasa bantuanya untukku tulus, karena dia sayang padaku. dia sendiri kuliah di fakultas kedokteran dan sudah hampir lulus, sedang ku sendiri baru division tiga. pacarku bernama marteen, ia sangat suka bila caraku berpakaian menunjukan bentuktubuhku, tapi aku kadang risih juga bila harus berpakaian sexy. tapi untuknya kadang ku kesampingkan segala rasa malu. tapi dari segala hal yang ia sukai, adalah bila aku mau dan berkenan untuk tidak memakai pakaian dalam di balik apa yang aku kenakan. makanya ia tak pernah mebelikan ku underwear, yang sering ia berikan untukku hanyalah sebuah benda yang bagiku hanya mirip celana dalam, karena hanya terdiri dari semacam tali, yang ia sebut G-string.

memang ukuran dadaku tidaklah terlalu besar hanya berukuran 32b, sehingga untuk menutupinya aku kadang hanya mengunakan tanktop tali satu atau atasan yang hanya seperti kemben (tube) yang pas di badan sebelum kemudian mengenakan jaket, kemeja atau cardigan atau juga sweater. sehingga dengan cara dia membelikan aku pakaian, absolutist kelamaan aku tak lagi mempunya bra dan celana dalam di kost ku, kini semua berganti dengan G-string dan tube-top atau tanktop. tapi bukan hal ini yang ingin aku ceritakan di sini.

suatu ketika aku terserang penyakit yang membuat badan ku lemah di sertai demam, akhirnya atas saran pacarku itu, aku di bawa ke sebuah rumah sakit swasta, karena ia menduga aku kena demam berdarah, thypus atau komplikasi antara keduanya. dan benar saja, hasil labku menunjukan aku kena DB,sekaligus juga gejala thyfus. sehingga kemudian mengharuskan aku di rawat di rumah sakit.

ia memilikan kamar rawat yang mewah buatkku, yang hanya diperuntukan untuk satu pasien dan penunggunya, ada TV kulkas sofa, ruangan AC dan kamarmandi tentunya. aku hanya bisa tersenyum dan berterima kasih padanya. ternyata dia banyak mengenal dokter dan perawat di rumah sakit tersebut. tidaklah mengherankan karena ia adalah mahasiswa kedokteran yang sering kuliah praktek atau bimbingan dengan dokter2 disana.

aku memang sengaja tidak memberitahu keluargaku di kampung, agar mereka tidak panik mendengar aku sakit, lagian kasian adik adiku yang masih kecil2 bila harus di tinggalkan jika orang tua ku datang ke bandung menjengukku.

Disinilah keanehanya muncul, tapi aku sering menyebutnya sebagai keunikan dari pacarku itu. unik, karena dia senang sekali melihat keindahan dan keseksian tubuhku, tapi tak pernah sekalipun ia meminta apalagi memaksaku untuk berhubunngan badan.

di ruangan perawatan yang bertaraf VIP itu perawat tidak membolehkan aku mengenakan pakaian rumahan, karena menurutnya akan menyulitkan dalam perawatan, tapi aku harus mengenakan pakaian pasien rawat inap, begitu jelas suster perawat yang mengantar kami. aku pun mengangguk setuju, krena itu memang peraturanya. akupun melepaskan dan menanggalkan semua pakaiankku, tapi setelah aku mengglakan semuanya, marteen hanya tersenyum dan menyuruhku untuk berbaring dan beristirahat di tempat tidur passien, dan kemudian menyelimuti seluruh badanku dengan selimut yang telah terpasang di kasur. jadi di balik selimut rumah sakit itu aku sama sekalli tidak berpakaian alias telanjang bulat.

Kali ini marteen berpesan, bahwa aku tidak boleh mengenakan pakaian apapun selama di rungan perawatan itu, kalau aku melanggarnya, ia tak akan mau membayar biaya perawatan selama aku di rumah sakit tersebut. deg….! marteen yang ku kenal memang selalu serius dengan ucapanya. dan aku tahu bahwa kali inipun marteen serius dengan apa yang barusan ia ucapkan.

tapi bagai backbone jika ada yang datang atau dokter yang memeriksa tanya ku…?

ya biarkan saja apa adanya, dokter sudah sangat terbiasa dengan hal semacam itu lanjut marteen lagi, lagian kamu juga sudah terbisakan dengan perlakuan dokter.

memang terkadang jika aku merasa kurang enak badan, aku sering pergi ke dokter, dan kadang dokter memita aku membuka bagian atas bajuku sebelum mmeriksanya, dan mereka hanya tersenyum ketika menydari bahwa aku tidak mengenakan bra di balik jaket atau baju yang ku kenakan, dan hal itu membuatku sedikit basah di bagian bawah sana.

jadi kupikir ya benar juga apa yang marteen katakan, bahwa dokter mungkin sudah terbiasa dengan hal seperti itu, dan akupun sudah terbisa dengan hal sepereti itu, tapi kali ini berbeda, bahwa aku benar benar taidak mengenakan apa apa. tapi ku tepis ke khawatiran ku itu.

singkatnya selama 10 hari di ruamah sakit itu, selama itupun aku bertelanjang bulat di ballik selimut rumah sakit. petama-tama dokter dan perawat yang memeriksa juga sedikit terkejut dengan surpise yang dia terima di kamarku, hari itu ketika ia kan memeriksa menggunakan stetoskopnya ia menurunkan selimut yang menutupi bahuku, sampai ke bawah dadaku, tapi karena ia menemukan dua gunung kembarku mencuat di tanpa tertutupi, ia tampak terkejut, dan meminta maaf. tapi untuk menetralkan suasana, akupun berkata; tidak apa apa kok dok silahkan di periksa, maka kemudian ia melanjutkan memeriksa menggunakan stetoskopnya. setelah selesai ia menutup kembali slimut yang cukup tebal itu, dan mulai memeriksa breadth perut, karena jika DB memang di barengi dengan keluhan di perut, ataupun diagnosa penyakit lain, dokter itu menekan-nekan perutku sabil bertanya pakah sakit, mual, dan pertanyaan lain.

tapi setelah hari kedua, dokter itu mulai terbiasa tampaknya, ia langsung membuka selimutku, menurunkanya sampai di bawah pusarku. sehingga kini aku benar-benar setengah telanjang. sungguh aku merasa malu, karena kali ini dokter tersebut membuka selimutku lebar-lebar, untung marteen selalu menemanikku sehingga aku merasa aman.

“kok gak pake baju” tanya dokter itu, aku hanya tersenyum, tapi marteen menjawab “gerah katanya dok, suka keringatan, makanya dia nggak mau pake baju”.

“oh iya, kalo demamnya berkurang, memang suka keluar keringat, itu memang tanda-tanda DB” lanjut dokter itu,

ia kemudian melanjtkan memeriksa perutku seperti kemaren, namun tetap sopan, meski terkadang seakan membelai perutku.

jawaban marteen memebuatkku tak bisa berkata-kata, kesan yang dokter dan perawat itu terima pastilah aku memng senang bertelanjang begini, padahal ini adalah perminttan marteen pacarku itu. tapi apa yang bisa ku katakan lagi. aku hanya diam saja, karena memang aku masih sangat lemas dengan kondisi trombosit ku yang masih sangat rendah.

“saya suntik ya?” aku hanya mengangguk lemah, “tolong miring sebentar” katanya padaku, akupun hanya bisa menurutinya, tapi aku sadar dengan begitu, mereka akan bisa melihat kebugilankku dari belakang, mungkin juga mereka bisa melihat bukit kemaluanku di bawah sana pikirku, oh… sungguh baru pertama kali aku merasakan hal seperti ini, betapa malunya aku. tapi untungnya hal itu tak berlangsunglama, setelah menyuntik bokong kanan ku akupun bisa berbalik lagi, dan dokter itu menutup selimutku kembali.

setelah dokter bersama perawat itu pergi,marteen berseru senang..

“hebat… sungguh hebat kamu cindy, kamu bisa brtindak seolah olah tadi adahal hal yang wajar”….

“kamu mungkin gak bisa melihat dokter tadi menyeka keringat ketika menyuntik bokong indahmu itu”

“kamu memang pacarku yang batten cantik cindy”….

berita mengena sakitku telah berredar di kalangan teman temanku, merekapun datang menjenguk. ternyata marteen yang memberi tahu mereka. sungguh pengalaman yang membuat aku malu, berada di sekeliling teman-teman kuliahku, teman laki-laki dan perempuan bahkan ada yang membawa cowoknya, dengan ketelanjanganku di balik selimut ini. terusterang aku bisa merasakan bahwa mereka menyadari ketelanjangan ku di balik selimut itu, karena jelas mata para pria memandang pada dua gundukan dengan titik yang mencuat menandakan puting payudaraku. goyangan goyangan payudarakupun jelas terlihat. tapi aku bersikap seolah semuanya wajar dan aku tidak menyadari tatapan cheat para pria, sehingga teman wanitaku tidak merasa kikuk bercakap-cakap dengan ku, membicarakan tentang keadaan kampus dan gosip2 nya.

marteen kadang mengabadikan hal-hal itu dengan kameranya, ia memang gemar dengan hoby fotografi dan kamera video. ia selalu membawa kamera digitalnya kemanun ia pergi.kalau sedang tidak digunakan ia meletakan kameranya di jendela mungkin agar tidak tersenggol atau menggangu meja rawat yang penuh dengan beberapa bungkus obat-obatan, makanan dan minuman, karena aku memang dianjurkan untuk banyak minum.

kadang aku sendiri di kamarku, sementara marteen kuliah atau ada keperluan tertentu dengan bengkel variasi mobil miliknya. tapi ia selalu hadir sebelum dokter datang memeriksaku. mungkin ia sudah hafal dengan jadwal berkunjung dokter, secara ia juga seorang mahasiswa kedokteran yang terkadang di ajak untuk menjenguk pasien sebagai bahan pembekalan.tapi kali ini marteen belum menampakkan batang hidungnya.

hari itu dokter kembali memeriksa keadaanku, hanya kali ini dia tidak sendiri, melainkan bersama 5 calon-calon dokter kupikir, krena mereka masih muda-muda. sungguh sangat memalukan jika aku di periksa seperti beberapa hari lalu di depan mereka semua.

tapi memang itulah yang terjadi kemudian, kali ini dokter itu membuka selimut ku dengan lebih lebar, sehingga ujung-ujung bulu kemluanku yang rutin ku potong tiap minggu, hampir tampak jelas.

dokter itu memeriksaku sambil kemudian menjelaskan beberapa hal pada dokter2 muda itu tanpa samasekali menutup kembali selimutku, bahkan berniatpun tidak sepertinya. ia hanya menjelaskan beberapa hal yang aku sendiri tidak paham, karena berkaitan dengan istilah istilah kedokteran yang tidak aku pahami.

Tapi hal yang lebih membuatku seakan bodoh adalah, keadaan tubuh atasku yang samasekali tidak tertutupi oleh apapun, kini menjadi tontonan 6 orang yang asing bagiku, kecuali dokter itu, aku hanya diam mematung, tersenyum kecut, dan berpura-pura seakan hal yang menimpaku ini adalah hal yang wajar terjadi.

waktu seakan berhenti berputar bagiku, saat mereka berdiskusi melingkari tempat tidurku, tapi setidaknya mereka sudah berada di sana sekitar 15-20 menit, dengan bebasnya memandangi tubuh atasku yang tak tertutup sehelai benangpun, walau sesekali dokter itu kemballi menekan nekankan jari tangannya di sekitar uluhati dan perut, sambil menjelaskan bahkan terkadang seperti bertanya pada dokter2 muda itu.

di saat itulah marteen datang, dan yang membuat aku terkejut, ternyata marteen megenal para doktermuda itu, mereka adalah teman sefakultas marteen, hanya berbeda angkatan, mereka saling menyapa satu samalain dan tampak akrab. marteen kemudian memperkenalkan aku pada mereka, satu persatu mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan dengan ku, jabatan tangan yang lebih dari sekedar bersalaman, karena ala jabaan tangan mereka lebih akrab, yaitu sambil menggoyangkan tangan dan pundak dan berlangsung lebih absolutist dari jabat tangan biasa, aku yang saat itu yang sedikit terduduk bersandar pada bantal dengan tangan kiri yang terinfus, menerima jabat tangan mereka dengan tangan kanan satu persatu. Saat itulah aku sadari bahwa dengan berjabat tangan seperti itu, payudaraku yang terekspose bebas, berguncang dan bergoyang sesuai irama jabatangan mereka. sungguh suatu pengalaman yang memalukan, aku merasa seperti seorang penari streeptease yang baru turun panggung dan di bologna oleh pera pengagumnya.

payudaraku memang tidak begitu besar, hanya 32b, tapi guncangan yang ditimbulkan dari jabat tangan seperti itu, cukup membuat payudaraku bergoyang kian kemari dengan indahnya. aku melihat kearah mereka, dan tatapan mereka yang lain tertuju pada payudaraku, demikian hal itu berulang lima kali, sungguh aku membayangkan keadaan ku itu seperti berada dalam keadaan slowmotion di film-film yang sering aku tonton, setiap aku berjabatan tangan dengan salah satu dari mereka, yang lain selalu memandang ke arah payudaraku yang bergoyang dan berguncang. sungguh aku merasa malu dan dipermalukan, tapi tak ada satupun yang bisa aku persalahkan dalam hal ini.aku merasa setiap detik berjalan sangat lambat, sehingga aku membayangkan setiap goyangan payudaraku bisa di tonton secara jelas oleh mereka karena di putar ulang sebagai gerakan “slow-motions”. pikiran yang tolol tapi sungguh memalukan dan dipermalukan.

marteen kemudian menyetel posisi tempat tidurku, sehingga kini aku benar benar dalam posisi terduduk. kembali mereka mengobrol dengan lebih santai, dan kali ini seakan melibatkan aku dalam percakapan mereka. teman teman marteen memperkenalkan dokterku itu pada marteen sebagai coach mereka yang juga ternyata dokter specialis (apa ya aku lupa lagi) yang baru kembali dari tugas belajarnya di jepang. Pantas saja marteen belum kenal sebelumnya hanya mengenal namanya saja katanya. perbincangan mereka sepertinya cukup seru dan tampak wajar sehingga lama-lama aku telah lupa dengan keadaan diriku yang terekpose sedemikian rupa. karena pemeriksaanku sudah selesai, dokter itu (sebut saja dokter pramono) meminta diri untuk kembali ke tugasnya yang lain. kami pun mempersilahkan sambil mereka tetap mengobrol denganku.

kini perbincangan beralih seputar diriku, kuliah dimana, division berapa, asal darimana, pokoknya obrolan perkenalan biasa, akupun menjawab seadanya dan apa adanya, mereka sangat bisa untuk membuat aku nyaman dengan obrolan mereka, mereka membuat aku tertawa dengan guyonan dan humor-humor segar mereka. sampai akhirnya mereka memuji kecantikanku yang sangat natural.

Jadi ini cindy yang sering kau sebut sebut marteen, kata salah seorang diaantara mereka yang belakangan ku ketahui bernama frans. ia berkomentar bahwa aku ngak cocok jadi pacarnya marteen, cocoknya jadi pacarnya saja katanya, celetukanya membuat semua tertawa, mereka semua masih mengelilingi di sekitar tempat tidurku. mereka masih sempat saling bercada, dan menanyakan beberapa hal mengenai hoby ku, dan menyebut hoby bulutangkisku sebagai amusement yang jarang digeluti oleh seorang cewek yang bukan atlit seperti aku. Frans kemudian kebali memuji kecantikanku yang natural, dan seolah merupakan pertnyaan wajar ia kemudian menanyakan besar payudaraku, karena caranya bertanya sangat wajar bagiku, maka aku menjawabnya dengan apa adanya. 32b jawab ku.

tapi sungguh di luar dugaan ia mengulurkan tangannya memegang payudaraku, menjamahnya seakan meneliti keadaan payudaraku, aku yang shock tidak bisa berkata apa apa, hanya memandang tanganya yang menjelajahi kedua payudaraku, dan kemudian memillin putingnya yang berwarna coklat kemerahan hingga keras. aku kembali tersadar dengan keadaanku yang telanjang di hadapan semua cowok ini.

“Oh sungguh ukuran yang ideal untuk cewek seperti kamu cindy” kata frans

aku tak tau apa yang harus aku lakukan, sedari tadi aku membiarkan keadaanku seperti ini, dan membiarkan mereka memandangi tubuh bagian atasku yang tak tertutup sehelai benangpun, jadi akan tampak sangat lucu bila sekarang aku menutupi tubuhkku dengan selimut. maka aku membiarkan saja apa yang frans lakukan padaku.

marteen tampak sedikit terkejut, tapi melihat aku diam saja, ia pun hanya senyum, sejurus kemudian marteen menepuk dadanya, membanggakan dirinya yang memiliki aku pikirku.

“aku sih inginya payudara yang lebih besar” lanjut marteen sambil memandangku dan frans yang masih seolah memeriksa payudaraku dengan tangan kanannya yang mebentuk huruf U.

“cindy… kamu mau tidak punya payudara yang lebih besar..?! tanya frans, sekali lagi tanpa melepaskan tangannya dari payudaraku, ia hanya memindahkan tanganya dari payudara kiri ke payudara kananku, sambil tetepa memilin puting payudaraku hingga tetap keras dan mencuat. hal itu membuat aku basah di bawah sana. mudah-mudahan mereka tidak mengetahuinya pikirku. tapi pikiran itu aku tolak sendiri, bagaimana mungkin mereka tidak tahu, mereka kan calon dokter yang setidaknya mempelajari agency agency tubuh, termasuk wanita. pikiranku ini membuat aku jadi bertambah malu, sekaligus jadi tidak bisa berkonsentrasi.

“gimana cindy…? tanya frans lagi, “mmm… mau…. mau….” jawabku dengan agak terbata, dan asal saja menjawab pertanyaan frans,

meski aku pernah juga membayangkan memiliki payudara yang besar seperti payudaranya keluarga azhari selebritis itu.

tapi jika payudaraku besar aku tidak akan sebebas selama ini, kemana-mana tidak pernah memakai bra, yang selama ini di tuntut oleh marteen padaku. aku memang awalnya hanya menuruti permintaan marteen, tapi lama-kelamaan sudah menjadi kebiasaan. meski kadang risih jika ketahuan oleh teman2 ku bahwa aku gak pake bra.

“bagaimana menurut kalian…?!” tanya frans pada temannya yang lain, sambil kini beranjak mundur, digantikan oleh temen temen frans yang lain, berturut-turut andy, tony, eddo, dan opik. begitulah nama-nama mereka yang aku ingat. mereka bergantian membelai, meraba menekan dan meremas-remas payudaraku, mempermainkan puting payudaraku bergantian, seolah olah tidak akan membiarkan puting payudaraku itu mengendur sedikitpun. aku hanya memandang marteen yang duduk di daybed yang tampak santai di samping kameranya. kamera itu memang kali ini tidak dibawa marteen pergi, sejak kemarin kemera itu tetap di jendela menghadap ke arahku.

apakah kamera itu menyala..?? tanyaku dalam hati. aku sendiri tak tahu jawabanya.

setelah mereka puas, akhirnya mereka berpamitan pada marteen, dan berkata pada marten dengan berbisik sambil memandangku yang tetap membiarkan tubuh bagian atasku terpampang bebas seolah lukisan yang sedang di pamerkan, posisi tubuhku yang terduduk membuat semua ini memang seolah-olah sedang aku pamerkan. padahal betapa malunya aku diperlakukan seperti ini, dan aku di biarkan, sekaligus membiarkan keadaanku seperti ini di depan pacarku sendiri.

setelah mereka pergi, aku terdiam sendiri, marteen mengatar temannya ke luar kamar, aku kembali menyelimuti diriku dengan selimut dan mengatur posisi kasur untuk tidur. sesaat kemudian marteen masuk kembali ke kamar, ia memandangku yang kembali berselimut.

ucapanya agak menyakitkan sih, tapi benar juga kalo dipikir lagi;

“di depan orang banyak kamu buka lebar-lebar selimut kamu, kamu biarkan teman temankku tadi menjamah dan mempermainkan payudaramu, sedang sekarang hanya di depan aku kamu malah menutup selimut kamu rapat rapat, cewe yang aneh…!?” kata marteen sedikit kesal.

“tapi kenapa kamu gak melarang…?” tanyaku yg jg merasa kesal atas sikapnya pada temen temannya tadi.

“itu kan tubuh mu sendiri, dan itu juga payudaramu sendiri…!?” lanjut marteen, “aku gak berhak melarangmu melakukan apa yang kau suka pada tubuhmu” jelasnya lagi.

aku tidak bisa berkata-kata apa-apa lagi, semua yang marteen katakan itu benar. meski aku sebenarnya melakukan itu semua secara terpaksa. tapi siapa yang memaksa….?? tanyaku dalam hati, aku hanya merasa semua itu berawal dari cara dokter itu memeriksaku, tapi semuanya juga tidak aku larang sejak awal, dan biasanya setelah memeriksa dokter pram akan kembali menutupkan selimutku ke tubuhkku, tapi itu tadi tidak ia lakukan, setelah ia memeriksaku dengan membuka selimutku agak lebih lebar dari biasanya, ia tidak menutupkan kembali selimutku, tapi malah berdiskusi dan memberikan semacam pelajaran tambahan pada calon-calon dokter muda tadi, dan aku tetap dibiarkan dan membiarkan diriku mempertontonkan tubuh tubuh telanjangku pada mereka. seandainya aku mau, aku tadi bisa saja menutup selimutku, tapi entah kenapa semua itu tidak aku lakukan. aku hanya merasa bahwa biasanya dokter pram akan menutup selimutku bila telah selesai,tapi kali ini tidak, dan sebelum mereka selesai marteen datang.

Kedatangan marteen tidak membuat aku tertolong dari keadaanku yang ter-ekspose atau meng-eksposekan diriku, aku sendiri bingung mendefinisikan keadaanku tadi. marteen juga tak bisa di salahkan, saat ia datang masuk ke ruangan, aku sudah dengan keadaan yang bisa dibilang sangat vulgar, aku bertelanjang dengan hampir seluruh tubuhku, terbuka tanpa sehelai benangpun yang menutupi, bahkan bagian kemaluanku hampir terlihat, mungkin hanya berjarak 3-4cm saja selimutku menutupi selangkanganku, karena bulu-bulu halusnya yang rutin aku potong setiap minggu dapat terlihat tadi, meski tidak semua. tapi membayangkan itu semua kembali membuatku merasa malu dan tidak percaya.

“tapi kau kan tau kalo aku sama sekali belum pernah bertelanjang dada di depan orang lain kecuali kamu” kataku pada marteen, “kenapa kamu tidak mencoba menutupi aku..?” tanyaku lagi.

merteen berjalan ke arahku sambil berkata; “kan sudah aku bilang, aku tak berhak menentukan apa yang bukan menjadi milikku”. “lagipula saat itu kau sama sekali tidak seperti sedang dalam keadaan yang terpaksa atau dibawah tekanan…?, saat aku datang kau seperti sedang tersenyum pada mereka”. lanjut marteen. “kalau kau ingin aku melarang mu melakukan sesuatu, kau haruslah menjadi milikku terlebih dulu, selama kau bukan menjadi milikku, maka aku tak akan berhak melarang kamu melakukan sesuatu yang kau suka, akui sajalah bahwa kamu memang suka memamerkan tubuhmu cindy….!” tegas mateen.

Tidak…..! aku bukan blazon cewek yang suka pamer tubuh, selama ini aku melakukan semuanya karena kamu marteen…?!” kataku padanya.

OK, mulai saat ini, milikilah tubuhku, lakukan apa yang kau suka, karena aku adalah milikmu…!” lanjutku sambil tetap menatap marteen.

“cindy…. tak bisa sesederhana itu, semua itu butuh proses dan yang penting butuh bukti, bahwa kau adalah milikku. bila perjajian harta dan hak milik harus di hadapan notaris, maka perjanjian yang menyangkut hal emosional seperti ini harus di depan psikolog” kata marteen melanjutkan. besok aku akan bawa temanku yang psikolog, setelah itu baru semuanya bisa terjadi, dan aku akan berhak atas dirimu dan tubuhmu”.

“tapi sebelum semua itu terjadi, aku minta kamu melakukan sesuatu buatku cindy”, kata marteen, jika kamu bisa melakukannya, maka besok aku akan membawa psikolog untuk kita berdua, setuju…?”

setujuuu….!” jawabkku spontan.

ternyata marteen memintaku atau lebih tepatnya mengetest aku ,apa aku cukup bisa dia andalkan. karena waktu saat itu menunjukan waktunya kamar-kamar di besihkan, maka marteen memeintaku untuk kembali membuka selimutku sebatas pinggang, sehingga tubuh atasku kembali telanjang tidak tertutupi sehelai benangpun, memintaku untuk pura-pura tidur selama 1-2 jam kedepan, dan membiarkan saja petugas kebersihan rumah sakit yang akan membersihkan kamarku nanti, menikmati pemandangan indah dari tubuhku, aku di pesan untuk tidak membuka mata sampai dia kembali meski apapun yang terjadi, karena jika tidak semua akan kacau katanya. dan jika itu terjadi maka marteen tidak akam membawa psikolog untuk menjadikan aku miliknya.

aku menyetujui persyaratan itu, aku sungguh ingin menjadi milik marteen, entah perasaan apa ini yang ada dalam diriku, tapi aku sudah ingin sekali membahagiakannya dengan menjadi milik marteen sepenuhnya, aku tidak berharap marteen menikahiku, menjadikan aku miliknya saja sudah membuat aku bahagia, meski bila nanti marteen menikahiku tentu akau akan lebih bahagia lagi.

marteen kemudian meninggalkan aku sendiri, dengan selimut yang terbuka sebatas pinggang, dan aku pura pura tertidur, entah karena menunggu dan kelelahan, aku ternyata benar-benar tertidur, dan tidak menyadari bahwa ada petugas kebersihan yang memang telah biasa masuk dan membersikan kamarku, menyapu, membuang sampah dan mengepel. tapi kali ini tampaknya dia membersihkan kamarku lebih absolutist dari bisanya. aku tersadar tapi masih tetap memejam kan mataku ketika ku dengar suara sapunya menyentuh tempat tidur rumah sakit yang terbuat dari besi. tapi ku tetap diam, ia tampaknya berhenti menyapu, nafasnya terdengar lebih kencang, ia ada di sampingku, aku bergerak sedikit layaknya orang yang tertidur, tapi tetap memejamkan mata, ia melanjutkan pekerjaanya. kini sepertinya ia mulai mengepel lantai, suara air yang ia cipratkan, dan wangi karbol, membuat aku yakin dengan hal itu, kembali ia membersihkan di sekitar breadth tempat tidur yang lebih absolutist dari biasanya. lagi-lagi dia berhenti di sampingku, aku merasa kali ini dia akan menyentuh payudaraku, kareana kali ini ia meletakkan gagang pembersih lantai di tempat tidurku, sehingga sedikit mengelurkan suara ketika beradu dengan sisi tempat tidurku yang terbuat dari besi stainless. aku bersiap, karena seperti yang marteen bilang agar aku tidak membuka mataku apapun yang terjadi sampai dia kembali.

aku merasa buah dadaku di pegang oleh tangan yang kasar tapi sedikit hangat, tangan itu membelai payudaraku beputar sebelum berpindah ke payudara yang lain, permainan tanganya membuat putingku tegak berdiri, seolah menantang untuk dipermainkan, udara ruangan yang cukup dingin membuat putingku lebih cepat berdiri, dan lebih absolutist bertahan dalam keadaan keras dan tegak meski tak di sentuh oleh petugas kebersihan itu.

kemana tangan-tangan itu pikirku dalam hati, dalam kegelapan karena aku memejamkan mataku aku sekilas merasakan seperti ada sinar yang memancar, wah ternyata dia mengambil gambarku, aku yang hanya berselimut sebatas pinggang, dan wajahku yang menghadap kearahnya tentu saja akan terlihat jelas, aku mulai panik, aku takut gambar-gambar itu akan tersebar di internet, dan siapa saja akan bisa melihatnya. tapi aku ingat pesan marteen untuk tidak membuka mata sampai ia datang nanti, karena aku ingin jadi gadis yang baik untuknya, aku ingin manjadi miliknya.

aku merasa petugas kebersihan itu kembali mendekat, aku yang berada lebih dekat ke sisi ranjang sebelah kanan, meraskan ada benda lunak di bibirku, dan sekali lagi ada seberkas cahaya yang aku rasakan, tapi aku tetap pura-pura tidur dan mencoba tak terusik dengan benda lunak itu.

tiba tiba ku dengar dia mengerang dengan seuara tertahan, dan kurasakan cairan hangat menerpa wajahku, setelah itu kembali sinar sinar itu berninar.

ohh sungguh betapa malunya aku, aku tahu tentunya ia tadi ber ejakulasi di wajahku, dan ia kembali mengabadikan kejadian itu, benda lunak tadi pasti senjata milik petugas kebersihan itu yang berejakulasi di wajahku.

suasana kembali sunyi setelah petugas kebersihan itu pergi.

tak berapa absolutist marteen masuk ke rauangan itu, aku mengetahuinya dari parfum yang ia pakai, parfum khasnya yang tak akan bisa sama dengan orang lain, karena aku tau kebiasaannya mencampurkan dua parfum kesukaanya.

ia bertepuk tangan dengan semua yang terjadi, tapi aku menceritakan apa yang terjadi dengan semua sinar-sinar tadi, bahwa petugas kebersihan itu mengambil gambarku yang telanjang dan penuh dengan cairan kenikmatan yang membasahi wajahkku.

marteen hanya berkata, nanti akan dia urus petugas itu. dan aku percaya akan kata-katanya.

tapi kamu tidak membuka matamu kan sindy…? tanya marteen

tentu saja tidak, kan sesuai pesan mu” jawabku, “bagus kalau begitu, ia tentu tidak ingin kehilangan pekerjaanya atas tuduhan pelecehan atas pasien rumah sakit”, berbeda jika kamu membuka matamu tadi, semua akan tidak mudah aku atasi. bebrapa saat kemudian ia pun pergi untuk mengurus petugas kebersihan tadi, yang telah mendapat durian runtuh, bisa meraba dan mempermainkan duabuah payudaraku dan berejakulasi di wajahku, serta memeiliki gambar-gambar yang sangat memalukan aku tadi. aku tetapa khawatir gambar itu akan tersebar, tapi ketakutan itu aku tepis jauh jauh, karena tentunya marteen akan mengurus segalanya untukku.

sekian dulu ceritaku, lain kali aku sambung lagi, dengan ceritaku yang lain bersama pacarku marteen, yang selanjutnya akan menjadi pemilik dari tubuhku ini. aku bahkan tidak sanggup untuk tidak melakukan apa yang dia minta terhadapku. aku heran mengapa semua itu bisa aku lakukan meski itu mempermalukan aku, tapi aku senang bisa membuat nya senang dan melihatnya tertawa.

maafkan caraku bertutur yang masih kacau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar