tag:blogger.com,1999:blog-73566640434244425152023-11-05T03:45:25.594-08:00koleksi cerita sexstevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.comBlogger137125tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-78173266723113845242010-08-19T23:56:00.000-07:002010-08-19T23:56:26.369-07:00Comment Inbox<a href="http://www.google.com/support/blogger/bin/answer.py?hl=en&answer=187141&ctx=share">Comment Inbox</a>stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-37937733311318756322010-08-19T23:34:00.001-07:002010-08-19T23:34:49.540-07:00Gadis manis di saat ospek kampusGadis manis di saat ospek kampus<br /><br />5 December 2009 Namaku Dian Ratnasari (nama samaran). Umur 23 tahun. Aku mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di Bandung. Asalku dari Jawa Timur, jadi niatnya cuma belajar di Bandung ini. Siapa tahu bisa jadi tukang insinyur. Aku tinggal di kawasan Dago, menempati sebuah rumah yang cukup luas milik keluarga pamanku. Rumah itu sepi dengan beberapa kamar kosong. Hanya ada aku, seorang pembantu yang cukup tua dan dua ekor anjing peliharaanku serta beberapa ikan di dalam akuarium di sudut ruang tamuku. Keluarga pamanku tinggal di Inggris, karena tugas belajar yang harus ia lakukan.<br /><br />Berawal dari inisiasi dan orientasi kampus yang dilakukan kakak-kakak tingkatanku, aku berkenalan dengan seorang teman gadis bernama Santi. Gadis yang manis, dengan tinggi sekitar 160 cm, berkulit kuning langsat. Waktu itu, aku sangat kasihan kalau melihat ia menerima hukuman yang menurutku sangat dibuat-buat oleh seniorku. Disuruh mencium-lah, meraba, dan push-up di bawah mereka. Akh... sialan, seribu topan badai! Aku sungguh tidak terima dan biasa gaya sok jagoanku muncul. Kudekati seniorku dan kuhajar dengan beberapa jurus perkenalan dariku. Yah, gini-gini aku cukup menguasai karate dan pencak silat, menyerang dan bertahan, dua hal yang sangat kusenangi. Maklumlah aku suka berkelahi dari kecil.<br /><br />Beberapa senior pun mulai mengeroyokku. Sambil tentu saja, terjatuh-jatuh menerima tendangan dan libatan tanganku. Apa hendak dikata salah satu senior, yah mungkin ia termasuk pimpinan mahasiswa di kampusku melerai kami dan memberi hukuman pada kami semua. Lari-lari mengitari kampus sambil menyanyi dan menari, dasar!<br /><br />But never mind, yang terpenting gadis manis itu tidak lagi digoda dan diganggu. Mungkin mereka malu atau takut kalau selesai masa yang harus dilalui mahasiswa baru ini bakal ketemu aku dan bisa benar-benar kuhajar mereka. Bagaimanapun yang lemah harus dibela.<br /><br />Seminggu kemuRatna, baru kutahu gadis itu satu kelas denganku dan kami pun berkenalan."Hai..., terima kasih yah kemarin kamu menolongku. Gara-gara aku, kamu jadi kena masalah deh." Hey dia menyapaku duluan."Ah ndak kok, itu sih urusan kecil buatku", sambil tersenyum kusapa balik."Oh, yah kita belum berkenalan kemarin, nama kamu siapa?" Aku bertanya seolah aku belum tahu namanya. Hi.. hi.. padahal aku sudah tahu namanya dari senior-seniorku.<br /><br />"Santi, kamu?" Duh mak, nih gadis benar-benar manis sekali, senyumnya aah..., apalagi matanya, bulat dengan alis yang tertata rapi berwarna hitam, serasi sekali<br /><br />"Hey... kamu kenapa?" Duh ketahuan kalau lagi terpana. Eh, nih anak pakaian dan celananya seksi and ketat sekali, mengundang perhatian cowok, pikirku. Beda sekali denganku, celana jeans belel dengan kemeja panjang kedodoran, potongan rambut pendek cepak dan memakai jam tangan yang besar. Pokoknya aku senang seperti ini, dulu aku terkenal cool di antara teman-teman cowok SMU-ku di Malang.<br /><br />"Ah.. yah.. namaku Ratna, lengkapnya Dian Ratnasari. Tapi kamu boleh panggil aku apa saja, tapi Ratna lebih nikmat kedengarannya, he.. he.. he." Jadi grogi juga nih.<br /><br />"Hmm.., kamu tinggal di mana?" tanyaku, siapa tahu kan nanti dia lebih rajin punya catatan, kan bisa kupinjam. Dasar otak nakal dan pemalas. Aku heran juga, dari kecil aku tidak suka belajar tapi aku bisa dengan mudah menerima apa pun dalam otakku. Bukannya sombong tapi yah.., cuma begitu saja.<br /><br />Tanpa sadar aku senyum-senyum sendiri, ketika ia menegurku, "Ian, kamu duduk di sebelahku yah", pintanya. Aku hanya manggut-manggut saja mengiyakan sambil terus berjalan menuju kelas kami."Eh, kamu ini lucu juga yah, dari tadi senyum-senyum sendiri hihihi", ia tertawa kecil. Duh maak manisnya temanku ini.<br /><br />Tiba-tiba dari arah belakang terdengar kegaduhan kecil, ternyata segerombolan cowok-cowok mengganggu dan mempermainkan salah seorang teman kami yang lebih kecil ukurannya dari mereka, mungkin sekitar 155 cm. Oh, yah aku sendiri 172 cm dan beratku 60 kg. Cukup tinggi besar untuk ukuran cewek kali, yah?<br /><br />Lagi-lagi aku belagak nih, padahal memang tanganku gatal ingin meninju orang, habis sedang gregetan nih sama Santi. Kusambar salah satu cowok dan tendanganku sangat tepat bersarang di bawah perutnya, yah si-xxx, tahu temannya menjerit, mereka berhenti dan memandangku. Ada kemarahan di wajah mereka, namun aku tidak tahu kenapa, mereka langsung ngeloyor pergi sambil membantu temannya berjalan. Akh, aku puas juga. Sejak saat itu, aku cukup disegani di kampusku, mungkin juga mereka telah membaca biodataku di buku tahunan.<br /><br />Kembali menjajari Santi, aku bertanya lagi, "Eh, di mana rumah kamu?".Dia tersenyum, "Kamu masih inget dengan pertanyaanmu setelah berkelahi barusan?", berkata begitu, tangannya menempel di pundakku dan turun menggandeng tanganku."Yah, sekali lagi, itu hal kecil buatku, habisnya mereka seenaknya mengganggu orang lain", gumamku sambil menikmati sentuhan alami lengan dan jari-jari kami yang saling mengait."Ah, sudahlah, jangan dibicarakan lagi".Bosan juga aku, kan aku pingin tahu tentang anak satu ini eh, malah melenceng dari pokoknya.<br /><br />"Aku tinggal di Taman Sari", jawabnya. Akhirnya meluncur juga jawabannya."Tinggal dengan siapa?", tanyaku agak bingung, maklum sendirian sih aku."Kost, ama teman-teman juga.., banyak kok", Ia menjawab sambil memilih tempat duduk untuk kami berdua. Ok, di pojok belakang, jadi aku bisa tidur nih."hh, boleh main nih, aku bosan sendirian di rumah", timpalku."Aksen kamu sepertinya bukan dari sini, kalau aku dari sekitar sini juga sih, kamu bukan orang sini, kan?", Ia balik bertanya padaku. "Iyah, aku bukan orang sini, tapi aku tinggal di rumah pamanku, sekalian jaga rumahnya."<br /><br />Kuliah pertamaku dimulai, akh bosan rasanya. Tanpa sengaja tanganku merangkul kursi sebelah dan menempel di punggung Santi. Antara sadar dan tidak, maklum mengantuk, aku seperti merasakan gesekan halus di tangan kananku. Jantungku berdesir dan mulai berdegup kencang.<br /><br />Kutengok, ternyata punggungnya benar-benar ia gesekkan ke tangan kananku hingga jamku pun tertarik ke atas-bawah, ke kanan-kiri, akhh aku mulai menikmati permainan ini. Bibirnya terbuka sedikit, ia menengadah dan lehernya yang jenjang kulihat sangat menantangku. Akh, aku ingin mengecupnya, duh aku bergetar. Ada apa ini?<br /><br />Aku duduk dengan gelisah, akh dia mempermainkan nafsuku. Aduh bisa pening aku dibuatnya. Aku berdoa, semoga kuliah ini cepat selesai. Dengan sedikit keberanianku, Iih.., aku takut kalau ketahuan teman lain. Telapak tangan kananku mulai meraba dan meremas bahu dan terus turun ke punggung, pinggang, dan berhenti di antara dua kantong saku di belakang jeansnya. Ia mulai menggoyang pantatnya, geser depan-belakang, kanan-kiri. Kuremas salah satu pantatnya yang muat juga di tanganku. Hehehe ternyata cukup kecil, tapi kenyal, dan enaak sekali. Nafasku pun memburu dengan cepat. Akhh lamanya kuliah ini.<br /><br />Akhirnya, kuliah selesai juga. Permainan kami pun berhenti. Aku tersenyum dan ia pun membalas senyumku dan mengajakku ke belakang (toilet wanita). Duh, gila juga Santi, apa orang sini berani-berani yah. Tanpa ba-bi-bu kuikuti langkahnya dan pokoknya kami sudah ada di dalam. Cukup sepi, karena terhitung masih pagi, belum ada yang ke belakang. Aku bersyukur juga. Lagian yang namanya makhluk berjenis kelamin perempuan tidak begitu banyak. Aku pikir-pikir cukuplah bermain 15 menit.<br /><br />Aku duduk di closet dan dia kupangku. Kepalanya tepat di hadapanku. Kami hanya berjarak berapa inchi saja. Nafasnya yang hangat menyapu wajahku. Hidungnya yang agak mancung, ia gesek-gesekkan di hidungku, ih geli juga. Aku tidak tahan.<br /><br />"Hey, I can lift you", sambil tersenyum ia berkata."Aku cuman 48 kok, San", sambil melingkarkan lengannya di leherku. Kugendong ia dan aku duduk kembali. Ia tertawa lirih.<br /><br />Tanganku terus meraba paha, terus ke belakang, meremas pantatnya ke atas menelusuri pinggang dan mulai menyelusup di balik kaus ketatnya, tiap gunung kembar itu teraba olehku nampak kausnya bertambah padat dan ia busungkan dadanya sambil menggeliat menahan nafsu birahinya, duh menempel di punyaku, menekan dan, "Terus.., lagi.., dan..." Aku tak sabar, kubuka kaus ketatnya dan gila, Santi benar-benar berbody indah, aku merasa yang di bawah mulai berdenyut-denyut. Bra-nya yang putih kecil, seakan tak mampu menutupinya, kubuka sekalian, dan nampaklah gunung itu atau bisa dikata bukit sajalah. Kecil dan menantang, kuelus dan kujilati, akh harum, keringatnya mulai keluar satu-satu agak asin. Akh, aku semakin gila. Kuremas pantatnya, kutekan ke selangkanganku, akh ia meremas rambutku dan menekan kepalaku tepat di belahan itu. Akhh! ia mulai menjepit kepalaku, akhh aku hampir tak bisa bernafas. Gila kencang sekali mainnya! Kecil-kecil cabe rawit. Duh, nafasku sesak nih. Sambil terus kutekan pantatnya ke perutku.<br /><br />Akh, lepas juga kepalaku setelah itu ia menjerit pelan, kaget juga aku, kenapa dia? Baru sekali ini aku melakukan permainan kait-mengait. Apalagi dengan seorang gadis. Eeh, apa dia masih gadis? Entar kutanya, tapi mataku sempat melirik jam tanganku dan aku mengerti permainan ini harus ditunda, ada kuliah lagi.<br /><br />Kukecup lembut dan lidahku masih ingin melumat kedua bukit itu, kupasang kembali bra dan kaus ketatnya."Entar lagi, yah", kataku, ia tersenyum."Makasih, Yan".Kutepuk-tepuk pantatnya dan segera kuputuskan."San.., kamu mau pindah ke rumahku?", tanpa pikir panjang juga ia mengangguk. Kuturunkan dia dan aku merasa CD-ku seperti lembab dan lengket.<br /><br />"San, entar dulu yah", sambil kubuka retsluiting celanaku dan kuraba yang di balik CD-ku yaitu selangkanganku. Jariku basah seperti ada jelly. Ada apa nih? Seketika kubuka agak lebar dan aku melongok untuk melihatnya lebih jelas. Santi meraih jariku yang basah dan menghirup serta menjilatinya, "Enak, asin, gurih, harum selangit!" terpana aku melihat mulutnya yang bergetar ketika menggumamkan kata-kata itu.<br /><br />Tangannya menuntunku memasuki celana ketatnya dan terus ke bawah dan di balik CD-nya, basah juga. Kenapa kami, yah? Bingung juga yah aku waktu itu. Hehehe, aku mulai menyukai permainan ini. Telapak tanganku ternyata cukup menutupi selangkangannya, ia gesek-gesekkan dan aku mulai menekan kemaluannya, jari tengahku mulai bermain-main kesana-kemari. Kembali Santi menggeliat dan mengerang lirih. Duh, apa toilet ini memang kosong yah? Gila juga nih anak, pakai acara mengerang segala apalagi pakai menjerit.<br /><br />Eh, seakan ia tahu apa yang kupikir, ia berhenti dan hanya menggigit bibirnya. Aku tidak tahan, kulumat lagi bibirnya dan kubuka pelan dengan mulutku, dan kami berpagutan lagi. Lidahku dan lidahnya berkaitan dan lama. Matanya terpejam dan akh.., aku menemukan daging kecil di dalam, jariku menerobos dan mulai masuk sedikit.<br /><br />Tiba-tiba meluncur pertanyaan di otakku, refleks kukatakan padanya, "San, kamu pernah melakukan beginian?".Ia menjawab pelan, "Belum, Yan.., baru sama kamu.""Jadi kamu masih gadis, masih punya selaput?", kataku."Iya, masih. Pelan aja Yan entar sakit.""Maaf, San. Lebih baik nggak sekarang, ada kuliah kan."<br /><br />Kulihat Santi kecewa, tapi demi amannya saja sih, padahal sungguh aku bodoh sekali pelajaran biologi, jadi aku tidak tahu berapa jarak selaput itu dari luar vagina. Kutarik jariku dan ia pun menjilatinya sampai bersih. Ok, entar lagi. Nikmat juga jilatannya.<br /><br />Singkat cerita, Santi pindah ke rumah tinggalku dan dia tak mau beda kamar. Inginnya satu kamar denganku. Yah, tidak apa-apa sih, lumayan ada yang menemani. Aku memiliki kebiasaan bermain gitar di sore hari, karena hanya gitar yang bisa kumainkan. Kini tiap kali aku mainkan senar gitar Santi selalu menyanyi merdu hanya untukku seorang. Terkadang aku duduk di kursi malas beranda luar menghadap taman dalam. Santi datang dan duduk mengangkangi kedua kakiku. Ia suka sekali memakai daster pendek di atas lutut dengan CD yang terlihat bila angin bertiup agak kencang atau ketika ia mengangkat kakinya. Pokoknya hal-hal mudah seperti itu sudah cukup merangsang nafsuku. Apalagi bila malam tiba, Santi memakai kimono sutra yang sekali talinya kubuka, nampaklah semuanya.<br /><br />Tiap malam ia membuatkan aku susu kegemaranku. Saat aku asyik duduk di komputer sedang online atau mengerjakan tugas, Santi menghampiriku dan menempel di punggungku. Hal ini sangat kusukai dan Santi tahu itu. Aku merasakan lekukan bibir kemaluannya, bukitnya dan ia menempelkannya, merenggangkannya akhh.., mengaduk-aduk emosiku. Segera aku membalikkan badanku. Kurengkuh tubuhnya dan kukempit kakinya dengan kedua pahaku yang kuat, kadang Santi meronta dan aku pun melepaskannya, biasa kami berlarian seperti dua orang kakak beradik bermain kejar dan tangkap. Aku sungguh menyukai permainan ini. Kadang Santi tiba-tiba mengerem dan membalikkan tubuhnya dan tentu saja aku menubruknya dan jatuh bersama bergulingan saling menindih. Nafas kami yang tak beraturan karena berlari-lari saling memburu dengan kecupan-kecupan yang semakin menambah ketidakberaturannya nafas kami. Buah dada kami saling menggesek dan, "Berat ah.. Yan", aku lalu dengan sigap ganti posisi di bawah, dan ia menyeringai puas karena Santi sangat tahu aku sangat menyayanginya dan tidak mau ia merasa sakit atau apapun. Dan mau tahu apa yang ia lakukan tiap itu terjadi? Santi mengambil susu itu dan menuangkannya di vaginanya dan aku menjilatinya hingga kepuasan yang amat sangat pada kami berdua. Coba saja deh atau kalau siang bisa saja pakai es sirup, dengan dingin yang mengalir pelan rasakan.<br /><br />Kami saling menjaga, menyayangi, dan berusaha memberikan kepuasan. Namun pernah suatu ketika ia sakit demam, duh aku bingung sekali. Kukompres ia kalau panas dan kuselimuti ia sewaktu dingin menyerangnya. Tapi ia tak mau selimut, ia mau tubuhku menyelimutinya dan sekali lagi ia sangat tahu kalau aku benar-benar hanya bertindak sebagai penghangat tubuhnya dengan kekhawatiran di wajahku yang sangat dihafalnya. Santi sangat menyukai sikapku yang melindungi dan menyayanginya. Sikap yang dapat membedakan kapan bermain dan kapan harus menjaga dan merawat.<br /><br />Santi sangat akrab dengan keluargaku, begitu juga aku. Keluarganya dan keluargaku telah saling mengenal dan tidak mempermasalahkan hubungan kami. Aku bungsu dari empat bersaudara, kupunya 1 orang kakak laki-laki dan 2 kakak perempuan sedangkan Santi sulung dari tiga bersaudara, 1 orang adik perempuan dan 1 orang adik laki-laki. Kemana pun kami selalu berdua, ke supermarket beli bahan kebutuhan sehari-hari, ke mall untuk cari pakaian atau keperluan lain, ke toko-toko buku, ke bioskop buat nonton, dan lain-lain kecuali kalau aku dan ia sedang memiliki aktivitas yang berbeda. Aku senang berorganisasi dan berolah raga sedangkan ia suka melukis dan bermain musik.<br /><br />Dini hari saat fajar tiba, sambil tidur aku selalu merasakan sesuatu yang berdenyut di bawah dan refleks aku menempel lekat ke tubuhnya, entah itu punggung dengan sentuhan pantat hangatnya atau langsung perut dengan bukit kembar dan selangkangan yang mengaitku. Santi mengerti kebiasaanku di setiap fajar dini hari dan kami pun saling menggesek.<br /><br />Sekali merengkuh tubuhnya, ia jatuh menindihku dan berbaring tiduran di tubuhku. Enak katanya, merasakan pelukanku yang hangat, maklum kota ini lumayan dingin. Pokoknya kami melakukan itu kapan saja. Tidak ada bosan-bosannya, soalnya kami mulai ahli sih. Kami mengubah posisi setiap kali mulai bosan dan yahud juga!<br /><br />Aku mulai mengerti apa yang namanya liang garba itu. Wah, indah sekali, berapa jarak selaputnya, apa itu clitoris, dan perlu dicatat, sampai kini selaput itu belum robek. Aku tidak mau kalau ia sakit, jadi mulutku hanya mengecup, mengulum dan lidahku menjilati agak ke dalam. Ia sangat menyenangi posisi di atas dan aku di bawah. Terkadang aku bertahan cukup lama, kasihan Santi sudah 2-3 kali keluar baru aku keluar. Kalau aku tentu saja suka posisi kaki saling mengait dan selangkangan kami saling menempel dan bergesek semakin kencang, jadi kami bisa orgasme bersama. Tahu kan caranya. Begini, kuangkat kaki kirinya, kuselipkan kaki kiriku, dan kedua kaki kami saling membelit. Posisi ini menyebabkan cairan kental dari kedua kemaluan kami yang keluar bersamaan bercampur dan euunaak sekali. Kadang dengan cara ini Santi sudah sangat kewalahan mengatur nafas, memekik dan menggeliat kencang, tempat tidurku pun berantakan tiap kali kami main di kamar. Perlu dicatat, selesai permainan dan mandi, tempat tidurku kembali sangat rapi karena Santi orang yang sangat rajin dan menjaga kebersihan. Tidak sepertiku, ceroboh.<br /><br />Kalau di dapur saat ia memasak aku merengkuhnya dan mengecup lembut lehernya serasa kami sepasang suami istri selayaknya, mendudukkannya di meja dan biasa aku rentangkan kedua paha itu dan mulai mencumbuinya, kubuka celanaku dan kugesekkan CD-ku ke CD-nya. Enak lho. Kalau kami bermain di kamar mandi, yah seperti dua anak kecil yang berteriak-teriak kegirangan saling menyiram tempat-tempat sensitif yang sudah sangat kami hapal sambil menciumi tempat-tempat itu. Bath-up yang sudah mulai terisi dengan busa sabun kuoleskan ke seluruh tubuhnya, terutama di-xxx-nya, pelan karena aku takut kalau ada apa-apa. Santi senang sekali telentang di atas tubuhku, "Nyaman, Yan?" katanya sambil mencari di mana pinggangku. Kupeluk erat ia, kurasakan gunungku menekan punggungnya dan satu hal aku nggak senang posisi ketika ia membalikkan badannya tepat ke arahku (di bath-up). Pernah ia coba dan aku tidak enjoy melihat kesulitannya mencumbuiku.<br /><br />Permainan di beranda pun kami buat berbeda, seperti sepasang kekasih yang tenang saling membelai dan menata taman sambil tiduran di luar, kami sangat menikmati tidur di atas rumput yang lembut. Cuma kadang aku sangat risih melihat semut. Jadi kami nggak begitu memaksakan diri tiduran di taman. Atau aku cemburu dan takut sama semut, kalau-kalau semut itu memasuki area xxx dan menggigit vagina kekasihku. Akhh kan kasihan Santi hanya bisa meringis kesakitan. Nah, kalau yang ini, di tempat tidur kami seperti dua orang gila yang selalu tergila-gila. Banyak posisi yang kami lakukan, pasti kalau dapat dengan alami melakukanya. Intinya cuma satu, ikuti kata hati, kalau mau stop ya stop, mau nge-sun, sun saja, mau membelai, belai aja, kalau mau maju yah maju, kalau mau ganti yah ganti posisi, begitu saja, sepele. Dan seperti telah menjadi suatu kewajiban bagi Santi untuk selalu membersihkan punyaku dan aku begitu juga, menjilati dan saling menghangati kedua vagina kami dengan telapak tangan yang saling kami selipkan di antara kedua paha kami dan hehehehe. Hangat kan, coba deh.<br /><br />Pernah suatu ketika aku berkonsultasi ke seorang ahli dan beliaunya menjawab kalau aku sebenarnya termasuk transexsual, berjiwa dan bertingkah laku laki-laki namun tubuh wanita, jadinya setengah-setengah dengan hormon yang lebih banyak jenis laki-laki. Yang umum sih salah satu lebih besar dan mengikuti hormon kelaminnya. Kalau aku mau, kata beliaunya bisa saja bedah kelamin. Tapi biaya yang dikeluarkan pun sangat besar. Yah, sudahlah aku seperti ini saja. Dan selama ini Santi selalu mendampingiku entah sampai kapan. Sudah dua tahun ini aku nyambi bekerja di kontraktor dan aku menikmatinya. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku sebenarnya sanggup menghidupi kami berdua dengan 3 orang sekaligus, misalnya. Mungkin selesai kuliah ini, selesai semuanya. Aku pernah tanyakan kepadanya dan ia hanya tersenyum saja. Ia berkata "Yan, jangan pikir sekarang, apa yang terjadi besok adalah misteri bagi kita semua, kecuali hal-hal yang telah kita persiapkan", dan kalian tahu sampai saat ini aku belum tahu apa maksud dari perkataannya.<br /><br />TAMATstevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-67202114299041425972010-08-19T23:31:00.000-07:002010-08-19T23:32:51.626-07:00pesta sex membuatku ketagihanpesta sex membuatku ketagihan<br /><br />4 December 2009 terima kasih kepada rekan-rekan yang telah mengirimkan tanggapannya, baik yang berisi penilaian positif maupun negatif. Juga perlu saya jelaskan sekali lagi bahwa cerita yang dibuat semuanya berdasar pada cerita nyata saya, maupun teman serta sahabat-sahabat saya.<br /><br />Adapula yang saya ambil dari kisah nyata beberapa responden yang saya nilai baik untuk diceritakan karena ada kejelasan sifat dan karakter dari responden tersebut. Mudah-mudahan keterangan saya ini bisa menjawab beberapa email yang menanyakan benar atau tidaknya cerita yang saya ceritakan tersebut terjadi.<br /><br />Berikut akan saya ceritakan pengalaman pertama saya dalam orgy sex. Peristiwa ini baru terjadi beberapa hari kebelakang, tepatnya tanggal 22 September 2004. Kecuali nama saya, saya samarkan nama-nama yang ada dalam cerita ini.<br /><br />*****<br /><br />22 september 2004, pukul 15.25, suasana di kantor mulai terlihat menurun aktifitasnya. Beberapa staff dan karyawan lain ada yang mengobrol untuk menghabiskan waktu. Harry dan Leo, teman kerja dari Divisi Marketing, tiba-tiba datang ke ruangan kerja saya.<br /><br />"Hei, Roy! Sibuk nggak?" tanya Harry kepada saya."Tidak. Ada apa?" kata saya sambil membereskan beberapa berkas kerjaan saya yang sudah selesai."Kamu ada waktu nggak nanti sore lepas kerja?" tanya Harry sambil mendekat."Memangnya ada apa, sih?" tanya saya sambil menatap Harry dan Leo bergantian.<br /><br />Mereka saling pandang lalu tersenyum.<br /><br />"Nanti sore kami ada acara khusus dengan 3 kolega bisnis..." kata Leo sambil tersenyum."Karena kami kurang satu orang, maka kami ajak kamu..." sambung Leo lagi.<br /><br />Saya mengerenyitkan alis karena belum mengerti maksud mereka.<br /><br />"Siapa mereka? Acara khusus apa?" tanya saya."Pokoknya kamu ikut saja deh. Dijamin puas..." kata Leo sambil menatap Harry.<br /><br />Lalu mereka berdua tertawa. Saya juga ikut tertawa walau tidak mengerti apa-apa.<br /><br />"Mana bisa menentukan sesuatu kalau saya tidak tahu apa yang akan dilakukan?" tanya saya."Kami ada janji bertemu dengan 3 orang staff Marketing Carrefour untuk memperlancar bisnis..." bisik Harry ke telinga saya."Lalu apa urusannya dengan saya?" tanya saya lagi."Mereka semua wanita, Roy.. Masa sih nggak ngerti juga?" kata Harry.<br /><br />Saya mulai bisa menangkap arah pembicaraan mereka.<br /><br />"Maksudnya acara khusus itu apa?" tanya saya lagi."Begini, Roy..." kata Leo."Ini bukan kali pertama kami have fun dengan mereka.. Ngerti, nggak?!" tegas Leo sambil tersenyum menatap saya.<br /><br />Saya mengerti maksud mereka.<br /><br />"Ngerti..." kata saya sambil tersenyum."Jam berapa? Dimana?" tanya saya."Ketemu mereka jam 7 di hotel Senen," kata Harry."Baiklah, saya ikut..." kata saya.<br /><br />Akhirnya kami bertiga tersenyum penuh arti. Setelah beralasan ada pertemuan bisnis kepada istri, saya dan Harry serta Leo segera meluncur ke hotel Senen menjelang jam 7. Disana, sekitar jam 6.45, kami bertemu dengan 3 wanita relasi bisnis Harry dan Leo. Saya dikenalkan kepada mereka. Mereka adalah Henny, 25 tahun, singel, Rita, 29 tahun, menikah, dan Shelly, 23 tahun, singel. Penampilan ketiga wanita tersebut sangat menarik sebagai wanita karier. Kecuali Rita yang agak gemuk, penampilan mereka sangat ramping dan sedap dipandang lengkap dengan dandanannya.<br /><br />"Kita makan malam dulu atau bagaimana, nih?" tanya Leo."Tidak usahlah, kami sudah banyak ngemil tadi di kantor," kata Shelly sambil tersenyum ke arah saya.<br /><br />Saya balas senyum. Akhirnya setelah booking satu ruangan, kami segera masuk. Terus terang saja waktu itu saya sangat bingung harus bagaimana karena saya sama sekali belum pernah melakukan hal seperti ini. Saya banyak diam jadinya.<br /><br />"Sudah berapa kali ikut, Roy?" tanya Shelly sambil duduk merapat kepada saya."Ini pertama kali," kata saya sejujurnya sambil tersenyum.<br /><br />Shellypun tersenyum manis. Waktu itu saya lihat Harry dan Rita sudah mulai berciuman di kursi. Tangan mereka sama-sama aktif saling mengelus, mengusap dan meremas tubuh pasangannya. Sedangkan Leo dan Henny terlihat saling membuka pakaian masing-masing di atas tempat tidur besar. Setelah benar-benar telanjang bulat mereka langsung berguling berpelukan sambil tangan mereka bergerak bebas di tubuh pasangannya. Melihat hal itu, ****** saya mulai bangkit. Benar-benar pemandangan yang membuat kelelakian saya tergugah.<br /><br />"Kok diam saja sih, Roy..?" kata Shelly sambil naik ke pangkuan saya.<br /><br />Dengan tanpa ragu, mungkin sudah terbiasa, Shelly langsung melumat bibir saya dengan panas. Sementara tangannya bergerak membuka semua kancing baju saya. Sayapun membalas ciuman Shelly dengan panas pula. Tangan saya mulai meremas buah dada lalu membuka semua kancing kemeja Shelly. Tak tanggung, BH-nya juga segera saya buka.<br /><br />"Mmhh.. Mmhh..." desah Shelly disela-sela kami berciuman ketika tangan saya meremas buah dada dan memainkan puting susunya.<br /><br />Tak lama Shelly langsung turun dari pangkuan saya. Dibukanya rok mini dan celana dalam mini yang dia pakai. Sayapun demikian. Saya buka seluruh pakaian sampai kami sama-sama telanjang. Shelly langsung memeluk saya dan kembali mencium bibir saya dengan panas sambil tangannya meremas dan mengocok pelan ****** saya. Rasanya sangat enak.. Sayapun balas ciuman Shelly sambil meremas pantat kenyalnya. ****** saya sesekali menusuk perut langsingnya.<br /><br />Ciuman Shelly lalu turun ke dada saya, dijilat dan digigit kecil puting susu saya, lalu lidahnya makin turun ke perut. Lidahnya berhenti ketika menyentuh bulu kemaluan saya yang agak lebat. Tangannya tetap mengocok pelan ****** sambil menatap mata saya. Kemudian ketika mulut Shelly mengulum, menjilat dan menghisap ****** saya, terasa sangat hangat dan nikmat yang tak bisa dikatakan seperti apa. Apalagi ketika sesekali Shelly melepas hisapannya lalu mengocok ****** saya dengan keras, lalu menghisapnya lagi.. Rasa nikmatnya benar-benar tak bisa saya ungkapkan. Saya hanya bisa terpejam dan memompa ****** saya keluar masuk mulut hangat Shelly.<br /><br />"Gantian dong, Roy..." kata Shelly sambil bangkit lalu memeluk dan melumat bibir saya. Saya mengangguk."Dimana?" tanya saya."Di ranjang saja..." kata Shelly sambil tangannya menarik tangan saya ke ranjang.<br /><br />Saat itu Leo sedang menyetubuhi Henny. Shelly segera telentang di samping tubuh Henny, sayapun langsung membuka pahanya lalu lidah saya bermain menjilati semua sudut memek Shelly yang bersih tak berbau. Desahan dan erangan serta geliat tubuh Shelly sangat jelas ketika menikmati nikmatnya dijilat memek. Sesekali tangannya meremas rambut saya lalu mendesakkan kepala saya ke memeknya..<br /><br />"Cepat naik, Roy.. Setubuhi saya!" pinta Shelly dengan nada bergetar.<br /><br />Sayapun lalu bangkit dan segera memasukkan ****** ke memek Shelly yang sudah sangat basah sehingga memudahkan masuknya ******. Tak lama saya dan Shelly sudah bermandi peluh dihiasi dengan desah dan erangan kenikmatan yang keluar dari mulut kami seiring dengan keluar masuknya ****** saya di memek Shelly. Ada suatu hal yang lebih memanaskan suasana ketika saya asyik menyetubuhi Shelly entah sudah berapa posisi, tiba-tiba Henny yang sedang disetubuhi Leo disamping kami, tangannya memegang pundak saya lalu menarik leher agar mendekati wajahnya, kemudian dilumatnya bibir saya habis. Saya membalas ciumannya sambil tetap menyetubuhi Shelly. Sedangkan tangan saya satu meremas buah dada Henny yang sedang asyik disetubuhi Leo. Hal ini tambah memberikan suatu energi buat saya untuk memacu birahi.<br /><br />"Roy, gantian..!" tiba-tiba Leo menepuk pundak saya sambil melepas kontolnya dari memek Henny.<br /><br />Tanpa banyak cakap sayapun mencabut ****** saya dari memek Shelly. Tak lama Leo sudah mulai menyetubuhi Shelly. Ketika saya mau mengangkangi tubuh Henny, tiba-tiba Henny bangkit lalu meraih ****** saya yang masih basah oleh cairan memek Shelly. Dikocoknya ****** saya lalu mulutnya yang agak tebal menghisap dan menjilat ****** saya.<br /><br />Di sudut terlihat Harry sedang memompa kontolnya di anus Rita. Rita terpejam entah merasakan apa. Harry terpejam sambil terus memompa kontolnya dengan cepat, sampai akhirnya terlihat Harry mencabut kontolnya dari anus Rita lalu tampak air mani Harry muncrat di pantat Rita. Harry terkulai lemas sambil memeluk Rita dari belakang di atas kursi.<br /><br />"Ohh.. Fuck!! Ohh," terdengar teriakan lirih Shelly ketika mendapat kenikmatan ketika ****** Leo keluar masuk memeknya."Masukkin sini, Roy..." pinta Henny sambil merebahkan dirinya menyamping.<br /><br />Jarinya dimasukkan ke lubang anusnya. Sejenak saya hanya diam, ragu karena tidak pernah melakukannya. Tapi dorongan nafsu yang kuat akhirnya menghilangkan keraguan saya itu. Saya ludahi tangan lalu dioleskan ke kepala dan batang ****** saya agar licin. Lalu secara perlahan saya susupkan kepala ****** saya ke lubang anus Henny. Mata Henny terpejam sambil memegang batang ****** saya. Lama-lama kepala ****** saya masuk ke anusnya, lalu perlahan saya tekan lebih dalam lagi sampai akhirnya tigaperempat bagian batang ****** saya masuk anusnya. Perlahan saya keluar masukan ****** di anus Henny. Mulanya tampak Henny menggigit bibir, tapi lama-lama matanya terpejam dan terdengar desahan kenikmatan.<br /><br />"Ohh.. Sshh..." desah Henny sambil menggoyang pantatnya.<br /><br />Wahh..!! Merupakan suatu pengalaman yang luar biasa.. Saya merasakan rasa nikmat yang sangat luar biasa ketika anus Henny dengan sangat ketat menjepit ketika saya memompa ****** di anusnya. Sementara Hennypun tampak menikmati posisi seperti ini. Sewaktu saya masih merasakan nikmatnya ****** keluar masuk anus Henny, terdengar Leo mengerang sewaktu air maninya menyembur di dalam memek Shelly.<br /><br />"Jangan dulu dicabut, Leo! Aku juga mau keluar!" kata Shelly dengan suara serak tertahan. Pinggulnya bergoyang cepat sambil mendesakkan memeknya ke ****** Leo agar masuk lebih dalam.<br /><br />Tak lama, "Ohh.. Fuck! Fuck! Mmhh..." erang Shelly mencapai orgasme.<br /><br />Tubuh lunglai Leo ambruk memeluk tubuh Shelly. Sementara saya terus memompa ****** di lubang anus Henny. Desahan dan erangan nikmat kami terus terdengar. Sampai saatnya saya merasakan ada dorongan yang ingin keluar dari ****** saya. Saya pompa ****** saya makin keras.<br /><br />"Saya mau keluar..." kata saya sambil mata terpejam.<br /><br />Saya tekan ****** saya dalam-dalam sampai hampir masuk semua ke dalam anus Henny. Lalu, croott! Croott! Croott! Air mani saya keluar banyak di dalam anus Henny. ****** saya terasa makin hangat di dalamnya. Henny tersenyum.<br /><br />"Bagaimana rasanya?" tanya Henny dengan senyum yang menghiasi wajahnya."Wahh.. Enak sekali..." kata saya sambil mencabut ****** saya perlahan.<br /><br />Tampak air mani saya banyak menempel di batang ****** saya, lalu tampak pula air mani yang keluar dari lubang anusnya. Henny bangkit lalu meraih sprei dan mengelap air mani di anus dia serta ****** saya. Malam itu kami melakukan dua kali persetubuhan dengan berganti pasangan. Hanya sekitar 3 jam kami menikmati malam itu.<br /><br />Setelah berpakaian, saya bertukar kartu nama dengan mereka. Lalu kami pulang. Entah kapan lagi bisa ada ajakan khusus seperti itu lagi..<br /><br />*****<br /><br />Wahh..!! Malam itu benar-benar pengalaman pertama saya yang sangat penuh sensasi. Bersetubuh ramai-ramai sambil ganti-ganti pasangan benar-benar membuat gairah seksual saya terdongkrak dan bangkit beberapa kali lipat dari biasanya. Apalagi ditambah dengan anal seks yang baru pertama kali saya lakukan. Nikmatnya benar-benar lebih dari aktifitas seks biasa. Saya tidak ada kata-kata untuk menggambarkannya.<br />stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-10389046104034081072010-08-19T23:29:00.000-07:002010-08-19T23:31:00.014-07:00om heru, aku ketagihan nihom heru, aku ketagihan nih<br /><br />4 December 2009 Aku adalah seorang gadis lajang. Saat ini usiaku 24 tahun, anak ke-5 dari 5 bersaudara yang semuanya perempuan. Dengan tinggi badan 168 dengan berat tubuh 56 membuat orang menganggapku sebagai gadis yang seksi dan menggiurkan. Apalagi aku selalu menjaga kebugaran tubuhku dengan berlatih fitness secara rutin. Orang bilang wajahku cantik. Padahal aku merasa biasa saja. Mungkin ini karena kulitku yang putih dan mulus. Rambutku hitam lurus sebahu. Sebut saja namaku Anna. Aku saat ini sudah sarjana teknik (kata Bang Doel "Tukang Insinyur".. Ha.. Ha.. Ha).<br /><br />Suatu hari tiga tahun yang lalu (entah hari apa aku lupa) saat itu aku sedang tidak kuliah jadi aku sendirian di rumah. Bokap dan Nyokap seperti biasa ngantor dan baru sampai di rumah setelah jam 07.00 malam. Kakak-kakakku yang semuanya sudah menikah tinggal di rumah-masing-masing yang tersebar di Jakarta dan Bandung, jadi praktis tinggal aku saja sebagai anak bungsu yang masih ada di rumah. Oh ya Bokap dan Nyokapku selalu mendidik anak-anaknya agar mampu mandiri, dan mereka tidak pernah menggunakan jasa PRT. Jadi aku selalu membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika pakaian sendiri jika liburan.<br /><br />Karena enggak ada kuliah aku masih malas-malasan di rumah. Sehabis mandi, hanya memakai celana pendek mini dan kaos you can see aku duduk-duduk di depan TV sambil nonton acara kegemaranku sinetron telenovela. Rencananya aku mau mencuci dan memasak setelah hilang rasa malasku nanti. Lagi asyik-asyiknya nonton sinetron tiba-tiba aku dikejutkan bunyi bel pintu yang ditekan berkali-kali.<br /><br />Ting-tong.. Ting-tong.. Ting-tong!<br /><br />"Sialan juga nih orang!! Mengganggu aja! Siapa sih!" makiku dalam hati karena kesal keasyikanku terganggu.<br /><br />Dengan malas aku berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. Kulihat di depan pintu ada seseorang yang berpakaian TNI sedang cengangas-cengenges.<br /><br />"Siapa pula orang ini! Keren juga" kataku dalam hati.<br /><br />Aku terkejut setengah mati waktu kubuka pintu. Rupanya itu adik kandung bokapku yang paling kecil!<br /><br />"Ooh Oom Heru kapan sampai di Jakarta..! Kirain monyet dari mana yang nyasar ke sini" teriakku gembira sambil terus menyalaminya.<br /><br />Rupanya benar itu pamanku yang sudah lama sekali tidak datang ke rumah sejak ia ditugaskan ke daerah konflik di NAD sana (hampir 1 1/2 tahun). Oh iya aku hampir lupa, aku tinggal di Jakarta bagian selatan, tepatnya di daerah Mampang.<br /><br />Oomku ini seorang perwira menengah yang masih muda, ia berpangkat Kapten waktu itu. Umurnya waktu itu baru 31 tahunan dan ia duda tanpa anak karena istrinya meninggal saat melahirkan anaknya satu tahun yang lalu. Orangnya tinggi besar dan gagah seperti papaku. Tingginya mungkin sekitar 175 Cm dengan berat badan seimbang. Kulitnya agak hitam karena banyak terbakar matahari di daerah konflik sana.<br /><br />"Baru aja nyampe!! Terus mampir ke sini! Lho Anna.. Emang.. Kamu enggak kuliah? Mana papa dan Mamamu?" kulihat matanya jelalatan melihat pakaianku yang minim ini. Jakunnya naik turun seperti tercekik."Brengsek juga rupanya! Mungkin di NAD sana enggak pernah lihat cewek pakai rok mini kali!" kataku dalam hati."Enggak Oom.. Anna enggak ada kuliah kok hari ini! Papa sama Mama kan kerja! Entar sore baru pulang!" jawabku agak jengah juga melihat tatapan mata Oomku yang jelalatan seolah-oleh hendak melumat dan menelan tubuhku."Memang Oom Heru sedang cuti?" tanyaku untuk mencoba menghilangkan rasa jengahku."Lho.. Kamu enggak tahu ya? Oom Heru kan tugasnya sudah selesai dan sekarang dikembalikan ke pasukan! Jadi mulai minggu depan Oom Heru sudah masuk barak lagi di Jakarta sini"<br /><br />Matanya makin jelalatan menelusuri seluruh tubuhku, sementara tanganku yang menyalaminya masih digenggamnya erat-erat seolah ia enggan melepaskan tanganku. Aku merasakan betapa tangannya begitu kokoh dan kuat menggenggam jemariku.<br /><br />"Nah daripada nunggu di mess mending Oom Heru ke sini biar ada teman" katanya.<br /><br />Lalu kupersilahkan Oom Heru untuk duduk di sofa ruang tengah dan kubuatkan minuman."Oom Anna siapin kamar tamu dulu ya? Silahkan diminum dulu tehnya! Entar keburu dingin enggak enak lho!"<br /><br />Aku pun membawa tasnya ke kamar yang depan yang biasa dipakai Oom Heru dulu kalau ia menginap di rumahku. Saat aku sedang membungkuk membenahi seprei tempat tidur yang dipakainya aku terkejut ketika tiba-tiba dua tangan kekar memelukku dari belakang. Aku tidak mampu meronta karena dekapan itu begitu kuat. Terasa ada dengusan napas hangat menerpa pipiku. Pipiku dicium sedangkan dua tangan kekar mendekapku dan kedua telapak tangannya saling menyilang di pinggang kanan-kiriku yang ramping. Aku memberontak, namun apalah dayaku. Tenaganya terlalu kuat untuk kulawan. Setelah kutengok ke belakang ternyata Oom Heru yang sedang memelukku dan mencium pipiku.<br /><br />"Oom ngapain! Lepasin dong Oom!" Aku berteriak agar dilepaskannya.<br /><br />Karena terus terang aku belum pernah yang namanya dipeluk laki-laki! Apalagi pakai dicium segala! Tubuhku gemetar ketika tangan kokoh Oom Heru mulai bergerak ke atas dan mulai meremas payudaraku dari luar kaos singletku. Bukannya berhenti tetapi justru Oom Heru semakin menggila!<br /><br />"Diam sayang.. Dari dulu Oom sangat menyayangimu" bisiknya di telingaku membuat aku geli saat ada dengusan nafas hangat menyembur bagian sensitif di belakang telingaku.<br /><br />Dekapannya semakin ketat sampai aku merasakan ada semacam benda keras menempel ketat di belahan pantatku. Aku semakin menggelinjang kegelian saat bagian belakang telingaku terasa digelitik oleh benda lunak hangat dan basah! Ooh.. Rupanya Oom Heru sedang menjilati bagian belakang telingaku. Tanpa sadar aku melenguh.. Ada rasa aneh menjalar dalam diriku! Rupanya Oom Heru sangat piawai dalam menaklukkan wanita. Ini terbukti bahwa aku yang belum pernah bersentuhan dengan lelaki merasa begitu nyaman dan merasakan kenikmatan diperlakukan seperti itu.<br /><br />"Ja.. Jangan Oomhh!" Aku mendesis antara menolak dan enggan melepaskan diri.<br /><br />Bibir Oom Heru semakin menjalar ke depan hingga akhirnya bibirnya mulai melumat bibirku. Seprei yang tadinya kupegang terlepas sudah. Tanganku sekarang bertumpu memegang kedua punggung tangan Oom Heru yang sedang sibuk meremas dan mendekap kedua payudaraku.<br /><br />Napas Oom Heru semakin menggebu seperti kerbau. Lidahnya mulai bergerak-gerak liar menyelusup ke dalam rongga mulutku. Akupun tak tahan lagi.. Tubuhku seolah mengawang hingga ke awan. Kakiku limbung seolah tanpa pijakan. Sekarang tubuhku sudah bersandar sepenuhnya bertumpu pada Oom Heru yang terus mendekapku. Mataku terpejam merasakan sensasi yang baru pertama kali ini aku alami. Tanpa terasa lidahku ikut menyambut serangan lidah Oom Heru yang bergerak-gerak liar. Selama beberapa saat lidahku dan lidah oom Heru saling bergulat bak dua ekor naga langit yang sedang bertarung.<br /><br />Aku membuka mata, wajah Oom Heru sangat dekat dengan wajahku dan tangannya merangkul dan meremas kedua payudaraku. Anehnya, setelah itu aku tidak berusaha menghindar. Aku merasakan ada sesuatu yang mendesak-desak dan harus tersalurkan. Kubiarkan saja tangan Oom Heru saat mulai menyusup ke balik singletku dari bagian bawah.<br /><br />Aku semakin menggelinjang saat tangannya mulai meraba perutku yang masih rata. Perlahan namun pasti tangannya mulai merayap ke atas dan ke bawah. Tangan kanan Oom Heru mulai menyentuh payudaraku yang terbungkus BH tipis itu, sementara tangan kirinya mulai menyusup ke balik celana pendek ketatku. Aku tak sadar tanganku bergerak ke belakang dan mulai meremas rambutnya.<br /><br />Tubuh kami masih berhimpit berdiri menghadap searah. Oom Heru masih tetap mendekapku dari belakang. Bibirnya melumat bibirku sementara kedua tangannya mulai meraba dan meremas bagian-bagian sensitif tubuh perawanku. Akupun tak tinggal diam tanganku tetap meremas-remas rambutnya yang cepak seperti "rambutan sopiyah" (memang seperti lazimnya anggota TNI harus berambut cepak.. Kalau gondrong soalnya malah dikira preman kali!!)<br /><br />Untuk beberapa lama, Oom Heru masih melumat bibirku. Aku harus jujur bahwa aku juga ikut menikmatinya. Bahkan beberapa saat secara tak sadar aku juga membalas melumat bibir Oom Heru. Aku masih tetap belum menyadari atau mungkin terlena hingga tak menolak saat tangan Oom Heru mulai menyusup ke dalam BH-ku dan menyentuh apa yang seharusnya kujaga. Nafasku semakin memburu dan aku mulai merasakan bagian selangkanganku mulai basah. Apalagi saat ibujari dan telunjuk Oom Heru mulai mempermainkan puting payudaraku yang sudah semakin mengeras. Tubuhku semakin bergerak liar hingga benda keras yang menempel ketat di belahan pantatku kurasakan semakin mengeras.<br /><br />Desakan aneh semakin kuat mendorong di bagian bawah. Tubuhku semakin melayang saat tangan kiri Oom Heru dengan lembut mulai memijit-mijit dan meremas gundukan bukit di selangkanganku. (Namanya Bukit Berbulu!! Kalau Uci Bing Slamet dulu nyanyinya Bukit Berbunga.. Mungkin waktu ngarang lagu itu terinspirasi saat bukit berbulunya kepegang lak-laki seperti aku ini!! Ooh indah sekali!! Lebih indah daripada bukit yang berbunga!! Tul enggak? Munafik kalau bilang enggak..).<br /><br />Tubuhku semakin liar bergerak saat jari Oom Heru mulai menyentuh belahan hangat di selangkanganku. Jari-jarinya terasa licin bergerak menyusuri belahan hangat di selangkanganku. Rupanya aku sudah begitu basah.. Dan Oom Heru tahu kalu aku sudah dalam genggamannya. Aku memang sudah menyerah dalam nikmat sedari tadi. Apalagi aku memang juga mengagumi Oomku yang keren ini.<br /><br />Tubuhku berkelejat liar seperti ikan kurang air saat jemari Oom Heru mempermainkan tonjolan kecil di bagian atas bukit kemaluanku. Jarinya tak henti-hentinya menggocek dan berputar liar mempermainkan kelentitku.<br /><br />"Akhh.. Oomphf.." desisanku terhenti karena bibirku keburu dikulum oleh bibir Oom Heru.<br /><br />Aku sudah merasakan terbang mengawang. Desakan yang menuntut pemenuhan semakin membuncah dan akhirnya dengan diiringi hentakan liar tubuhku aku merasakan ada sesuatu yang menggelegak dan aku mengalami orgasme!! Aku semula tak tahu apa itu orgasme, yang jelas aku merasakan kenikmatan yang amat sangat atas perlakuan Oom ku itu. Tubuhku terasa ringan dan tak bertenaga sesudah itu.<br /><br />"Gimana sayang?" bisik Oom Heru di telingaku."Enak sayang?" lanjutnya.<br /><br />Aku hanya terdiam dan ada sebersit rasa malu. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, kataku dalam hati menahan rasa malu dan sungkan yang menggumpal dihatiku. Tetapi rangsangan dan stimulus yang diberikan Oom ku terlalu hebat untuk kutahan. Akhirnya aku hanya pasrah saja saat tangan Oom Heru mulai melucuti pakaianku satu per satu. Mula-mula kaos singletku dilepasnya hingga payudaraku yang masih kencang terlihat terbungkus BH cream yang seolah-olah tak mampu menampungnya. Padahal ukurannya sudah 36B.<br /><br />Tubuh bagian atasku sudah setengah telanjang. Sementara aku yang sudah lemas tetap berdiri dipeluk Oom Heru dari belakang. Kembali tangannya mengelus perutku yang putih rata itu. Tanganku menutup bagian dadaku karena malu dan jengah harus terlihat laki-laki dalam keadaan begini. Lalu dengan terburu-buru Oom Heru melepaskan pakaian seragamnya hingga aku merasakan rambut dada oom Heru yang cukup lebat menempel punggungku yang telanjang. Lagi-lagi aku merasakan sensasi yang lain-daripada yang lain.<br /><br />Masih dengan setengah telanjang Oom Heru memelukku dari belakang. Aku terlalu malu untuk membuka mataku. Aku hanya memejamkan mata sambil menikmati sensasi dipeluk laki-laki perkasa. Dengan tangan mengelus perut dan dadaku Oom Heru kembali menciumi ku. Kali ini punggungku dijadikan sasaran serbuan bibirnya yang panas. Kumisnya yang tipis terasa geli saat menyapu-nyapu punggungku yang terbuka. Aku menggelinjang hebat. Apalagi saat lidah Oom Heru mulai merayap di tulang belakangku.<br /><br />Perlahan dari leher bibirnya merayap ke bawah hingga pengait BH-ku. Lalu tiba-tiba aku merasakan kekangan yang mengekang payudaraku melonggar. Ternyata Oom Heru telah menggigit lepas pengait bra-ku. Aku tak sempat menutupi payudaraku yang terbebas karena dengan cepat kedua tangan Oom Heru telah mendekap kedua payudaraku. Aku hanya pasrah dan membiarkan tangannya meremas dan mempermainkan payudaraku sesukanya, karena aku memang menikmatinya juga. Tiba-tiba ada sepercik perasaan liar menyerangku. Aku ingin lebih dari itu. Aku ingin merasakan kenikmatan yang lebih. Godaan itu begitu menggebu. Lalu tanpa sadar tanganku memegang tangan Oom Heru seolah-olah membantunya untuk memuaskan dahagaku.<br /><br />Dengan bibirnya Oom Heru menggigit tali bra-ku dan melepaskannya hingga jatuh. Kini tubuh bagian atasku sudah telanjang sama sekali. Hanya celana pendek mini dan celana dalam yang masih menutupi tubuhku.<br /><br />Setelah berhasil melepaskan tali bra-ku, bibir Oom Heru kembali menyerbu punggungku. Ditelusurinya tulang punggungku dengan lidahnya yang panas. Ini membuat syarafku semakin terangsang heibat. Apalagi tangannya yang kokoh tetap meremas kedua belah payudaraku dengan gemasnya. Ada rasa sakit sekaligus enak dengan remasannya itu. Lidahnya terus turun ke bawah hingga ke atas pinggulku. Hal ini membuatku semakin menggelinjang kegelian.<br /><br />"Ouchh.. Oomm su.. Sudahh Oommh" aku merintih.<br /><br />Mulutku bilang tidak tetapi nyatanya tubuhku menginginkannya. Penolakanku seolah tiada artinya. Lalu tiba-tiba celana pendek miniku digigitnya dan ditarik ke bawah hingga ke atas lutut. Separuh buah pantatku yang bulat dan mulus terbuka sudah!! Lidah Oom Heru terus menyerbu buah pantatku kanan dan kiri secara bergantian. Tubuhku meliuk dan meregang merasakan rangsangan terhebat yang baru kali ini kurasakan saat lidah Oom Heru yang panas mulai menyusuri belahan pantatku dan mulai mengais-ngais analku! Luar biasa.. Tanpa rasa jijik sedikitpun lidah Oom Heru menjilati lobang anusku. Hal ini membuat tubuhku tergetar heibat.<br /><br />Selang beberapa saat, setelah puas bermain-main dengan lobang anusku tangan Oom Heru mulai menarik celana pendek sekaligus CD-ku hingga ke mata kaki. Lalu tanpa sadar aku membantunya dengan melepaskan CD-ku dari kedua kakiku. Kini aku sudah bugil.. Gil! Oom Heru pun rupanya sedang sibuk melepaskan celananya. Hal ini kuketahui dari bunyi gesper yang dilepas.<br /><br />Sekarang tubuhku yang sintal dan putih sudah benar-benar telanjang total dihadapan Oom Heru. Sungguh, aku belum pernah sekalipun telanjang dihadapan laki-lakiorang lain, apalagi laki-laki. Aku tak menduga akan terjadi hal seperti ini. Dengan Oomku sendiri pula. Tetapi kini, Oom Heru berhasil memaksaku. Sementara aku seperti pasrah tanpa daya.<br /><br />Tiba-tiba Oom Heru menarik tanganku sehingga aku terduduk dipangkuan Oom Heru yang saat itu sudah duduk ditepi tempat tidur. Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku juga membiarkan ketika bibir dan kumis halus Oom Heru menempel kebibirku hingga beberapa saat.<br /><br />Dadaku semakin berdegup kencang ketika kurasakan bibir halus Oom Heru melumat mulutku. Lidah Oom Heru menelusup kecelah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding. Aku pun terkejut ternyata batang kemaluan Oom Heru yang sudah sangat kencang terjepit antara perutku dan perutnya. Aku merasakan betapa besar dan panjang benda keras yang terjepit diantara kedua tubuh telanjang kami.<br /><br />Mengetahui besarnya batang kemaluan Oom Heru aku jadi ingat saat aku masih TK waktu diajari menyanyi guru TK-ku "Aku seorang kapiten mempunyai pedang panjang, kalau berjalan prok-prok prok.. Aku seorang kapiten! Tapi ini Oom ku seorang kapiten mempunyai peler (bahasa jawa batang kemaluan) panjang.." memang Oom ku itu pangkatnya waktu itu sudah Kapten! Cocok bukan?<br /><br />"Akh.., ja.. Jangan oomhh..!" kataku terbata-bata."Su.. Sudah.. Oomhh" desisku antara sadar dan tidak.<br /><br />Oom Heru memang melepas ciumannya dibibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggang rampaingku dengan erat. Aku masih terduduk dipangkuannya. Tetapi ia malah mulai menjilati leherku. Ia menjilati dan menciumi seluruh leherku lalu merambat turun ke dadaku. Aku memang pasif dan diam, namun nafsu birahi sudah semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, Oom Heru sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya keleher dan dadaku benar-benar telah membuatku terbakar dalam kenikmatan.<br /><br />Apalagi saat bibir Oom Heru dengan penuh nafsu melumat kedua puting payudaraku yang sudah sangat keras bergantian. Aku kembali melayang di awan saat dengan gemas Oom Heru menghisap kedua puting payudaraku bergantian. Rangsangan yang kuterima begitu dahsyat untuk kutahan. Apalagi benda keras di selangkangan Oom Heru yang terjepit kedua tubuh telanjang kami mulai tersentuh bibir kemaluanku yang sudah sangat basah.<br /><br />Gejolak liar yang berkobar dalam diriku semakin menggila. Hingga tanpa sadar aku menggoyang pinggulku di atas pangkuan Oom Heru untuk memperoleh sensasi gesekan antara bibir kemaluanku dengan batang kemaluannya.<br /><br />Oom Heru sendiri tampaknya juga sudah sangat terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah dan batang kemaluannya mengedut-ngedut. Sementara aku semakin tak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku. Setelah itu tiba-tiba tangan Oom Heru yang kekar mengangkat tubuhku dari pangkuannya dan merebahkan di atas tempat tidur yang sebenarnya belum selesai kurapihkan itu. Insting perawanku secara refleks masih coba berontak.<br /><br />"Sudah Oomhh! Jangan yang satu.. Anna takut.." Kataku sambil meronta bangkit dari tempat tidur."Takut kenapa sayang? Oom sayang Anna, percayalah sayang.." Jawab Oom Heru dengan napas memburu."Jang.. Jangan.. Oom.." protesku sengit.<br /><br />Namun seperti tidak perduli dengan protesku, Oom Heru segera menarik kedua kakiku hingga menjuntai ke lantai. Meskipun aku berusaha meronta, namun tidak berguna sama sekali. Sebab tubuh Oom Heru yang tegap dan kuat itu mendekapku dengan sangat erat.<br /><br />Kini, dengan kedua kakiku yang menjuntai ke lantai membuat Oom Heru dapat memandang seluruh tubuhku dengan leluasa.<br /><br />"Kamu cantik dan seksi sekali sayang" katanya dengan suara parau tanda bahwa ia sudah sangat terangsang.<br /><br />Dengan tubuh telanjang bulat tanpa tertutup sehelai kainpun yang menutupi tubuhku, aku merasa risih juga dipandang sedemikian rupa. Aku berusaha menutupi dengan mendekapkan lengan didada dan celah pahaku, tetapi dengan cepat tangan Oom Heru memegangi lenganku dan merentangkannya. Setelah itu Oom Heru membentangkan kedua belah pahaku dan menundukkan wajahnya di selangkanganku. Aku tak tahu apa yang hendak ia lakukan.<br /><br />Tanpa membuang waktu, bibir Oom Heru mulai melumat bibir kemaluanku yang sudah sangat basah. Tubuhku menggelinjang hebat. Aku semakin salah tingkah dan tak tahu apa yang harus kulakukan. Yang jelas aku kembali merasakan adanya desakan yang semakin menggebu dan menuntut penyelesaian. Sementara kedua tangannya merayap ke atas dan langsung meremas-remas kedua buah dadaku. Bagaikan seekor singa buas ia menjilati liang kemaluanku dan meremas buah dada yang kenyal dan putih ini.<br /><br />Lidahnya yang panas mulai menyusup ke dalam liang kemaluanku. Tubuhku terlonjak dan pantatku terangkat saat lidahnya mulai mengais-ngais bibir kemaluanku.<br /><br />"Akhh.. Oomhh.. Sud.. Sudahh Oomm.." bibirku menolak tetapi tanganku malah menarik kepala Oom Heru lebih ketat agar lebih kuat menekan selangkanganku sedangkan pantatku selalu terangkat seolah menyambut wajah Oom Heru yang tenggelam dalam selangkanganku.<br /><br />Kini aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang amat sangat dan sulit dilukiskan dengan kata-kata. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah Oom Heru menjilat dan melumat bibir kemaluanku.<br /><br />Aku semakin melayang dan seolah-olah terhempas ke tempat kosong. Tubuhku bergetar dan mengejang bagaikan tersengat aliran listrik. Aku mengejat-ngejat dan menggelepar saat bibir Oom Heru menyedot kelentitku dan lidahnya mengais-ngais dan menggelitik kelentitku.<br /><br />"Akhh.. Akhh.. Ohh.." dengan diiringi jeritan panjang aku merasakan orgasme yang ke sekian kalinya. Benar-benar pandai menaklukan wanita Oom ku ini. Pantatku secara otomatis terangkat hingga wajah Oom Heru semakin ketat membenam di antara selangkanganku yang terkangkang lebar. Napasku tersengal-sengal setelah mengalami beberapa kali orgasme tanpa ada coitus.<br /><br />"Anna sayang.. Sekarang giliran Anna menyenangkan Oom ya.." bisiknya setelah napasku mulai teratur.<br /><br />Aku hanya pasrah dan tak mampu berkata-kata. Antara malu dan mau aku hanya merintih pelan.<br /><br />"Mmhh.."<br /><br />Oom Heru yang sudah pengalaman rupanya menyadari keadaanku yang masih hijau dalam hal urusan bawah perut ini. Ia pun lalu membaringkan diri di sisiku. Tangannya sekarang membimbing tanganku dan diarahkannya ke bawah. Dengan mata terpejam karena jengah aku ikuti saja apa kemauannya.<br /><br />Hatiku berdesir saat tanganku dipegangkannya pada benda keras berbentuk bulat dan panjang. Benda itu terasa hangat sekali dalam genggamanku. Ooh betapa besarnya benda itu. Tanganku hampir tak muat menggenggamnya. Setelah terpegang tanganku pun digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah untuk mengocok benda itu. Oom Heru pun kemudian menarik tubuhku hingga aku berbaring miring menghadapnya. Kepalaku ditariknya dan diciumnya bibirku dengan penuh nafsu. Lidahnya mencari-cari lidahku dan tangannya bergerilya lagi meremas-remas payudaraku.<br /><br />Aku pun tak sadar ikut mengimbanginya. Lidahku bergerak liar menyambut lidahnya dan tanganku dengan agak kaku mengocok batang kemaluannya. Aku belum berani melihat seperti apa kemaluan laki-laki. Aku masih terlalu malu untuk itu."Mphh jangan keras-keras sayang.. Sakit itunya" bisik Oom ku. Rupanya aku terlalu keras mengocok batang kemaluannya sehingga Oom Heru merasa kurang nyaman.<br /><br />Kemudian setelah beberapa saat berciuman, didorongnya kepalaku ke bawah. Diarahkannya kepalaku ke dadanya yang bidang. Masih dengan mata terpejam aku mencoba menirukan apa yang dilakukan Oom Heru padaku. Lidahku mulai menjilat puting dadanya kiri dan kanan bergantian.<br /><br />"Oohh.. Teruss sayanghh.."<br /><br />Oom Heru rupanya merasa nyaman dengan perlakuanku itu. Terus didorongnya kepalaku ke bawah lagi.<br /><br />Kini bibirku mulai menciumi perut dan pusar Oom Heru. Hal ini membuatnya semakin meradang. Mulutnya tak henti-hentinya mendesis seperti kepedasan. Tangannya terus mendorong kepalaku ke bawah lagi. Kini aku merasa daguku menyentuh benda keras yang sedang ku kocok, sementara bibir dan lidahku tak henti-hentinya menciumi perut bagian bawahnya. Kemudian ditekannya lagi kepalaku ke bawah. Rupanya ia menyuruhku menciumi batang kemaluannya!<br /><br />Dengan malu-malu kupegang batang yang besar dan berotot itu. Lalu aku memberanikan diri untuk membuka mataku. Lagi-lagi aku berdebar-debar dan darahku berdesir ketika mataku melihat batang kemaluan Oom Heru. Gila! Kataku dalam hati besar sekali.. Bentuknya coklat kehitaman dengan kepala mengkilat persis topi baja tentara! Sementara itu kantong pelernya tampak menggantung gagah dan penuh! Seperti ini rupanya batang kemaluan laki-laki. Sejenak aku sempat membayangkan bagaimana nikmatnya jika batang kemaluan yang besar dan keras itu dimasukkan ke lubang kemaluan perempuan, apalagi jika perempuan itu aku. Gejolak liar kembali mengusikku.<br /><br />Lamunanku terputus saat tangan Oom Heru yang kekar menekan kepalaku dan didekatkannya ke arah batang kemaluannya. Dengan canggung bibirku mulai mencium batang kemaluannya. Aku sengaja membuang pikiran jijikku dengan membayangkan bahwa aku sedang menjilat"Magnum" (Es Krim yang terkenal besar dan enaknya itu!!). Dan ternyata aku berhasil!! Dengan membayangkan aku sedang menikmati 'magnum'ku tanpa rasa jijik sekalipun aku mulai menjilati batang kemaluan Oom Heru. Dari ujung kepala kemaluan yang mengkilat hingga kantung biji peler yang menggantung penuh tak luput dari jilatan lidahku.<br /><br />Sambil berjongkok di lantai aku terus menjilati menyusuri seluruh batang kemaluan Oom Heru yang besar dan panjang itu. Sesekali dengan nakal kusedot biji peler bergantian membuat pantat Oom Heru terangkat. Sementara kedua kaki Oom Heru menjuntai ke lantai seperti posisiku tadi waktu selangkanganku dijilati Oom Heru. Sesekali aku melirik bagaimana reaksinya. Ku lihat mulut Oom Herus terus menceracau tak karuan.<br /><br />"Terushh sayang.. Oohh nah.. Terusshh oughh" bagai orang gila Oom Heru terus menceracau.<br /><br />Kemudian Oom Heru bangun dan diangkatnya tubuhku. Kali ini aku dibaringkannya dengan berhadap-hadapan. Kakiku masih menjuntai ke lantai. Ia berdiri di antara kedua belah pahaku. Kemudian tangannya membimbing batang kemaluannya yang sudah berlendir dan dicucukannya ke celah hangat di tengah bukit kemaluanku. Aku tersadar. Antara nafsu dan ketakutan aku menangis. Aku memohon.<br /><br />"Ja.. Jangan Oommhh.. Ja.. Jangan yang itu".<br /><br />Rupanya superegoku memenangkan pertarungan antara id dan superegoku. Ego ku mampu menekan gejolak liar ide ku.<br /><br />"Kenapa sayang..?" tanya Oom Heru dengan suara parau."Anna.. Takut Oomhh.. To.. Tolong jangan yang itu.." kataku memohon."Ok.. Okay sayang.." kata Oomku sambil menghela nafas."Oom tak akan masukkan sayang.. Cuma diluar.. Oom janji deh" lanjutnya dengan suara parau karena sudah dikuasai oleh nafsu birahinya."Jang.. Jangan Oomhh," aku tetap menolak, "Anna enggak ingin kehilangan satu-satunya yang paling berharga Oom" aku merintih antara nafsu dan takut. Saat ia mulai mencucukkan ujung kepala kemaluannya di celah kemaluanku yang sudah sangat basah."Anna sayang.. Apa.. Kamu.. Nggak kasihan padaku sayang.. aku sudah terlanjur bernafsu.. aku nggak kuat lagi sayang, please aku.. Mohon," kata Oom Heru masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas."Sudah 2 tahun Oom harus menahan ini sejak tantemu meninggal"<br /><br />Tiba-tiba Oom Heru beranjak dan dengan cepat mencucukkan batang kemaluannya yang sudah sangat kencang di sela-sela bukit kemaluanku. Kini tubuh telanjang Oom Heru mendekapku. Darahku seperti terkesiap ketika merasakan dada bidang Oom Heru menempel erat dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan lelaki. Ia masih meciumi sekujur tubuhku, sementara tangannya juga tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.<br /><br />Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang menggesek-gesek bibir kemaluanku. Ternyata Oom Heru menggesek-gesekkan batang kemaluannya di sela-sela bibir kemaluanku yang sudah sangat licin. Ia memutar-mutar dan menggocek-gocekkan batang kemaluannya di sela-sela bibir kemaluanku. Sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, secara refleks aku memutar-muatarkan pantatku. Toh, aku masih mampu bertahan agar benda itu tidak benar-benar memasuki liang kemaluanku.<br /><br />"Oom, jangan sampai masuk.., diluar saja..!" pintaku.<br /><br />Oom Heru hanya mendengus dan tetap menggosok-gosokkan batang kemaluannya di pintu kemaluanku yang semakin licin oleh cairan. Aku begitu terangsang. Aku tergetar hebat mendapatkan rangsangan ini. Tidak kuat lagi menahan kenimatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Oom Heru yang masih terengah-engah.<br /><br />Kini aku telah benar-benar tenggelam dalam birahi. Napasku semakin memburu dan tubuhku kembali berkelejat menahan kenikmatan. Aku harus mengakui kehebatan Oom Heru untuk yang kesekian kalinya. Karena tanpa penetrasi pun ia telah sanggup membuatku orgasme berkali-kali.<br /><br />"Akhh.. Oomhh.. Shh.. Ouchh.." tanpa sadar aku menjerit ketika kurasakan kelentitku berdenyut-denyut dan ada sesuatu yang menggelegak di dalam sana.<br /><br />Mataku terbeliak dan tanpa malu-malu lagi aku mengangkat pantatku menyambut gocekan batang kemaluan oom Heru di bibir kemaluanku agar lebih ketat menekan kelentitku. Aku berkelejotan, sementara napasku semakin memburu. Gerakanku semakin liar saat liang kemaluanku berdenyut-denyut. Lalu aku terdiam tubuhku terasa lemas sekali. Aku tak peduli lagi pada apa yang hendak dilakukan Oom Heru pada tubuhku. Tulang-belulangku serasa lepas semua.<br /><br />Setelah itu Oom Heru bangkit dan mengambil body lotion yang ada di meja rias kamar tamu dan dengan cepat ia menindihku. Dikangkanginya tubuhku. Kali ini ia benar-benar menguasaiku. Dari kaca meja rias disamping tempat tidur, aku bisa melihat tubuh rampingku seperti tenggelam dikasur busa ketika tubuh Oom Heru yang tinggi besar mulai menindihku. Lalu Oom Heru membalur kedua payudaraku dengan lotion dan melemparkan botol itu setelah ditutupnya kembali. Aku merasa lega karena setidak-tidaknya ia telah menepati janjinya untuk tidak memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku.<br /><br />Oom Heru kembali melumat bibirku. Kali ini teramat lembut. Gilanya lagi, aku tanpa malu lagi membalas ciumannya. Lidahku kujulurkan untuk menggelitik rongga mulut Oom Heru. Oom Heru terpejam merasakan seranganku, sementara tanganku kekarnya masih erat memelukku, seperti tidak akan dilepas lagi. Bermenit-menit kami terus berpagutan hingga akhirnya Oom Heru melepaskan bibirnya dari pagutanku. Ia lalu menempatkan batang kemaluannya di belahan kedua payudaraku yang sudah dilumuri body lotion. Kedua tangannya yang kekar lalu memegang kedua buah payudaraku dan dijepitkannya pada batang kemaluannya. Aku pun ikut membantunya dengan memegang lembut batang kemaluannya.<br /><br />Setelah batang kemaluannya terjepit kedua payudaraku, ia mulai mengayunkan pantatnya maju mundur hingga batang kemaluannya yang terjepit payudaraku bergerak maju mundur. Batang kemaluannya yang begitu panjang membuat ujung kemaluannya menyentuh-nyentuh bibirku. Lalu untuk membantunya menuntaskan nafsunya akupun membuka mulutku dan menjilati ujung kemaluan itu setiap kali terdorong ke atas. Hal itu berlangsung beberapa lama hingga kurasakan ayunan pantat Oom Heru mulai makin cepat. Gesekan batang kemaluannya yang terjepit ke dua buah payudaraku pun semakin kencang. Nafasnya semakin mendengus dan kulihat matanya terpejam seolah sedang menahan sesuatu. Peluh telah membasahi kedua tubuh telanjang kami hingga kelihatan mengkilap dan licin. Semakin lama gerakannya semakin cepat disertai dengus nafas yang semakin menderu.<br /><br />Tiba-tiba ia seolah tersentak kurasakan batang kemaluannya yang terjepit dadaku mulai mengedut-ngedut. Tubuhnya mengejat-ngejat seperti tersengat arus listrik dan dari mulutnya keluar geraman dahsyat.<br /><br />"Ugh.. Ugh.. Arghh.. Akhh".<br /><br />Cratt.. Crat.. Cratt.. Cratt.. Cratt..<br /><br />Akhirnya dari lubang di ujung kemaluannya menyemburlah cairan putih kental yang banyak sekali. Sialnya cairan itu sebagian besar tumpah ke mulutku yang sedang terbuka karena menjilati batang kemaluan itu.<br /><br />"Glk.. Uhuk.. Uhuk.. Uhuk" aku hampir muntah karena tersedak cairan itu. Rupanya sebagian ikut tertelan."Oom Heru jahat.. Uhuk.. Uhuk" sambil masih terbatuk-batuk aku menangis.<br /><br />Ini merupakan pengalamanku yang pertama kali. Bau cairan sperma saja sudah membuatku mual.. Apalagi tertelan! Pembaca bisa membayangkan bagaimana rasanya.<br /><br />"Sorry sayang.. Oom tidak sengaja.." bisiknya menghiba seolah merasa bersalah.<br /><br />Kemudian dengan tanpa rasa jijik dilumatnya bibirku yang masih penuh cairan air maninya itu sehingga rasa jijikku sedikit hilang. Lama kami berciuman sampai akhirnya diambilnya ujung seprei dan dibersihkannya bibirku dari sisa-sisa ceceran air maninya itu. Aku merasa terharu akan perlakuannya dan rasa sayangku padanya pun mulai bertambah. Bukan kasih sayang antara kepenakan.. Eh keponakan dan paman melainkan rasa sayang sebagaimana layaknya perempuan terhadap laki-laki.<br /><br />Aku yang sudah merasa lemas akhirnya tak mampu bergerak lagi. Aku lega sejauh ini aku masih mampu mempertahankan mahkota keperawananku. Aku langsung tertidur. Mungkin Oom Heru juga ikut tertidur. Karena aku sudah tidak ingat apa-apa lagi.<br /><br />Aku bangun ketika aku merasakan geli saat payudaraku ada yang menjilati. Aku membuka mata dan kulihat Oom Heru sedang sibuk menyedot kedua payudaraku secara bergantian. Kembali aku harus menggelinjang dan nafsuku perlahan mulai bangkit.<br /><br />Tubuh telanjang Oom Heru menindihku. Tubuhnya yang tinggi besar membuat tubuhku seolah-olah tenggelam dalam spring bed. Tanpa kusadari tanganku pun mulai bergerak meremas-remas rambut Oom Heu yang sedang sibuk melumat kedua puting payudaraku bergantian. Tubuh kami sudah mulai basah oleh peluh kami yang mulai mengucur deras. Dalam posisi seperti itu tiba-tiba kurasakan ada benda yang kenyal mengganjal diatas perutku. Semakin lama benda yang terjepit di antara perut kami itu makin mengeras dan terasa panas. Ohh, ternyata benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan Oom Heru yang mulai mengeras.<br /><br />Perlahan namun pasti lidah Oom Heru mulai menelusuri setiap lekuk liku tubuhku. Tanpa rasa jijik dijilatinya ketiakku yang bersih mulus, karena aku memang rajin mencabuti bulu ketiakku. Rasanya geli luar biasa diperlakukan seperti itu. Lidahnya yang basah dan panas seolah-olah menggelitik ketiakku. Setelah puas menjilati kedua ketiakku bergantian, lidah Oom Heru mulai menelusuri tubuhku bagian samping ke aras bawah. Sekarang pinggangku dijadikannya sasaran jilatannya. Aku semakin tak mampu menahan diri.<br /><br />"Oshh.. Ohh Omm.. Ohh" aku hanya mampu merintih.<br /><br />Karena bukan hanya itu rangsangan yang diberikannya. Tangannya yang nakal ternyata tak tinggal diam. Ditangkupkannya telapak tangannya yang besar ke bukit kemaluanku lalu dengan gerakan lembut diremas-remasnya bukit kemaluanku.<br /><br />Beberapa saat kemudian sambil bibirnya menjilati perut bagian bawahku, jari jari Oom Heru mulai bergerak menyusuri celah hangat di antara bibir kemaluanku yang sudah sangat basah. Jarinya bergerak sepanjang celah itu dari atas ke bawah hingga menyentuh lubang analku. Dengan dibantu cairan yang keluar dari liang kemaluanku jarinya mulai dimasuk-masukkan ke dalam lubang analku hingga lubang analku kurasakan mengedut-ngedut.<br /><br />Tiba-tiba Oom Heru membalik posisi tubuhnya. Wajahnya sekarang menghadap ke selangkanganku dan selangkangannya pun dihadapkannya ke wajahku. Sekarang aku dapat melihat tanpa malu-malu lagi bentuk kemaluan laki-laki. Batang kemaluan Oom Heru yang sudah sangat keras menggantung di atas wajahku. Uratnya yang seperti tali kelihatan menonjol sepanjang batang kemaluannya yang berwarna hitam kecoklatan. Gagah sekali bentuknya seperti meriam kecil antik yang banyak kulihat dijual di sekitar candi Borobudur sana.<br /><br />Aku tidak sempat mengagumi benda itu berlama-lama, karena tiba-tiba kurasakan batang kemaluan itu mengganjal tepat di bibirku. Rupanya Oom Heru menginginkan batang kemaluannya kujilati seperti tadi. Aku pun membuka bibirku dan dengan lembut mulai menjilati ujung batang kemaluannya yang mengkilat. Tubuhku pun tersentak dan tanpa sadar pantatku terangkat ke atas saat bibir Oom Heru mulai menciumi bukit kemaluanku. Bibirnya dengan gemas menyedot labia mayoraku lalu disisipkannya lidahnya ke dalam bibir kemaluanku.<br /><br />Saking gelinya tanpa sadar kedua kakiku menjepit kepala Oom Heru untuk lebih menekankan wajahnya ke bukit kemaluanku. Oom Heru pun menekan pantatnya ke bawah hingga batang kemaluannya lebih dalam memasuki mulutku. Aku hampir tersedak dan susah bernapas karena batang kemaluan oom Heru yang besar itu menyumpal mulutku dan ujungnya hampir menyentuh kerongkonganku, sementara rambut kemaluannya yang sangat lebat menutupi hidungku!!<br /><br />Aku gelagapan hingga tanpa sadar kucengkeram pantat Oom Heru agar mengangkat pantatnya. Rupanya tindakanku berhasil karena Oom Heru mengangkat pantatnya sedikit hingga aku dapat bernapas lega. (Pembaca dapat membayangkan bagaimana rasanya hidung pembaca tersumpal jembut.. Eh rambut kemaluan laki-laki!! Sudah baunya apek.. Ting kruntel lagi kayak indomie pula!! Sedangkan mulut tersumpal batang kemaluan!!)<br /><br />Tubuhku semakin menggeliat liar saat lidah Oom Heru mulai menggesek-gesek kelentitku. Kelentitku rasanya membengkak dan berdenyut-denyut seolah mau pecah. Mataku sudah membeliak hampir terbalik. Aku merasa hampir mengalami orgasme lagi.. Namun saat desakan di bagian bawah perutku hampir meledak tiba-tiba Oom Heru menjauhkan bibirnya dari selangkanganku. Aku kecewa sekali rasanya. Orgasme yang hampir kuperoleh ternyata menjauh lagi. Ternyata ini memang taktik Oom Heru agar aku penasaran.<br /><br />Oom Heru mengubah posisi lagi. Kini wajahnya menghadap ke wajahku lagi. Tubuhnya ditempatkannya di antara kedua pahaku yang memang sudah terbuka lebar. Kemudian bibirnya mencium bibirku dengan lembut. Akupun membalasnya. Lidah kami saling berkutat. Sementara itu tubuh bagian bawah Oom Heru mulai menekan selangkanganku. Hal ini kurasakan dari tekanan batang kemaluan Oom Heru yang terjepit bibir keamaluanku, walaupun belum masuk ke dalam liang kemaluanku tentunya!!<br /><br />Hangat sekali rasanya batang kemaluan itu. Nikmat sekali rasanya gesekan-gesekan yang ditimbulkannya saat pantatnya bergerak maju-mundur.<br /><br />"Oomhh.. Ja.. Jangan dimasukkan..!" kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat.<br /><br />Aku tidak tahu apakah permintaan aku itu tulus atau tidak, sebab sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya ketika batang kemaluan yang besar itu masuk ke lubang kemaluanku.<br /><br />"Oke.. Sayang.. Kalau nggak boleh dimasukkan, Oom gesek-gesekkan di bibirnya saja ya..?" jawab Oom Heru juga dengan napas yang terengah-engah.<br /><br />Kemudian Oom Heru kembali memasang ujung batang kemaluannya tepat di celah-celah bibir kemaluanku. Aku merasa gemetar luar biasa ketika merasakan kepala batang batang kemaluan itu mulai menyentuh bibir kemaluanku. Lalu dengan perlahan digoyangkanya pantatnya hingga batang kemaluannya mulai menggesek celah bibir kemaluanku. Hal ini berlangsung beberapa saat dengan irama yang teratur seperti pemain biola yang menggesek biolanya dengan khidmat.<br /><br />Rupanya Oom Heru tidak puas dengan cara seperti itu (Aku pun juga kurang puas sebenarnya..! Tapi gengsi dong masak cewek minta duluan!!).<br /><br />"Oom masukkin dikit ya sayang.." bisik Oom Heru dengan napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya sudah semakin meningkat. Aku sendiri yang juga sudah sangat terangsang dan tidak berdaya karena sudah terbakar birahi hanya diam saja.<br /><br />Karena aku hanya diam, Oom Heru lalu memegang batang kemaluannya dan dicucukannya ke celah-celah bibir kemaluanku yang sudah sangat licin. Dengan pelan didorongnya pantatnya hingga akhirnya ujung kemaluan Oom Heru berhasil menerobos bibir kemaluanku. Aku menggeliat hebat ketika ujung batang kemaluan yang besar itu mulai menyeruak masuk. Walaupun mulanya sedikit perih, tetapi perlahan namun pasti ada rasa nikmat yang baru kali ini kurasakan mulai mengalahkan perihnya selangkanganku. Seperti janji Oom Heru, batang kemaluannya yang seperti lengan bayi itu hanya dimasukkan sebatas ujungnya saja.<br /><br />Meskipun hanya begitu, kenikmatan yang kurasa betul-betul membuatku hampir berteriak histeris. Sungguh batang kemaluan Oom Heru itu luar biasa nikmatnya. Liang kemaluanku serasa berdenyut-denyut saat menjepit ujung topi baja batang kemaluan Oom Heru yang bergerak maju-mundur secara pelahan.<br /><br />Oom Heru terus menerus mengayunkan pantatnya Mamaju-mundurkan batang batang kemaluan sebatas ujungnya saja yang terjepit dalam liang kemaluanku. Keringat kami berdua semakin deras mengalir, sementara mulut kami masih terus berpagutan.<br /><br />"Sakkith.. Oomhh..?" Aku menjerit pelan saat kurasakan betapa batang kemaluan oom Heru menyeruak semakin dalam.<br /><br />Namun rasa perih itu perlahan-lahan mulai menghilang saat Oom Heru menghentikan gerakan batang kemaluannya yang begitu sesak memenuhi liang kemaluanku. Rasa sakit itu mulai berubah menjadi nikmat karena batang kemaluannya kurasakan berdenyut-denyut dalam jepitan liang kemaluanku.<br /><br />Lalu aku semakin mengawang lagi saat lidah Oom Heru yang panas mulai menyapu-nyapu seluruh leherku dengan ganasnya. Bulu kudukku serasa merinding dibuatnya. Aku tak sadar lagi saat Oom Heru kembali mendorong pantatnya hingga batang kemaluannya yang terjepit erat dalam laing kemaluanku semakin menyeruak masuk. Aku yang sudah sangat terangsang pun tak sadar akhirnya menggoyangkan pantatku seolah-olah memperlancar gerakan batang kemaluan Oom Heru dalam liang kemaluanku.<br /><br />Kepalaku tanpa sadar bergerak-gerak liar merasakan sensasi hebat yang baru kali ini kurasakan. Liang kemaluanku semakin berdenyut-denyut dan ada semacam gejolak yang meletup-letup hendak pecah di dalam diriku.<br /><br />Aku tak tahu entah bagaimana, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar itu telah amblas semua kevaginaku.<br /><br />Bless..<br /><br />Perlahan tapi pasti batang kemaluan yang besar itu melesak ke dalam libang kemaluanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh batang batang kemaluan Oom Heru yang sangat-sangat besar itu. Ada rasa pedih menghunjam di perut bagian bawahku. Oohh rupanya mahkotaku sudah terenggut.<br /><br />"Akhh.. Sakk.. Kitthh.. Oomhh.." aku merintih dan tanpa sadar air mataku menetes.<br /><br />Ada sebersit rasa penyesalan dalam diriku, mengapa aku begitu mudah menyerahkan mahkotaku yang paling berharga.<br /><br />"Oomh.. Kok dimaassuukiin seemmua.. Ah..?" tanyaku."Maafkan Oom saayang. Oom nggak tahhan..!" ujarnya dengan lembut.<br /><br />Ia pun menghentikan gerakan pantatnya. Air mataku mengalir tanpa dapat kutahan lagi.<br /><br />"Jangan menangis sayang.." bisik Oom Heru di telingaku, "Oom sayang kamu"<br /><br />Ada secercah rasa bahagia saat kudengar bisikan mesranya di telingaku. Aku pun terdiam dan ia pun terdiam. Kami terdiam beberapa saat. Ooh betapa indahnya.. Dalam diam itu aku dapat merasakan kehangatan batang kemaluannya yang hangat dalam jepitan liang kemaluanku. Kembali rasa nikmat menggantikan rasa sakit yang tadi menghentakku. Kurasakan batang kemaluannya mengedut-ngedut dalam jepitan liang kemaluanku.<br /><br />Kemudian dengan perlahan sekali Oom Heru mulai mengayunkan pantatnya hingga kurasakan batang kemaluannya menyusuri setiap inci liang kemaluanku. Nikmat sekali rasanya. Aku tak sempat mengerang karena tiba-tiba bibir Oom Heru sudah melumat bibirku. Lidahnya menyeruak masuk mulutku dan mencari-cari lidahku. Aku pun membalasnya.<br /><br />"Hmmgghh"<br /><br />Kudengar Oom Heru mendengus tanda birahinya sudah mulai meningkat. Gerakan batang kemaluannya semakin mantap di dalam jepitan liang kemaluanku. Aku merasakan betapa batang kemaluanya yang keras menggesek-gesek kelentitku. Aku pun mengerang dan tubuhku bergerak liar menyambut gesekan batang kemaluannya. Pantatku mengangkat ke atas seolah-olah mengikuti gerakan Oom Heru yang menarik batang kemaluannya dengan cara menyendal seperti orang memancing hingga hanya ujung batang kemaluannya yang masih terjepit dalam liang kemaluanku.<br /><br />Lalu setelah itu didorongnya batang kemaluannya dengan pelahan hingga ujungnya seolah menumbuk perutku. Dilakukannya hal itu berulang-ulang. Aku merasa ada semacam sentakan dan kedutan hebat saat Oom Heru menarik batang kemaluannya dengan cepat! (Belakangan aku baru tahu kalau itu namanya teknik sendal pancing setelah Oom Heru menceritakannya! Intinya teknik ini adalah mendorong secara pelan hingga batang kemaluannya masuk seluruhnya lalu menarik dengan cepat seperti orang menyendal saat memancing hingga hanya ujung batang kemaluannya yang masih tertinggal! Wow.. Ternyata teknik inilah yang kurasakan paling nikmat dan menjadi teknik favoritku!! Pembaca bisa mencobanya dan wanita ditanggung akan ketagihan deh!!).<br /><br />Napasku semakin terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang kini semakin tak tertahankan. Begitu besarnya batang kemaluan Oom Heru, sehingga lubang vaginaku terasa sangat sempit. Sementara karna tubuhnya yang berat, batang kemaluan Oom Heru semakin menyeruak ke dalam liang kemaluanku dan melesak hingga ke dasarnya. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang kemaluan Oom Heru menggesek-gesek dinding liang kemaluanku.<br /><br />Tanpa sadar aku pun mengimbangi genjotan Oom Heru dengan menggoyang pantatku. Semakin lama, genjotan Oom Heru semakin cepat dan keras, sehingga tubuhku tersentak-sentak dengan hebat. Slep.. slep.. slep.. sleep.. bunyi gesekan batang kemaluan Oom Heru yang terus memompa liang kemaluanku.<br /><br />"Akhh..! Aakhh.. Oomhh..!" erangku berulang-ulang. Benar-benar luar biasa sensasi yang kurasakan. Oom Heru benar-benar telah menyeretku menuju sorga kenikmatan. Persetan dengan keperawananku. Aku sudah tak peduli apapun.<br /><br />Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan nikmat yang luar biasa dari ujung kepala hingga ujung kemaluanku!! Tubuhku mengelepar-gelepar di bawah genjotan tubuh Oom Heru. Seperti tidak sadar, aku dengan lebih berani menyedot lidah Oom Heru dan kupeluk erat-erat tubuhnya seolah takut terlepas.<br /><br />"Ooh.. Oomh.. Akhh..!" akhirnya aku menjerit panjang ketika hampir mencapai puncak kenikmatan. Tahu aku hampir orgasme, Oom Heru semakin kencang menyendal-nyendal batang kemaluannya dari jepitan liang kemaluanku.<br /><br />Saat itu tubuhku semakin menggelinjang liar di bawah tubuh Oom Heru yang kuat. Tidak lama kemudian aku benar-benar mencapai klimaks.<br /><br />"Ooh.. Aauuhh.. Oomh..!" Jeritku tanpa sadar.<br /><br />Seketika dengan refleks jari-jariku mencengkeram punggung Oom Heru. Pantatku kunaikkan ke atas menyongsong batang kemaluan Oom Heru agar dapat masuk sedalam-dalamnya. Lalu kurasakan liang kemaluanku berdenyut-denyut dan akhirnya aku seolah merasakan melayang. Tubuhku serasa seringan kapas. Aku benar-benar orgasme!! Gerakanku semakin melemah setelah kenikmatan puncak itu. Oom Heru menghentikan sendalannya.<br /><br />"Bagaimana rasanya sayang..!" bisik Oom Heru lembut sambil mengecup pipiku.<br /><br />Aku pun hanya terdiam dan wajahku merona karena malu.<br /><br />"Istirahat dulu ya sayang" bisiknya lagi.<br /><br />Oom Heru yang belum orgasme membiarkan saja batang kemaluannya terjepit dalam liang kemaluanku. Kami kembali terdiam. Mungkin Oom Heru sengaja membiarkan aku untuk menikmati saat-saat kenikmatan itu. Aku kembali mengatur napasku sementara kurasakan batang kemaluan Oom Heru terus mengedut-ngedut dalam jepitan liang kemaluanku. Tubuh kami sudah mengkilat karena basah oleh keringat. Memang udara saat itu panas sekali, apalagi kami juga habis bergumul hebat ditambah kamar itu tidak ber AC, hanya kipas angin yang membantu menyejukkan ruangan yang sudah berbau mesum itu.<br /><br />Setelah beberapa saat Oom Heru yang belum orgasme itu mulai menggerak-gerakkan batang kemaluannya maju mundur. Kali ini dia bergerak tidak menyendal-nyendal lagi. Masih dengan posisi seperti tadi, yaitu kakiku menjuntai ke lantai dan pantatku terletak di tepi pembaringan. Sedangkan oom Heru tetap posisi setengah berdiri karena kakinya masih di lantai.<br /><br />Kembali gejolak birahiku terbangkit. Dengan sukarela aku menggoyangkan pinggulku seirama dengan gerakan pantat Oom Heru. Rasa nikmat kembali naik ke ubun-ubunku saat kedua tulang kemaluan kami saling beradu. Gerakan batang kemaluan Oom Heru semakin lancar dalam jepitan liang kemaluanku. Meskipun masih ada rasa sedikit ngilu, kubiarkan Oom Heru memompa terus lubang kemaluanku.<br /><br />Aku yang sudah cukup lelah hanya bergerak mengimbangi ayunan batang kemaluan Oom Heru yang terus memompaku. Batang kemaluannya yang hitam kecoklatan dan sudah berkilat karena basah oleh cairan licin yang keluar dari kemaluanku tanpa ampun menghajar liang kemaluanku. Edan tenan!! Liang kemaluanku dimasuki batang kemaluan sebesar itu. Kalau akau tak malu ingin rasanya aku menjerit meneriakkan kata-kata Oom Timbul dalam iklan jamu yang terkenal "Uenak tenaann!". Memang enak, bagi yang belum pernah merasakan boleh coba! Ditanggung ketagihan.<br /><br />Memang kupikir-pikir mendingan enak ngeseks begini daripada ikut-ikutan teman kuliahku yang sok idealis berdemo panas-panasan!! Memang banyak teman yang ngajak aku berdemo, tapi aku emoh! Ngapain toh enggak ada untungnya! Paling-paling kita cuman diperalat sama pemimpin demo! (Rupanya ada benarnya juga pilihan yang kuambil untuk tidak ikut-ikutan berdemo! Soalnya ternyata ketahuan ada beberapa rekan yang terima duit dari demo itu!)<br /><br />Oom Heru semakin lama semakin kencang memompakan batang kemaluannya. Sementara mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi dan leherku dan kedua tangannya meremas kedua buah dadaku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu nafsuku semakin memuncak kembali. Kurasakan kenikmatan mulai menjalar lagi. Bermula dari selangkanganku kenikmatan itu menjalar ke putingku lalu ke ubun-ubunku. Aku lalu balik membalas ciuman Oom Heru, pantatku bergerak memutar mengimbangi batang kemaluan Oom Heru yang dengan perkasa menusuk-nusuk lubang kemaluanku.<br /><br />Gerakan Oom Heru mulai semakin liar. Napasnya mendengus seperti kerbau gila! (Mungkin kerbau kalau lagi gila begini kali ya?) Pantatku kuputar-putar, kiri-kanan semakin liar untuk menggerus batang batang kemaluan Oom Heru yang terjepit erat dalam lubang kemaluanku. Aku pun semakin tak mampu menahan diri. Kusedot lidah Oom Heru yang menyelusup ke dalam mulutku. Tubuh Oom Heru mengejat-ngejat seperti orang tersengat listrik karena kenikmatan.<br /><br />Lalu di saat aku menjerit panjang saat merasakan orgasme untuk yang ke sekian kalinya. Oom Heru pun mengejat-ngejat.<br /><br />"Ough.. Ugh.. Ughh" dengan napas yang terengah-engah, Oom Heru yang berada diatas tubuhku semakin cepat menghunjamkan batang kemaluannya. Lalu<br /><br />Crrtt.. Crrtt.. Crrtt.. Crtt.. Crtt..<br /><br />Aku merasakan betapa batang kemaluan Oom Heru menyemprotkan air maninya dalam kehangatan liang kemaluanku. Matanya membeliak dan tubuhnya terguncang hebat. Batang kemaluannya mengedut-ngedut hebat saat menyemburkan air maninya. Aku merasakan ada semprotan hangat di dalam sana, nikmat sekali rasanya. Rupanya kami mencapai orgasme yang bersamaan.<br /><br />"Teruss.. teruss.. putarr sayanghh..!" dengus Oom Heru. Aku pun membantunya dengan semakin liar memutar pinggulku.<br /><br />Beberapa saat kemudian tubuhnya ambruk hingga menindih tubuhku. Batang kemaluannya tetap terjepit dalam liang kemaluanku. Sementara aku merasakan ada aliran cairan yang mengalir keluar dari liang kemaluanku. Napas kami menderu selama beberapa saat setelah pergumulan nikmat yang melelahkan itu.<br /><br />Gila, air mani Oom Heru luar biasa banyaknya, sehingga seluruh lubang kemaluanku terasa kebanjiran. Bahkan karna begitu banyaknya, air mani Oom Heru belepotan hingga ke bibir kemaluanku. Berangsur-angsur gelora kenikmatan itu reda. Untuk beberapa saat Oom Heru masih menindihku, keringat kami pun masih bercucuran. Batang kemaluannya yang sudah mulai melemas secara perlahan terdorong keluar oleh kontraksi otot liang kemaluanku. Hingga tiba-tiba tubuh kami berdua seperti tersentak saat batang kemaluan itu terlepas dari jepitan kemaluanku.<br /><br />Plop..<br /><br />Seperti tutup botol yang terlepas saat batang kemaluan itu terlepas dari jepitan liang kemaluanku. Kami tersenyum.<br /><br />"Enak sayang?" bisiknya mesra."Kamu sungguh hebat Anna. Oom sayang sekali sama Anna" ia merayu lagi setelah memperoleh kenikmatan dariku.<br /><br />Setelah itu ia menggulingkan tubuhnya berguling kesampingku. Mataku menerawang menatap langit-langit kamar. Ada sesal yang mengendap dihatiku. Tapi nasi sudah menjadi bubur! Air mani sudah terlanjur mengucur! Biarin deh! Apa yang terjadi terjadilah. Que sera sera! Demikian pembenaranku.<br /><br />"Maafkan Oom, Anna. Oom telah khilaf" bisik Oom Heru lirih.<br /><br />Aku tidak menjawab, aku duduk dan bermaksud membersihkan ceceran air mani Oom Heru yang berceceran di bibir kemaluanku. Aku kembali tercenung melihat betapa cairan mani yang mengalir keluar dari liang kemaluanku sedikit kemerahan karena darah perawanku. Ya perawanku telah terenggut oleh Oomku! Adik kandung ayahku sendiri!! Untuk beberapa saat tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua.<br /><br />Namun rupanya penyesalanku tidak berlangsung lama. Kenikmatan mengalahkan rasa sesalku. Hari itu kami melakukannya lagi berulang-ulang seperti layaknya pengantin baru. Oom Heru mengajariku berbagai gaya yang aneh-aneh! Memang keadaan sangat mendukung karena kedua orangtuaku baru pulang setelah petang. Jadi siang itu kami benar-benar mereguk kenikmatan sebebas-bebasnya. Dari beberapa gaya yang diperkenalkan Oom Heru, hanya gaya "sendal pancing" itulah yang paling berkesan bagiku dan menjadi gaya favoritku.<br /><br />Sejak saat itu aku menjadi kekasih Oom ku sendiri. Tentunya tanpa sepengetahuan ayahku. Dan setiap ada kesempatan kami selalu melakukannya di manapun dan kapanpun! Benar pembaca aku menjadi tergila-gila dengan yang namanya seks! I become addicted to cock since then!stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-26784807546592092332010-07-22T03:46:00.001-07:002010-07-22T03:47:01.504-07:00Demi Hidup Aku Rela Jadi Pemuas NafsuDemi Hidup Aku Rela Jadi Pemuas Nafsu<br /><br />Rahma (nama samaran) gadis yang malang penuh dengan siksaan dan paksaan orang tua, yang akhirnya terjun kedunia hitam jadi bulan-bulanan nafsu sex para lelaki hidung belang. Rahmah tidak tahu kemana lagi mengadukan nasipnya, hanya di benaknya bagaimana bisa makan dan tidur. Ramah coba-coba ingin merubah nasip menjual diri di café-café dengan. Hal ini Ramah menceritakan kisahnya pada penulis.<br />Di suatu malam yang sangat dingin, hujan grimis mengguyur tubuh penulis yang saat itu melintas di ruas Jalan Marelan tiba-tiba tidak di sengaja terlihat seorang gadis yang menggunakan gaun tembus pandang. Tubuhnya yang mungil dan cantik di terpa angin yang kencang. Sekali-sekali dirinya menggigil menahan dinginnya cuaca malam itu. Penulis yang masih terus penasaran melihat tindakan gadis tersebut. Terlintas juga dalam benak penulis “gadis cantik seperti itu lagi ngapain di muka cafe ? sementara di dalam café pengunjung sepi ” inilah yang terlintas dalam benak penulis.<br /><br />Akhirnya penulis mencoba memberanikan diri menyapa gadis yang memakai baju warna putih tembus pandang. “Hai… lagi ngapain mbak ? dia mejawab dengan ramah ” ngga ada, cuman nongkorong doang.” Selanjutnya penulis mengenalkan diri pada gadis cantik tersebut mengaku namanya “Ramah”. Kurang lebih limabelas menit dimuka café, penulis mengajak gadis itu kedalam café. Sesampainya dalam café penulis menanyakan “Ramah minum apa ? ” dijawabnya terserah apa aja bang. Pelayan café juga tiba di muka kami, yang tidak kalah sexsi dan cantiknya dari Ramah memakai rok mini di atas lutut. Pelayan café sangat ramah juga genit, sekali-sekali tangannya suka menggoda dan merabah-rabah paha pengunjung.<br /><br />Hujan grimis masih membasahi jalan raya, cuacapun semakin dingin, pengunjung café sudah kosong, tinggal kami berdua dan dua orang pelayan café, saat itu jam 1.30 Wibb. Ramah yang dari tadi hanya tertunduk sepertinya butuh perhatian, sekali-sekali Ramah menebarkan senyum yang menggoda.<br /><br />Panjang lebar cerita hujanpun tidak kunjung berhenti, minuman Jus sudah habis, pemilik café menyhiapkan barang-barangnya untuk tutup. Ramah mulai buka cerita dengan sifat yang agak malu-malu, sambil mengatakan “bang cafenya sudah maututup kita cek in yo? ” mendengar ajakan Ramah penulis terdiam sejenak. Ramah sepertinya tidak habis pikir, kenapa saya tidak mau menjawabnya. Ramah bertanya lagi ” bang ayo donk…! aku mau cerita lebih jauh lagi ama abang. Akhirnya aku kabulkan ajakan Ramah karena penuh dengan harapan akan mendapat cerita dari Ramah.<br /><br />Akhirnya kami bergegas mau pergi, pemilik café langsung menegur “abang mau pulang ? aku jawab ia tante. Nanti sakit, inikan masih hujan…! Aku jawab “kayaknya hujannya ini lama tante”. Kami pulang tante ? di jawabnya ia…! Hati-hati di jalan licin bang. Aku jawab lagi ia tante.<br /><br />Kami langsung menuju ke arah Simalingkar salah satu café and bar dekat Hotel Royal Sumatera. Sewaktu dalam perjalanan Ramah memeluk aku sangat kencang sepertinya takut kehilangan. Dalam perjalan itu aku bertanya “Ramah kamu cantik, kok maunya kerjaan seperti ini ? ” Jawab Ramah “bang kalau masih ada kerjaan yang lebih hina dari sini akan kurjakan walaupun itu pahit. Maksud Ramah gimana ? Ramah juga tidak mau kerja ini tapi orang tua Ramah sendiri menghancurkan masa depan Ramah.<br /><br />Ramah tidak diterima dilingkungan keluarga lagi bang. Kalau kuceritakan kehidupan aku mungkin satu malam ini belum selesai. Tapi itupun kalau abang mendesakku nanti ada waktunya bang, Ramah akan ceritakan semuanya buat abang. Kamipun sampai dalam tujuan, aku kaget Ramah rupanya sudah dikenal dicafé tersebut. Sesampainya dicafe Ramah langsung didekati seorang laki-laki separuh baya yang notabenya om-om. Yang pasti aku tidak tahu persis apa cerita orang itu, hanya melihat Ramah dipeluk silaki-laki tadi dengan erat sambil mencium bibir Ramah di tengah-tengah lampu yang samar-samar.<br /><br />Lanjut cerita gadis malang itu mulai bergegas mau pergi bersama silaki-laki yang kehausan nafsu dengan kondisi setengah mabuk. Sebelum pergi Ramah mendekatiku sambil mengatakan “bang Ramah mau pergi, pokonya besok aku hubungi abang, ok bang ?” aku mengiyakannya. Ramah langsung pergi menaiki mobil laki-laki itu untuk meninggalkan café. Akupun tidak tinggal diam untuk melacak mangsa tulisanku luput sampai disitu. Kupanggil pelayan café untuk membayar minuman. Tapi lain jawaban pelayan “bang minumannya sudah dibayar om tadi”. sebelum pergi meninggalkan café kuberikan tip sama pelayan café yang menemaniku untuk pamitan pulang.<br /><br />Sampai dimukan café kuperhatikan mobil laki-laki itu kemana arahnya. Kuikuti dari belakang sampai mobil itu belok kesalah satu tempat penginapan yang berkelas di Simalingkar. Ya…kutinggalkan setelah dapat kepastian mereka menginap di hotel tersebut.<br /><br />Sesampainya di simpang kampus Universitas Sumatera Utara (USU) aku berhenti di satu café kecil minum (TST) Teh Susu Terlor. Selama satu jam aku di café itu, tiba-tiba ponselku bunyi dengan nada panggilan. Kuangkat poselku kulihat nomornya sepertinya tidak aku kenal. Aku sempat kaget tengah malam kegini siapa lagi yang menghubungiku terlintas dalam benak aku. Ponsel berbunyi terus kubiarkan sampai tiga kali panggilan baru kuangkat.<br /><br />Sangat kaget mendengar sautan dalam posel itu terdengar suara perempuan baru kukenal. Menjawab pertanyanku dengan manja sambil mengajak aku untuk menginap. Mendengar ajakan ini aku tidak percaya bahwa Ramah mau menginap bersamaku, sementara dianya masih bersama laki-laki barusan 2 jam kutinganggalkan.<br /><br />Ramah mengatakan kalau laki-laki tadi tidak bisa menginap sampai pagi, karena takut ketahuan sama istri dan anaknya. Aku tanya ini no HP siapa ? Ramah jawab om tadi kupinjam. Kutanya lagi berarti dia masih ada di ruang kamar ? Ramah menjawab ia, tapi dia udah mau pulang bang, abang datang ya ? aku tunggu Ramah tidak ada kawan, cepat donk bang. Desakan ini aku tidak mudah terpengaruh, karena takut ada kejadian yang tidak di inginkan nanti.<br /><br />Kurang lebih 30 menit hari hampir pagi jam 4.23 Wibb aku menghubungi Ramah melalui ponselnya. Ramah mengangkat dengan nada kesal “abang dimana kok ngga datang ?. cepat donk aku tidak ada kawan nih…!. Akhirinya aku beranikan diri balik lagi kehotel tersebut. Kuperhatikan mobil silaki-laki setengah baya yang tadi kutinggalkan di tempat parkir, memang tidak ada. Aku tanya langsung pejaga hotel, menjawabnya sudah pulang bang, abang itu tiap menginap di hotel ini sampai jam 3.00 Wib saja bang.<br /><br />Abang mau ngapain ? kujawab dengan nada yang ramah dan sopan “aku barusan di hubungi cewek kawan bapak tadi. belum habis aku ngomong langsung penjaga itu potong Ramah bang ? katanya, ia bang. Ada di kamar 19, masuk aja bang, ngga apa-apa itu disini bisa kita jaga kemanan. Ok bang terimakasih yang bang, aku balik jawab. Langsung menuju kekamar no 19 kuketuk pintu kamar langsung di buka gadis seorang diri dengan mengenakan gaun tidur tembus pandang. Sepertinya Ramah tidak memakai BH als pembalut buah dada, hanya segi tiga transparan yang nampak. Mulai dari ujung rambut kuperhatikan sampai ujung kuku serta seisi dalam kamar itu sebulum masuk. Diperselakan masuk sambil menarik tanganku kedalam, “kok takut-takut masuk donk bang, ngga apa-apa kok”. Tanggan Ramah yang nakal hampir membuat aku jadi tidak terkontrol.<br /><br />Ramah memang cantik, putih dan seksi tidak di temui satupun bekas luka ditubunya. Tangannya yang mulus, lembutnya belain penuh dengan rasa sayang. aku tertunduk sejenak di pinggir tempat tidur sambil mengisap rokok Sampoerna, sementara Ramah tidur dipagkuan aku sambil memeluk pinggangku. Rokok sudah habis aku ambilkan tas kecilku yang di dalamnya ada alat perekam suara, langsung kuhidupkan. Ramah memang nakal, mau tahu aja apa isi dalam tas aku. Dia mengambilnya dan mengeluarkan tipe rekamannya, memutar balik isi kaset. Baru Ramah tahu mulai dari perteman tadi dianya ngomong aku rekam. Saat itu juga gadis yang seksi, manja mencubitku dengan kesal. “abang kok tega kali merekam suara Ramah, untuk apa bang ?, abang wartawan ya ? jahat abang, aku ngga mau lagi cerita ama abang. Rupanya abang wartawan pantasan abang mulai dari tadi ngebutkali mendengar kisah Ramah kenapa terjuan kedunia malam”.<br /><br />Ramah yang dari tadi nakal, kontan langsung terdiam dan membelakangi aku. Sementara radio rekamannya dia pegang, aku minta dia ngga kasih. Bahkan dia mengatakan “abang puas ya menanyai Ramah hanya untuk kesenangan abang, malunya untuk ramah, berarti abang ikut donk menghancurkan Ramah dan mempermalukan ramah di muka umum”.<br /><br />Aku berusaha meyakininya dengan rasa sayang, kukecup pipinya yang menandakan aku bukan untuk mempermalukannya. Tapi aku ingin mengangkat kisahnya untuk membantu sakit hati Ramah yang selama ini dipendam seperti bara yang sangat merah dan panas. Ramah kupeluk, kusayang, akhirnya Ramah mengalah memberikan rekamannya.<br /><br />Ramah yang marah akhirnya bisaku redahkan kemarahannya. Sampai setengah jam Ramah tidak mau cakap, Ramah diam dengan posisi tengkurap di atas tempat tidur yang empuk tanpa menghiraukan aku. Aku termenung sejenak memikirkan cara apa lagi kubuat untuk mengajak Ramah ceritakan kisahnya. Dengan ide yang cemermalang terlintas di benakku untuk merayu dengan posisi yang sama. Akhirnya pertahaan Ramah kandas juga, Ramah membalikkan tubuhnya dengan posisi miring menghadap aku. Dia senyum sambil memelukku sambil bertanya. Apasih gunanya abang muat di koran kisah Ramah ? abang jahat kali ya ? apa memang wartawan seperti itu ? sukanya memberitakan kesusahan orang lain. Aku jawab dengan nada yang ramah serta menebar senyuman yang memikat hati Ramah agar ianya dapat yakin dan percaya.<br /><br />Ramah yang manja dan seksi akhirnya luluh tersenyum dengan iklas meceritakan kisah hidupnya sampai terjun ke dunia hitam untuk memuaskan nafsu lelaki hidung belang.<br /><br />Ramah bercerita pajang lebar tentang kisah hidupnya pada penulis pada pukul 4.30 Wib sampai pukul 7.30 pagi. Berawal dari ceritanya gadis cantik ini sangat lugu takut dengan laki-laki, bahkan banyak sekali kawan-kawan Ramah yang mengejeknya kampungan. Tapi itu semua tidak pernah dia masukkan dalam hati hanya dianggapnya sebatas kuping saja. Waktu itu Ramah masih duduk di bangku SMA Swasta kelas dua di Medan. Dengan keluguan Ramah banyak sekali para lelaki satu lokalnya menaruh hati sama aku. lain orang lain tingkah lakunya beratus teori yang di buat cowok-cowok keren yang mendekatinya, yang namanya cinta belum juga ada di benaknya. Suatu waktu yang tidak di sangka Ramah ketemu dengan seorang pemuda yang baik hati ianya Roni (nama samarannya) berhasil memikat hati Ramah.<br /><br />Penuh dengan rayuan dan kemesrahan yang berjalan cukup lumayan sampai kejenjang penikahan. Awal dari kesukaan Ramah pada Roni penuh dengan kejujuran dan kebaikannya di mata Ramah membuatnya tergila-gila dengan Roni. Saat yang di nanti-nantikan Roni mulai berani bercanda mengajak Ramah jalan-jalan ke salahsatu tepat perbelanjaan. Ajak ini tidak disangkah Roni kalau ramah langsung menyetujuinya. Perjalananpun dilanjutkan kesebuah plaza dengan mesra Roni memberanikan dirimemegang jari tangan Ramah yang lembut dan halus.<br /><br />Sentuhan itu membuat hati Ramah berdebar-debar seperti baru terkena strum listrik. Padahal menurutnya banyak cowok yang jahil menyentuh tangannya, satupun belum pernah ia rasakan detak jantung seperti ini. Ramah membalas sentuhan tangan Roni sampai pada gemgaman yang gemas sama-sama dilakukan. Roni menarik tangan Ramah sambil mengecup kulit tangan Ramah yang halus penuh dengan arti dan kasih sayang yang tidak bisa dituturkan.<br /><br />Sesampai plaza Ramah mengajak Roni keliling-keling di dalam plaza. Aku mulai sudah lelah Roni juga kelelahan. Aku kasihan melihat Roni aku ajak dia pulang kerumahku, sesampainya kami dirumah ternyata kedua orang tuaku bekum juga pulang kerja, yang ada adik aku barung pulang sekolah. Kami melanjutkan ngobrolnya di ruang tamu sambil nonton TV Flim Sinetron yang di bintangi Rano Karno sema menjalin cinta remaja di bangku sekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 Wibb Roni dengan sopan berpamitan sama aku. Dengan kesopanan Roni juga membuat aku terus bertambah sayang dan cinta sama dia.<br /><br />Tanpa kami sadari Tiga bulan sudah berjalan hubungan aku dengan Roni. Hubungan baik itu melalui telepon atau ketemu disekolah terus berlanjut. Roni sudah mengenalkan aku pada orang tuanya, dan aku sudah mengenalkan Roni pada kedua orang tuaku. Semula kedua orang tuaku tidak pernah mempersoalkan hubunganku dengan Roni sampai kami naik kelas tiga. Sewaktu hari libur kawan-kawan aku mengajak rekreasi dipantai kasan.<br /><br />Roni menyetujuinya, aku senang karena Roni mau ikut bersama-sama. Kami berangkat tiga pasangan yang semuanya pacaran, ongkos kami kumpul-kumpul bersama. Tiba waktunya aku pun menunggu angkot berjanji jumpa di sipang Amplas. Pukul 9.30 wibb sudah kumpul semuanya, langsung menaiki mobil bersama-sama kepemandian. Sesampainya di sana masing-masing pasangan berpencar menyewa gubuk yang ada dipinggir pantai. Roni masih malu-malu untuk menyewa gubuk buat kami berdua yang di luar. Dia menatapku dengan penuh kasih sayang aku mengkedipkan mata agar Roni berani menyewakan gubuk buat kami. Akhirnya Roni mengajak aku menyewa gubuk pas dipinggir pantai. Cuaca mulai mendung kami ganti baju untuk sama-sama berenang. Satu jam penuh berenang perut mulai mulas dan terasa nyeri menahankan lapar. Setenga jam kemudian kami dengan bersama-sama berhenti mandi untuk makan di tepi pantai Kasan.<br /><br />Mandi sudah, makanpun sudah tinggal istrihat dulu baru nunggu sore baru mandi lagi siap mandi baru pulang. Kebetulan siap makan hujan grimis pun tiba, kami sangat khawatir kalau pantai ini akan meluap nantinya. Tapi kekawatiran ini hilang begitu saja sesaat aku berdua dengan Roni di dalam gubuk. Hujan makin lebat, Roni menutup pintu gubuk, suasana makin dingin Roni menatapku dengan lembut. Saat aku menggeser posisi dudukku Roni menarik tanganku, sambil merangkul bahuku. Aku terkejut dengan napas yang agak kencang, jantungku berdebar-debar ada rasa benci dan suka. Roni tidak menghintakan jemarinya di bahuku, tangannya mulai menjulur ke pinggangku meletakkan tangannya di atas pahaku yang di balut dengan celana renangku yang basah kuyup.<br /><br />Roni mencium leherku dan kupingku, aku meronta dengan kecil sambil mengatakan jangan bang, nanti kalau kita sudah kawinkan abang bisa melakukannya. Roni tidak mendengar keluhanku bahkan ia merayuku dengan kata-kata dan gombalan sambil mengatakan “aku mau bertanggung jawab untuk mengawinimu, aku sumpah demi tuhan” kebetulan Roni beragama Islam aku keristen. Kutanya roni lagi apa orang tua abang mau menerimaku ” dia jawab aku sudah bilang sama orang tuaku mereka setujuh, terserah pilihan aku ” akhirnya pertahananku kandaslah sudah. Aku pasra Roni menciumi aku mulai dari ujung rambut sampai kakiku, dengan penuh rasa sayang dan menikmati keindahan tubuhku.<br /><br />Aku tidak tahan perlakuan Roni, membuat aku macam cacing kepanasan sambil membalas cubuan Roni. Melihat perlawanku Roni semakin semangat sambil berusaha membuka baju dan celana renangku, dengan sekejap baju dan celanaku sudah lepas dari tubuhku. Tubuhku yang putih mulus hanya di balut segi tiga dan BH. Melihat kemontokan tubuhku Roni sempat terpelongo sejenak melihat pemandangan yang tidak pernah dilihatnya secara langsung selain dengan menonton fliim biru.<br /><br />Dengan secepat kilat Roni melepaskan seluruh pakaiannya yang melekat di tubuhnya. Aku terkejut dan malu melihat Roni telanjang bulat di hadapanku, dadanya yang kekar ditumbuhi bulu-bulu halus. Aku teringat kata-kata kawan aku, kalau ada bulu tubuh di dada pria nafsunya tinggi, mengingat ini akau gemetar. Tanpa di komandoi tangan Roni yang lincah membuat aku kehilangan konstrasi. Aku gelagapan menyeimbangi jamahan dan ciuman yang di lakukan Roni samaku.<br /><br />Aku hampir lemas dengan cumbuan Roni yang membuatku tidak sadar diri sumua pembalut tubuhku telepas sudah seperti anak yang baru dilahirkan tanpa sehelai benangpun yang menghalanginya. Roni mulai meningkatkan serangannya maaf pembaca “dengan menjilat milikku yang paling berharga”. Aku tidak tahu apa lagi yang dilakukan Roni yang jelas membuat aku menggelinjang-gelinjang.<br /><br />Roni menindihku sambil membuat ancang-ancang diatas tubuhku sambil mengarahkan basokanya sambil menciumi leherku dan telingaku. Saat tubuh Roni peling bawah menekan milikku terasa nyeri dan sakit. Mendengar jeritanku Roni merasa kasihan dan menghentikan aksinya sebentar. Sambil mempermainkan buah kembar milikku, selang beberapa minit Roni mengulangi aksinya sambil menekan dengan pelan-pelan, tapi sangat luar biasa sakitnya. Aku baru kali itu di cium laki-laki, apalagi untuk di gitui.<br /><br />Roni mulai tidak sabar menikmati milikku, akhirnya dia menekannya dengan keras, aku menjerit kesakitan. Roni berhasil membongkar pintu milikku yang kian lama kujaga, Roni tidak bergerak dia membiarkan miliknya didalam miliku. Sekali-sekali Roni mengangkat tubuhnya dengan lembut, aku mulai merasakan nikmat bercampur sakit kurang lebih lima belas menit Roni mengerang dan terkulai lemas di sampingku.<br /><br />Aku memaki diriku sambil menangis, kenapa aku segampang itu mengikuti godaan setan yang menimpahku. Aku mau duduk terasa sakit di selangkanganku, Roni kulihat dengan senyum sambil memeluk aku. dia meyakinkan aku bahwa dirinya tidak akan menyia-nyiakanku sampai kapanpun dia tetap bertanggungjawab katanya padaku. Dengan kata-kata bang Roni membuat aku tidak ada apa-apanya dimuka dia aku tertunduk dan patuh pada perintahnya.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-39741813678073021032010-07-22T03:43:00.000-07:002010-07-22T03:47:01.511-07:00Pengalaman Seks Dengan PemulungPengalaman Seks Dengan Pemulung<br /><br />Sepandai pandai tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah jua. Begitulah kisah yang ingin aku paparkan kali ini. Oleh kerana terlalu taksub dengan nafsu, aku akhirnya terpaksa kahwin dengan Yati. Bagi yang pernah membaca cerita aku yang dahulu, Yati adalah pemungut sampah di kolej tempat aku belajar. Aku mula berhubungan seks dengan Yati sejak 2 bulan yang lalu.<br /><br />Hari itu cuti semester bermula. Di aras kediaman aku, hampir semua pelajar telah pulang ke kampung halaman masing masing. Namun, Yati tetap meneruskan pekerjaannya setiap pagi. Aku memutuskan untuk tidak pulang ke kampung sehinggalah bermulanya Hari Raya. Ini kerana aku mahu menikmati tubuh Yati sepuas hati, walaupun aku terpaksa membatalkan puasa sebab berhubungan seks dengannya.<br /><br />Seperti biasa, Yati datang memungut sampah. Aku pun mengajaknya masuk ke tandas. Seperti biasa, dia akan menggeleng kepala tetapi akhirnya akan masuk juga. Sebaik sahaja Yati masuk ke bilik mandi, aku terus meraba-raba teteknya dari belakang. Yati seperti biasa akan memejamkan mata dan menikmatinya.<br /><br />Setelah meraba-raba teteknya, Yati memberitahu aku bahawa dia perlu menyiapkan tugasnya dahulu sebelum pukul 10 pagi. Dia kata akan datang ke bilik aku pada 10.30 pagi nanti. Aku pun bersetuju sahaja walaupun batang aku telah mula keras. Aku mencium pipinya dan kemudian aku balik ke bilik aku sendiri.<br /><br />Aku terasa bosan keseorangan di dalam bilik. Aku mencapai VCD lucah lalu menontonnya di bilik seorang diri. Oleh kerana adegannya telah aku tonton berulang kali, aku mampu bertahan dari melakukan onani. Aku mahu bermain terus dengan Yati sebaik sahaja dia datang. Habis sekeping VCD, aku menonton VCD yang lain pula.<br /><br />Jam menunjukkan 10.35 pagi. Yati masih belum muncul lagi. Aku menelefon telefon bimbitnya. Telefon bimbit itu aku hadiahkan kepadanya minggu lepas untuk memudahkan aku menghubunginya. Tak mahal, RM 150 sahaja, second hand. Selain itu, terpaksalah menanggung RM 30 belanja top up setiap bulan.<br /><br />“Ya sayang, kejap lagi Yati sampailah”.<br /><br />Memang benar, baru habis sahaja perbualan itu, pintu aku diketuk. Aku terus membukanya, Yati menoleh ke kiri dan ke kanan untuk melihat keadaan sekeliling sebelum masuk. VCD lucah yang masih on di komputer aku sedang memaparkan adegan heroine sedang mengulum zakar lelaki.<br /><br />Aku mengajak Yati menonton VCD itu. Tak sampai 5 minit, Yati mula berasa gelisah. Tangan aku pun semakin nakal memainkan peranan mengusap usap pehanya, lambat laun masuk ke dalam seluarnya. Yati menyerah sahaja. Aku mendapat signal lampu hijau, lalu tangan aku mula membuka bajunya. Yati seperti biasa hanya menanti perbuatan aku sahaja.<br /><br />Hari itu Yati memakai coli half cup, tidak seperti dulu memakai full cup. Aku pun memulakan jilatan di dari leher ke puting tetek kiri, kemudian puting tetek kanan, seperti membuat segitiga dengan lidah aku. Bila sampai di bahagian puting, aku akan berhenti seketika dan menghisap lama-lama puting sehingga puting Yati terasa keras dan panjang. Yati mengeluh kuat semasa aku melakukannya.<br /><br />Aku ulangi perbuatan menjilat itu 3 ke 4 kali sebelum Yati menekan kepala aku ke bawah. Aku faham apa yang Yati mahukan. Lalu aku pun membuka seluarnya terus dengan celana dalamnya sekali. Memang sah Yati telah terangsang kuat sebab pantatnya telah basah. Aku yang sememangnya suka menjilat pantat perempuan terus menjilat tanpa menunggu isyarat lain dari Yati.<br /><br />Yati membuka kakinya semakin lebar bagi membolehkan aku menjilat dengan lebih selesa. Aku pun mencari kelentitnya dan terus menumpukan hujung lidah aku di kelentitnya. Aku melajukan frekuensi lidah aku bergetrar di kelentitnya. Yati seperti terkena kejutan elektrik, badannya bergoyang goyang dan menekan nekan kepala aku. Aku tahu Yati akan orgasme tidak lama lagi, aku melajukan lidah aku dan akhirnya..<br /><br />“Ah, ah, ah.. Yati keluar, Bang”. Aku menjilat semuanya cecair wanita yang keluar dari pantatnya. Masin, payau-payau rasanya.<br />“Tolong jilat batang Abang pula, Yati”, aku berkata kepada Yati lalu terus menanggalkan seluar. Aku berbaring di atas katil aku. Yati menggelengkan kepala, tetapi aku tekan kepalanya menghala ke batang aku.<br />“Tolonglah Yati, kan Abang sanggup jilat Yati punya, kenapa pula Yati tak sanggup?”.<br />“Gelilah Bang, tak naklah”, Yati menjawab. Aku terus memujuknya..<br />“Kalau Yati tak sanggup jilat, maknanya Yati tak sayang kat Abang.”<br /><br />Sambil itu, aku terus menekan kepala Yati mendekati batang aku dan Yati mula membuka mulutnya. Yati yang tidak pernah menjilat batang aku selalu terkena giginya. Aduh, sakit juga bila terkena gigi Yati. Tapi, lama kelamaan, Yati mula pandai setelah aku ajar.<br /><br />Aku suruh Yati jilat bahagian kepala batang aku dan tumpukan pada bahagian tempat keluar air kencing atau mani. Aduh, syok gila rasanya. Baru sekejap Yati menjilat di situ, aku suruh Yati berhenti sebab aku hampir terkeluar. Aku berhenti sekejap sebelum menukar ke posisi doggie dengan Yati.<br /><br />Bilik aku di asrama ada satu katil bujang. Ruangnya agak sempit, tapi untuk posisi doggie, cukup cukup ruangnya. Aku masukkan batang perlahan lahan, mahu menikmati setiap inci pantat Yati. Ah, sedapnya pantat Yati. Oleh kerana pantatnya telah basah, aku tidak sukar masukkan batang aku seluruhnya ke dalam pantat Yati.<br /><br />Kepala Yati naik turun berkali kali semasa aku mula menghenjut henjut batang aku. Aku melakukannya perlahan lahan sebab aku dari tadi telah hampir orgasme. Bila terasa hampir orgasme, aku mencabut batang dan membiarkan satu minit. Kemudian, aku masukkan semula. Aku membuat perlahan lahan sebab Yati juga susah mencapai orgasme keduanya selepas orgasme pertama.<br /><br />Dari perlahan lahan, aku semakin cepat sorong tarik batang aku di pantat Yati. Jeritan Yati juga semakin jelas dan dia semakin menghampiri orgasmenya. Tak lama kemudian, aku memancutkan air mani aku dan tak sempat mencabut batang aku. Pancutkan air mani di dalam pantat perempuan memang sangat seronok rasanya. Lebih lebih lagi kalau mencapai orgasme bersama-sama perempuan, batang akan rasa seperti disedut sedut ke dalam vakum. Tapi hari itu aku tak dapat capai bersamanya.<br /><br />Yati nampak kecewa. Aku masukkan satu jari ke dalam pantatnya sebab aku agak dia belum mencapai orgasme. Aku melajukan gerakan jari aku, agak lama juga aku mainkan jari aku.<br /><br />“Ah, ah, ah..”, jerit Yati tapi belum mencapai orgasme.<br /><br />Tangan aku mula lenguh, dah lama betul aku rangsang dia, kenapa tak puas puas lagi. Aku buat keputusan untuk masukkan dua batang jari pula. Kali ini aku tumpukan betul betul pada kelentitnya. Aku meraba raba kelentitnya dengan frekuensi yang sangat tinggi. Hampir tak nampak dengan jelas tangan aku sebab menggentel-gentel kelentit Yati dengan cepat.<br /><br />“Ahh. Gelinya Bang, ahh, jangan..” Yati menjerit jerit.<br /><br />Perempuan memang macam tu.. Semakin kata tak nak, sebenarnya semakin dia nak. Aku melajukan gerakan tangan aku. Tak lama kemudian, jari aku basah. Yati menjerit kepuasan..<br /><br />“Yati keluar, ahh, ahh, ahh..” Akhirnya Yati mencapai orgasme.<br /><br />Kami berdua keletihan dan tertidur sebelah menyebelah di katil aku yang sempit itu. Sambil baring di sebelahnya, tangan aku memegang teteknya semasa tidur.<br /><br />Aku terjaga dari tidur kerana bunyi hon kereta di bawah asrama. Aku bangkit dari katil, Yati mengeliat tapi tak terus bagun. Aku melihat dari celah tingkap, ada satu kereta Proton Wira yang berwarna hitam. Seingat aku, kawan kawan aku tiada yang ada Proton Wira hitam. Ahh, pedulikan semua itu. Aku kembali ke Yati yang masih berbogel dan mula menjilat jilat lehernya.<br /><br />“Geli lah Bang”, begitulah reaksi Yati. Tapi aku tak peduli semua tu.<br /><br />Aku terus menolong Yati untuk mandi kucing. Dari lehernya, aku menjilat ke bahagian teteknya. Aku menjilat dengan seperti melukis bulatan dengan lidah di tetek kirinya dan berpusar menuju ke putingnya. Yati hanya menutup mata menikmati perbuatan aku. Habis tekek kiri, giliran tetek kanan. Dari kanan menuju pula ke kiri. Yati nampaknya semakin bernafsu. Aku juga tidak boleh tahan lama.<br /><br />Kali ini aku mahu Yati pula yang take control. Aku berbaring di atas katil dan menyuruh Yati untuk masukkan batang aku perlahan lahan ke dalam pantatnya. Dia menurut. Perlahan lahan batang aku mula tenggelam ke dalam pantat itu. Yati mula menggoyang goyang pinggulnya.<br /><br />“Yes, ahh yes”.<br /><br />Yati menjerit jerit sambil menunggang kuda. Posisinya betul betul seperti orang menunggang kuda. Yati menunggang aku semakin cepat. Batang aku terasa dikemut kemut kuat, aku hampir terpancut, mujur aku dapat menahan nafas dengan betul dan mengelakkan dari terpancut. Yati orgasme lagi. Aku suruh Yati lancap aku sampai keluar air mani. Dia menurut. Oleh kerana aku memang telah terangsang hebat, aku keluar dengan cepat. Tak sampai pun 10 kali Yati mengocok batang aku, aku terpancut air mani ke teteknya.<br /><br />Tiba tiba pintu aku diketuk kuat. Otak aku kosong seketika, aku masih menikmati sisa orgasme yang aku alami tadi sebelum aku kembali ke dunia sebenar. Pintu aku diketuk semakin kuat. Aku mula takut dan segera memakai semula pakaian aku. Yati juga segera berpakaian semula. Aku menyuruh Yati segera menyorok di dalam almari baju aku. Yati menurut.<br /><br />Aku menghampiri pintu itu. Kepala aku berfikir-fikir apa alasan yang harus diberi. Pedulikan semua itu, katakan saja aku keseorangan di dalam bilik. Bila pintu dibuka, dua orang lelaki masuk ke bilik aku. Aku memang kenal mereka ni. Yang pertama adalah warden asrama blok aku, yang satu lagi adalah pengetua kolej aku. Apabila melihat saja muka mereka, darah aku tersirap seketika. Mereka mengatakan ada orang kehilangan sejumlah wang yang besar dan perlu membuat pemeriksaan mengejut di bilik aku.<br /><br />Mereka kelihatan tegas dan berkata ingin membuat pemeriksaan ke atas bilik aku. Aku yang sangat cemas ketika itu cuba memikirkan sedaya upaya cara untuk mengelak mereka menyelongkar bilik aku. Aku berpura-pura mendapat panggilan telefon kecemasan dari kawan yang mengatakan ada hal kecemasan tetapi mereka tidak mempedulikan helah aku.<br /><br />Bilik aku diperiksa. Aku tidak dapat berbuat apa apa selain melihat sahaja. Dari meja aku mereka selongkar, kemudian laci aku. Apabila mereka ingin membuka almari, aku menghalang lagi sekali. Tapi aku ditolak dengan kasar ke tepi. Nah, terbukalah almari aku dengan Yati tanpa seurat benang pun di dalam..<br /><br />“Ya, Allah. Apa yang kamu berdua buat di sini?”<br /><br />Pengetua aku memarahi aku dengan teruk dan mengatakan akan memaklumkan hal ini kepada ibu bapa aku. Aku dan Yati merayu rayu untuk dilepaskan dengan apa sahaja syaratnya. Tapi pengetua dan warden itu tidak memberi peluang kepada aku. Ibu bapa aku dihubungi.<br /><br />Seribu kali pengetua aku cakap mereka tak percaya aku melakukan perkara terhina itu di universiti. Akhirnya, aku sendiri mengaku di hadapan mereka. Malunya aku ketika itu tiada siapa yang tahu melainkan Tuhan sahaja. Aku juga sangat sedih kerana telah mengecewakan mereka. Aku telah menconteng arang ke kedua muka ibu bapa aku yang sekian lama berbangga dengan aku di kampung.<br /><br />Nasi sudah menjadi bubur. Aku terpaksa berkahwin dengan Yati. Namun, atas rayuan ibu bapa aku dan rekod kelakuan aku di universiti yang baik, aku dibenarkan menghabiskan semester akhir aku untuk mendapatkan ijazah aku. Tapi aku sendiri tahu banyak wang yang telah dibelanjakan untuk aku meneruskan pengajian. Maafkan aku, Mak, Ayah..stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-8698029903778635342010-07-22T03:42:00.002-07:002010-07-22T03:47:01.519-07:00Sekretaris-Sekretaris Haus SeksSekretaris-Sekretaris Haus Seks<br /><br />“Iya… masuk.” Terdengar ketukan diluar pintu ruangan saya.<br />“Maaf pak. Apakah bapak mau memulai untuk menyeleksi calon sekretaris.”<br />“Hmmm… suruh masuk.” Perintah Irwan tanpa menoleh kepada bawahannya.<br />Beberapa saat kemudian terdengar kembali suara ketukan di pintu ruangan tersebut.<br />“Masuk…”<br />“Siang pak…”<br />“Hmmm… silahkan perkenalkan siapa kamu.” Sahut Irwan tanpa terlalu memperdulikan kehadiran calon pelamar tersebut di hadapannya yang masih berdiri. Saat itu Irwan memang sedang asik membaca berita berita fresh news di Forum kecintaannya di Bluefame.com.<br />“Tolong sebutkan nama kamu… umur kamu… sekarang kamu tinggal dimana… dan apa pendidikan terakhir kamu serta dari universitas mana.” Tanya kembali Irwan yang tak memperdulikan wanita yang kini duduk di depan mejanya.<br />“Nama saya Sarah Pradipta, saat ini saya berusia 21 tahun. Saya tinggal di perumahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Saya merupakan Lulusan D3 jurusan sekretaris pada universitas Swasta Trisakti.” Jawab Sarah dengan lancar tanpa merasa gugup bila sedang interview.<br />Saat itu sarah mengenakan baju yang sungguh menawan. Blazer hitam dipadu kemben putih tanpa memakai Bra yang menahan buah dada yang berukuran 36B hingga terlihat jelas sekali terbentuk puting susunya pada pakainannya. Rok ketat pendek yang memamerkan kemulusan kulit pahanya yang putih, seakan memancing setiap tangan untuk menjamah serta merasakan kehalusannya. Dengan postur tubuh sekitar 170 cm yang cukup tinggi bagi wanita seperti Sarah. Terkadang banyak sahabatnya yang bertanya kepadanya, mengapa ia lebih memilih untuk menjadi seorang sekretaris dibandingkan menjadi seorang model karena Sarah memiliki segala kriteria seorang model papan atas. Paras wanita indo antara Belanda-Jawa. Bola mata coklat dipadu dengan Rambut berombak merah bata sepunggung, kulit putih bersih. Memiliki leher yang jenjang, dengan sedikit rambut halus yang tumbuh di lehernya. Lekukan tubuh yang mengiurkan setiap mata yang memandang. Seakan akan mengundang terjangan setiap laki laki yang memandangnya bila sedang berjalan. Memang selama ini Sarah sangat menjaga kebugaran tubuhnya dengan erobik rutin di sebuah gym Selebritis Fitnnes dibilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara.<br />Sepintas Irwan tertuguh dengan hadirnya bidadari yang berdiri dihadapannya saat itu. Tanpa kembali memperdulikan fresh news yang paling ia suka bila membuka forum Bluefame.com.<br />Tatapannya bagaikan menelanjang Sarah, menatap dan menilai setiap lekukan tubuh Sarah saat itu.<br />“Pak… apakah ada yang salah dengan pakaian yang sekarang saya kenahkan. Apakah bapak kurang berkenan dengan pakaian ini.” Tutur Sarah setelah menyadari tatapan Irwan yang menatapnya dari ujung kaki hingga ujung rambut.<br />“Ooh… tidak tidak ada yang salah, hmmm… saya suka dengan penampilan kamu… apakah kamu sudah berkeluarga saat ini.” Tanya Irwan yang ingin mengetahui status pelamarnya saat itu.<br />“Belum pak… Saat ini saya ingin memfokuskan untuk karier saya, oleh karena itu saya tidak ingin menjalin sebuah hubungan dengan siapapun.” Jawab Sarah dengan menundukkan wajahnya menatap ke bawah karena malu atas pertanyaan itu. Atau mungkin karena malu atas tatapan Irwan yang terus menatapnya.<br />“Selain kemampuan dibidang kesektretarisan. Kamu memiliki kemampuan apa lagi. Mungkin ini agak mengherankan, namun ini sebetulnya sangat diperlukan sekali bagi seorang sekretaris saya.”<br />“Hmmm… dilain bidang kesekretarisan… mungkin saya juga bisa memberikan sesuatu yang lebih untuk bapak… namun bila bapak juga mengingginkannya.”<br />Perlahan Sarah berjalan mendekati tempat Irwan, dengan menampilkan paras muka nakalnya Sarah membuka retsleting celana Irwan dan mengeluarkan naga saktinya keluar dari sarangnya. Di genggamnya batang kemaluan Irwan dengan jari jari lentiknya. Perlahan dikocok kocok batang kemaluan itu naik turun seirama. Sesekian detik kemudian naga yang tertidur itu terbangun dan mengeliak dengan urat urat yang menonjol di tubuhnya.<br />Dengan lidah nakalnya Sarah memulai permainannya dengan menjilat kepala kemaluan yang ia genggam itu. Memasukkan kemaluan Irwan dengan diameter cukup besar dan panjangnya sekitar 17 – 20 sentimeter itu ke dalam mulutnya. Dengan lahap Sarah menelan habis batang kemaluan itu. Mengoral dengan menaik turunkan sambil tangan sebelah kanannya membelai kantung kemenyan Irwan.<br />Merasa kemaluannya sedang di oral oleh Sarah dengan nikmatnya, tangan sebelah kanan Irwan pun turun mencari bongkahan buah surga yang menjulang mengemaskan ke dalam genggaman tangannya yang kekar berotot itu.<br />Merasa tak ingin sensasi ini terganggu, Irwan melepaskan genggaman buah dada Sarah yang kini telah mengelantung di luar baju dalamnya dan mengapai telphonenya serta memberitahukan bawahannya bahwa untuk saat ini ia tak ingin diganggu serta memberitahukan bahwa ia telah menerima Sarah sebagai sekretarisnya yang baru. saat ini ia memberitahukan juga bahwa ia sedang memberikan tugas kepada Sarah tentang tugas tugasnya sebagai sekretarisnya.<br />Setelah menaruh kembali gagang telphone tersebut Irwan kembali mencari mainannya yang tadi sempat tertunda.<br />Kemudian Sarah melepaskan kulupannya dan menanyakan kemungkinan apakah Irwan mengingginkan sensasi yang lebih dari permainan ini dan yang merupakan tanda terima kasih karena ia telah diterima untuk berkerja di perusahaan ini.<br />Sarah duduk di atas meja kerja Irwan dan merenggangkan kedua kakinya tepat dihadapan Irwan yang menampilkan celana dalam putih dengan model renda.<br />Menurunkan celana dalam berendanya yang membungkus lipatan gundukan daging montok itu dihadapan Irwan yang mulai terpanah dengan pemandangan yang kini ia saksikan.<br />Tak ingin berlama lama memandangnya. Irwan langsung memendamkan kepalanya di dalam selangkangan Sarah dan melahap harumnya liang kemaluan Sarah yang terawat itu. Ternyata selain merawat kebugaran tubuhnya. Sarah juga tak lupa merawat liang kewanitaannya dengan segala ramuan ramuan tradisional yang berasal dari ibunya yang keturunan orang Jawa.<br />Keharuman terpancar di dalam selangkangannya, memberikan sejuta rangsangan terhadap Irwan.<br />“Sshhhhh…. mmmmm….” rintih Sarah mendahakkan kepalanya menatap ke atas menikmati setiap jengkal jilatan Irawan terhadap vaginanya.<br />Sluup… sluup… terdengar suara jilatan Irwan yang sedang menikmati.<br />“Sssshhh…. Pak. Ooohh….” erang kembali Sarah saat Irwan memainkan klitorisnya dan mengigit halus serta menekan nekan kepala Irwan tanpa memperdulikan bahwa Irwan adalah atasannya saat itu.<br />Jilatan demi jilatan menjelajahi vagina Sarah, hingga tak sanggup lagi Sarah menahan lebih lama rasa yang ingin meledak didalam dirinya.<br />Nafas yang makin memburu… sahut menyahut didalam ruangan yang cukup besar itu. Beruntung ruangan Irwan kedap suara, jadi tak kwatir sampai terdengan oleh karyawannya di luar sana.<br />Beberapa menit kemudian Sarah mengejang sambil mendesah keras serta meluruskan kedua kakinya yang jenjang itu lurus tepat di belakang kepala Irwan yang sedang terbenam menjilati bongkahan vagina Sarah. Akhirnya Sarah mencapainya dengan keringat disekujur tubuhnya. Meskipun ruangan tersebut Full AC namun Sarah masih merasa kepanasan di sekujur tubuhnya saat itu. Mungkin karena pengaruh hawa nafsu yang kini menjalar didalam dirinya atas rasa yang barukali ini ia dapatkan.<br />Masih dengan posisi Sarah duduk di atas mejanya. Irwan membuka seluruh celana serta celana dalamnya dan membebaskan sepenuhnya naga sakti yang ia banggakan itu.<br />Menyadari hal itu Sarah menaikan lebih tinggi Rok ketatnya hingga ke pinggangnya yang ramping dan merenggangkan kedua pahanya yang siap akan dinikmati oleh atasan barunya.<br />Irwan mengenggam batang kemaluannya dan mengosokannya diantara bibir vagina Sarah yang telah basah bercampur liur Irwan dan mani Sarah yang tadi keluar.<br />Perlahan Irwan menekan kepala kemaluannya ke dalam vagina Sarah yang menantang ingin segera di ganjal oleh batang kemaluaan besar berurat Irwan. Vagina yang hanya dihiasi bulu bulu halus berbentuk V diatas liangnya. Semakin membuat gemas Irwan yang memandangnya. Dengan dibantu Sarah yang membuka kedua pahanya semakin lebar, mempermudah kemaluan Irwan untuk segera menerobos masuk.<br />“Pak… plan… pelan Pak. Sakit.” Ujar Sarah ketika merasakan mahkota keperwanannya ini akan segera dilahap oleh atasannya. Dengan mimik muka Sarah yang mengigit bibir sensualnya.<br />“Tahan sebentar yah… setelah ini kamu akan merasakan sebuah sensasi yang tak mungkin kamu dapatkan ditempat lain selain dengan saya.<br />Sarah hanya mengangguk kecil kepada Irwan yang melanjutkan dorongannya untuk segera mendobrak pintu surganya yang masih rapat tertutup itu.<br />Dengan kedua tangan yang memegang kedua sisi meja Irwan, Sarah menahan dorongan Irwan yang terus berusaha.<br />Akhirnya usahanya membuahkan hasil. Kepala kemaluannya memasuki vagina Sarah perlahan lahan dan semakin dalam. Setelah terasa seluruh dari batang kemaluannya masuk semua. Irwan tak langsung menariknya kembali. Sesaat didiamkan dulu batang kemaluannya didalam vagina sempit Sarah yang perawan itu. Menikmati remasan remasan otot vagina Sarah terhadap batang kemaluannya.<br />Sensasi wajah Sarah yang menahan sakit yang dirasakan semakin membuat Irwan semakin meluap birahinya untuk lebih lanjut menyetubuhi Sarah.<br />Pelan pelan Irwan menarik kembali batang kemaluannya dari dalam vagina Sarah dan hanya menyisakan kepalanya saja dan kembali menekan masuk terus dan berulang ulang hingga Sarah merasakan birahinya kembali bangkit bersamaan dengan gesekan gesekan yang dibuat oleh Irwan kepada liang kewanitaannya.<br />“Pak… lebih cepat dong pak dorongannya.” Ujar Sarah meminta agar Irwan semakin cepat memompa vaginanya.<br />Setiap tekanan yang dilakukan Irwan terhadap vagina Sarah, mengakibatkan klitorisnya ikut tergesek dan menimbulkan sensasi nikmat yang begitu indah.<br />Merasa Vagina Sarah telah dapat menerima kehadiran batang kemaluannya yang besar ini, maka pompaan Irwan pun semakin genjar keluar masuk kedalam vagina Sarah.<br />Tak terasa pergumulan ini berlangsung selama 30 menit lamanya. Hingga Sarah telah keluar sebanyak 4 kali.<br />“Pak… sssshhh…. please pak… nikmatnya batang kemaluan bapak ini. Trus pak….” desah Sarah semakin mengila atas rasa yang ia dapatkan ini.<br />“Paaaakkk… Sarah tidak kuat lagi…. Aaakkkhhh…”<br />Mendengar seruhan Sarah yang sedikit lagi mencapai puncaknya, maka Irwan pun tak ingin lebih lama lagi. Kali ini Irwan ingin mengakhiri dengan bersama sama.<br />“Tahan sebentar Sarah… kita sama sama keluarinnya. Jangan dikeluarin dulu… tahan.” Perintah Irwan yang semakin genjar memompa vagina sarah yang tak memperdulikan perih yang dirasakan Sarah pada bibir vaginanya yang semakin memerah itu.<br />Akhirnya….<br />“Aaaakkkhhh… Saaaarrraaah.” Erang Irwan yang bersamaan dengan erangan sarah pada saat itu memanjang sambil saling berpelukan dalam dekapannya masing masing.<br />Anita ( 20 tahun )<br />Seusai persenggamahan mereka. Sarah bergegas mengenakan seluruh pakaiannnya dan merapikan pakaian yang agak lesuh itu karena pergumulannya dengan Irwan atasan barunya. Tak lupa Sarah mengambil secarik Tissue basah dari tas kecilnya dan membersihkan vaginanya dari bekas bekas sperma yang di muncratkan Irwan didalam liang kewanitaannya.<br />Sepulang kerja Irwan menawarkan untuk mengantar sekretaris barunya Sarah pulang ke rumahnya yang berada di perumahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.<br />Setibanya Sarah dan Irwan didepan rumahnya. Sarah dikejutkan dengan hal yang membuat Sarah untuk meninggalkan Irwan sendiri dirumahnya bersama dengan adiknya Anita. Kepergian Sarah yang tiba tiba itu dikarena ada salah satu keluarganya yang sakit keras malam itu juga.<br />Dan Sarah tak sungkan meminta pertolongan Irwan untuk menunggunya di rumahnya bersama Anita adiknya yang masih kuliah di Universitas Gunadarma. Karena mereka hanya tinggal bertiga di rumah itu, sedangkan ayahnya Sarah telah meninggal dunia sekitar 4 tahun yang silam. Bersama dengan ibunya yang kini menjanda.<br />Dengan spontan Irwan menawarkan Sarah untuk mengunakan mobil Jaguarnya untuk menemani ibunya ke rumah saudaranya malam itu. Tawaran Irwan pun tak sia sia kan. Sarah bersama ibunya berangkat menuju rumah saudaranya yang berada cukup jauh daritempat tinggalnya dengan mengunakan mobil Jaguar yang Irwan tawarkan.<br />Kecantikan Anita tak kalah dengan kecantikan kakaknya. Paras muka Anita mungkin dapat dikatakan lebih menawan dan mempesona dibandingkan dengan kakaknya Sarah. Dengan kulit yang sama putih serta berambut hitam lurus sebahu, dihiasi bibir dan mata yang menantang laki laki disekitar komplek perumahannya. Postur tubuh Anita lebih pendek dibandingkan dengan kakaknya. Sekitar 165 cm dengan sepasang buah dada berukuran 36 C lebih besar diatas kakaknya. Sepasang bongkahan pantat menawan yang dipadu dengan pinggulnya yang langsing.<br />Postur tubuh Anita membuat Darah muda Irwan kembali terbakar setelah mengetahui kemolekkan tubuh adik Sarah ini.<br />“Mimpi apa aku kemarin malam… hingga hari ini aku dikelilingi oleh bidadari cantik seperti Sarah dan Anita. Sungguh beruntungnya diriku hari ini.” Kata Irwan dalam hatinya. Ketika merasa keberuntungan berpihak kepadanya saat ini. Pertama mendapatkan seorang sekretaris secantik Sarah serta mendapatkan kenikmatan menyetubuhi Sarah siang tadi didalam ruangannya.<br />“yuk masuk… kita tunggu mama dan kak Sarah didalam saja.” “Oh yah, perkenalkan nama saya Anita, umur saya 20 tahun nanti bulan depan. Anita panggil siapa yah sama….” Oceh Anita yang terus menerus sambil berjalan kedalam rumahnya.<br />“Nama saya Irwan Direktur disalah satu Perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang ekspor impor. Sekaligus merupakan atasan baru kakakmu Sarah. Panggil saja kak Irwan.” Ujar Irwan buru buru karena belum sempat memperkenalkan namanya sebari tadi karena ocehan Anita wanita yang membuat mata Irwan terus terpanah dengan goyangan pantatnya ketika berjalan tepat dibelakangnya.<br />“Oh… jadi boss baru kak Sarah yah… wah kak Sarah beruntung sekali yah memiliki boss yang baik hati serta tampan seperti kak Irrrrwaaan…” “Anita juga mau bila nanti kerja memiliki boss setampan kakak Irwan.” Ujar Anita yang panjang lebar.<br />“Kak… sebentar yah, Anita mau menyegarkan badan Anita dulu. Bau nih, seharian kena terik matahari. Kak Irwan kalau mau minum ambil saja sendiri, jangan malu malu anggap saja seperti rumah kakak sendiri.” Kata Anita sambil memainkan matanya yang nakal ke arah tatapan Irwan.<br />Gila sungguh mengiurkan tubuh Anita adiknya Sarah ini. Beruntung sekali bila ada pria yang akan menjadi kekasihnya kelak nanti. Tak kalah dengan kakaknya Sarah.<br />Merasa haus… Irwan berjalan mencari kulkas untuk mengambil sebotol minuman ringan menghapus dahaganya.<br />Sambil kembali duduk di sofa ruang tamu keluarga Sarah. Irwan kembali dikagetkan dengan kehadiran Anita yang hanya mengenahkan gaun tidur putih tipis tiga jari dari lututnya, samar samar menampakkan seluruh lekukkan tubuhnya dibalik gaun yang seksi itu.<br />Begitu indah pemandangan yang sekarang Irwan saksikan, sayang bila matanya harus mengedip meski hanya sekejap. Anita mengunakan gaun putih dengan celana dalamnya hitam model G-String dipadu dengan Bra berwarna hitam segitiga yang hanya menutupi puting susunya saja.<br />Tak terasa naga yang bersembunyi didalam celana katun Irwan kembali mengeliak dengan hebat hingga membentuk tonjolan yang cukup besar pada luar celananya.<br />“Loh kok malah bengong sih… apa ada yang salah yah dengan baju tidur yang Anita pakai ini atau mungkin kakak kurang menyukainya.” Ujar Anita setelah melihat tatapan Irwan yang kaget melihatnya keluar dari dalam kamarnya yang masih dengan rambutnya yang masih basah karena mandi tadi.<br />“Tidak… tidak ada yang salah dan saya suka kok dengan gaun tidur kamu… hanya saja hhhmmmm…” jawab Irwan dengan gugup karena tertangkap basah melihat kearah buah dadanya serta ke arah selangkangannya.<br />“Hanya saja… apa? Kok diam sih. Atau mungkin karena kakak kaget malihat Anita mengenahkan gaun tidur dengan dalamanya yang terlihat jelas yah.” Sahut Anita sambil mengoda Irwan yang merasa malu karena melihatnya begitu seksi.<br />Dengan agak gugup Irwan menjawab “Hanya saja kamu terlihat begitu sangat dewasa di bandingkan dengan saat kamu mengenakan kaos dan celana jeans.” Tutur Irwan.<br />“Trus setelah itu…”<br />“Trus kamu juga sangat seksi sekali mengenahkan gaun tidur itu. Kakak sangat mengagumi keindahan tubuhmu.”<br />Tiba tiba deringan Handphone Anita berbunyi. Ternyata yang menelphone itu adalah kakaknya. Sarah.<br />“Hallo… kenapa Kak Sarah.” Sahut Anita menjawab panggilan itu.<br />“Anita. Mungkin kakak tidak bisa pulang malam ini karena paman ternyata sedang mengalami pendarahan, saat ini paman sedang dirawat intensif dirumah sakit RSCM, Salemba. Kak Irwan masih disana tidak? Suruh saja ia menginap dirumah kita, karena hari semakin malam dan mustahil ada taksi yang berkeliaran jam segini. Kak Irwan nanti persilahkan saja untuk tidur di kamar kakak saja.” Ujar Sarah memberitahukan bahwa ia serta ibunya tak dapat pulang malam ini.<br />“Iya… kak Irwan masih disini sedang ngobrol dengan Anita.” Jawab Anita kembali.<br />“Anita ingat yah… kak Irwan adalah milik kakak. Jadi jangan kamu sekali kali berbuat yang bukan bukan terhadapnya malam ini. Ingat pesan kakak yah.” Ancam Sarah yang memfokuskan pembicaraannya untuk tidak mengusik kehadiran Irwan malam ini disaat ia tak ada disana.<br />“Oke boss… bagi bagi dong kalau punya cowok setampan ini kak…” ejek Anita kepada Sarah di telphone.<br />“Awas kamu kalau macam macam yah…”<br />“Gimana… apakah Sarah pulang malam ini…” Tanya Irwan yang ingin tahu apakah Sarah pulang malam ini.<br />“Kak Sarah tidak dapat pulang malam ini, dan kakak diminta untuk menginap saja disini dan tidur di kamarnya nanti malam.” Ujar Anita sambil meletakkan Handphonenya di atas meja tamu setelah mengakhiri pembicaraan itu.<br />“Kak kayaknya ada sesuatu yang menonjol tuh di balik celana kak Irwan… kayaknya besar banget!” sambil menhampiri Irwan yang duduk depannya dan duduk tepat disampingnya.<br />“Ah gak ini bisa lah… kalau liat wanita cantik bergaun tidur sexy serta transparan lagi… yah gini deh akibatnya. Gak bisa kompromi, minta jatah…” canda Irwan menutup malunya karena adik kecilnya menonjol dibalik celananya.<br />“Kayaknya kalau diusap usap sama tangan Anita mungkin bisa lebih besar lagi yah… ih jadi pengen nih liat itunya kak Irwan.” Seru Anita sambil memegang batang kemaluan Irwan diluar celana panjangnya.<br />Karena merasa mendapatkan angin segar dari perbincangan yang mulai menjurus ke hubungan badan. Maka tak sungkan sungkan Irwan mulai meraba halus paha Anita yang putih mulus itu. perlahan namun semakin berjalan menuju titik temu nikmatnya.<br />Antara bibir Irwan dan Anita saling berpangutan, mendesah, nafas yang memburu karena nafsu yang menjadi.<br />Tak kala desahan Anita semakin menjadi saat tangan kekar Irwan mulai menyusup di balik celana dalam G-string yang dikenakan Anita. Mengorek… mencari dimana gerangan daging lebih tersebut… setiap gesekan yang dilakukan Irwan membuat Anita mendesah bagaikan setan kepanasan dengan mulut yang engap engapan layaknya manusia yang kekurangan oksigen.<br />Merasa tak ingin disaingi kegesitannya. Anita pun segera melancarkan serangannya. Membuka gesper yang melingkar pada pinggang Irwan dan menurunkan retsleting celana serta langsung membuka seluruh kain yang membalut bagian bawah Irwan.<br />Dengan posisi Anita berjongkok di bawah. Anita dengan bebasnya menikmati batang kemaluan Irwan bertubi tubi, layaknya seorang anak kecil yang sedang menemukan mainan barunya. Tak henti hentinya Anita mengulup kepala serta batang kemaluan Irwan… naik turun keluar masuk mulutnya.<br />Terasa sekali ngilu kepala kemaluan Irwan saat Anita mengesikkan batang kemaluannya pada sisi gigi rahangnya, kanan kiri dan terus bergantian.<br />“Gila nih cewek… kayaknya Anita lebih berpengalaman dibandingkan dengan kakaknya Sarah… pintar sekali ia mempermainkan batang kemaluanku… sungguh nikmat sekali, meski terkadang rasa ngilu bertubi datang namun nikmatnya gak bisa di utarakan dengan kata kata.” Guyam Irwan dalam hati sambil menikmati setiap jengkal batang kemaluaanya di hisap oleh Anita.<br />Lalu tak ingin akan berakhir sampai disini… Irwan menarik tubuh Anita dan disuruhnya mengangkang tepat di atas mukanya.<br />Dengan gencar Irwan menyapu vagina Anita yang sama sama nikmatnya dengan Sarah. Namun vagina Anita seakan menebarkan bau yang sungguh membuat Irwan semakin gencar dan lahap menjilati liang kewanitaannya hingga setiap cair yang keluar dari sela bibir kemaluannya yang montok itu, tak dibiarkan sia sia oleh Irwan.<br />Dibukanya kedua belah bibir kemaluan Anita dengan jari telunjuk Irwan, kemudian dengan leluasa lidah Irwan bermain… berputar putar… dan menekan nekan menerobos liang kewanitaan Anita yang berwaran merah muda itu. sungguh rasa dan sensasi yang berbeda.<br />Merasa mereka berdua hampir sama sama akan sampai, maka di turunkan tubuh Anita yang semula mengangkang di kepalanya dan berjongkok tepat di atas batang kemaluannya yang tegang menunjuk ke atas tepat dibawah bibir vagina Anita berada.<br />Hanya dengan sedikit tekanan pada bibir vagina Anita. Batang kemaluan Irwan berhasil menerobosnya tanpa harus bersusah payah seperti vagina milik kakaknya Sarah.<br />Sesaat ketika batang kemaluan Irwan telah tertancap penuh didalam vagina Anita.<br />“Uuuuhhh… kak. Mmmmhhh… nikmatnya punya kakak yang besar ini.”<br />“Sssshhhh…. mmmmhhh… pantas kak Sarah takut tinggalin kak Irwan sendiri di sini dengan Anita. Ternyata kak Sarah tergila gila dengan punya kak Irwan yang sungguh perkasa ini…” ujar Anita sambil mengoyangkan pinggulnya maju mundur… berputar putar merangsang batang kemaluan Irwan yang mengaduk liang kewanitaannya.<br />“kalau begini nikmatnya… Anita mau selama 1 bulan nonstop dient*t setiap hari sama kak Irwan yang ganteng dan perkasa ini.” Goda Anita dengan bahasa yang mulai berbicara kotor. Layaknya pelacur yang haus akan sodokan sodokan kejantanan laki laki.<br />Kenyataannya ternyata Anita sudah tak perawan lagi seperti kakaknya Sarah saat pertama kali Irwan menyetubuhinya siang tadi di dalam kantornya.<br />“uuuhh… kak… uuuuhh… kak. Gendong Anita kedalam. Please…” pinta Anita sambil mencium puting susu Irwan yang berbulu itu.<br />“Dengan senang hati sayang… kak akan memberikan kepuasan yang kamu inginkan. Asal kamu tak memberitahukan kepada kakak mu Sarah.” Sahut Irawan sambil berdiri dengan mengendong Anita di pangkuannya tanpa melepaskan batang kemaluannya keluar dari dalam vagina Anita.<br />Setiap gerakan langkah yang diambil oleh Irwan mengendong Anita menuju kamarnya. Desahan dan erangan Anita semakin menjadi karena hentakan hentakan yang diakibatkan oleh sodokan yang mementok hingga rahim Anita.<br />Namun sensasi yang begitu nikmatnya… begitu beringasnya Anita kala bersenggama dengan Irwan, tak sungkan sungkan Anita mengigit pundak Irwan hingga bertanda…<br />Hingga tiba pula didalam kamarnya… Irwan merebahkan tubuh Anita diatas ranjang springbednya dan menekukkan salah satu kaki jenjang mulus Anita ke atas dan yang satunya tetap di bawah. Dengan posisi ini batang kemaluan Irwan dapat dengan leluasa menhujam keluar masuk vagina Anita tanpa merasa terhalangi oleh bongkahan pantatnya yang bulat padat berisi itu.<br />“plak… plak… plak…” suara yang muncul ketika hentakan yang di lakukan oleh Irwan menyodok vagina Anita bertubi tubi.<br />“Kak… truuus… beri Anita kenikmata seperti kakak berikan buat kak Sarah…”<br />“uuuhhh… kak. Nikmatnya. Uuuhhh….” erang Anita yang mengila sambil mencakar punggung Irwan.<br />Irwan tak memperdulikan Anita. Sekarang yang ada di pikirannya adalah mengalahkan Anita di atas ranjang. Irwan ingin merasa selalu perkasa diatas ranjang meski dengan wanita manapun, tentunya masuk kategori seleranya.<br />Seakan Irwan tak memberi ruang istirahat untuk Anita sesaat. Irwan terus menyodok batang kemaluannya tak henti henti… hingga Anita sendiri wanita yang haus akan seks ini merasa heran atas keperkasaan yang ada dalam diri Irwan.<br />Dengan postur tubuh yang tegap kekar, tinggi, tampan, serta memiliki kedudukan yang tinggi disalah satu perusahaan swasta.<br />Akhirnya Anita pun terkapar tak berdaya mengimbangi kekuatan seksual Irwan yang hingga saat ini masih terpacu menyetubuhinya tanpa merasa lelah sedikitpun.<br />“Kak… Aaannita tidak tahan lagi… kak. Aaakkkhhh…. Anita sampai….” Erang Anita panjang yang menyatakan ia akan telah mencapai puncak kenikmatannya yang ke 3 semenjak pertama kali vaginanya di aduk aduk oleh tangan Irwan yang kekar itu.<br />Tak memperdulikan keadaan Anita yang telah lemas ditindih tubuhnya… Irwan tetap terus menhantam vagina Anita bertubu tubi… masuk keluar tak henti hentinya…<br />Namun tak lama kemudian Irwan merasakan denyut denyut yang keras sekali pada pangkal kemaluannya. Lalu Irwan pun mencabut batang kemaluannya dari dalam liang vagina Anita dan sambil tetap mengocok kemaluaannya Irwan membimbing batang kemaluaannya ke mulut Anita dan memasukkan kemaluaannya hingga menumpahkan seluruh spermanya. Tak sedikitpun sperma yang tersisa atau tertumpah keluar dari mulut Anita. Karena Irwan menyuruh Anita untuk menikmati setiap tetes sperma yang keluar dari kemaluannya. Kalau tidak maka Irwan tak’kan mengulanggi persetubuhan ini lagi kepada Anita. Meski Irwan sendiri memiliki kelebihan dalam hal seks yang lama dengan lawan jenisnya.<br />Tak terasa Irwan melirik jam yang masih melekat di lengan tangannya. Hampir selama tiga jam persenggamahan mereka berlangsung. Kelelahan dan keletihan baru terasa setelah ia merebahkan tubuhnya di samping Anita yang tergulai lemas tampa sehelai benangpun.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-72209139154647014472010-07-22T03:42:00.001-07:002010-07-22T03:47:01.528-07:00Perintah Mbak LiaPerintah Mbak Lia<br /><br />Mbak Lia kurang lebih baru 2 minggu bekerja sebagai atasanku sebagai Accounting Manager. Sebagai atasan baru, ia sering memanggilku ke ruang kerjanya untuk menjelaskan overbudget yang terjadi pada bulan sebelumnya, atau untuk menjelaskan laporan mingguan yang kubuat. Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak cukup mendukung, management memutuskan merekrutnya. Ia berasal dari sebuah perusahaan konsultan keuangan.<br /><br />Usianya kutaksir sekitar 25 hingga 30 tahun. Sebagai atasan, sebelumnya kupanggil "Bu", walau usiaku sendiri 10 tahun di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, seminggu yang lalu, ia mengatakan lebih suka bila di panggil "Mbak". Sejak saat itu mulai terbina suasana dan hubungan kerja yang hangat, tidak terlalu formal. Terutama karena sikapnya yang ramah. Ia sering langsung menyebut namaku, sesekali bila sedang bersama rekan kerja lainnya, ia menyebut "Pak".<br /><br />Dan tanpa kusadari pula, diam-diam aku merasa betah dan nyaman bila memandang wajahnya yang cantik dan lembut menawan. Ia memang menawan karena sepasang bola matanya sewaktu-waktu dapat bernar-binar, atau menatap dengan tajam. Tapi di balik itu semua, ternyata ia suka mendikte. Mungkin karena telah menduduki jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya pun cukup tinggi untuk menyuruh seseorang melaksanakan apa yang diinginkannya.<br /><br />Mbak Lia selalu berpakaian formal. Ia selalu mengenakan blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Bila sedang berada di ruang kerjanya, diam-diam aku pun sering memandang lekukan pinggulnya ketika ia bangkit mengambil file dari rak folder di belakangnya. Walau bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat melihat pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Sangat menarik, tidak besar tetapi jelas bentuknya membongkah, memaksa mata lelaki menerawang untuk mereka-reka keindahannya.<br /><br />Di dalam ruang kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, terdapat seperangkat sofa yang sering dipergunakannya menerima tamu-tamu perusahaan. Sebagai Accounting Manager, tentu selalu ada pembicaraan-pembicaraan 'privacy' yang lebih nyaman dilakukan di ruang kerjanya daripada di ruang rapat.<br /><br />Aku merasa beruntung bila dipanggil Mbak Lia untuk membahas cash flow keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk persis di depannya. Dan bila kami terlibat dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak menyadari roknya yang agak tersingkap. Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sehingga aku berusaha untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. Andai saja roknya tersingkap lebih tinggi dan kedua lututnya lebih terbuka, tentu akan dapat kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Bila kedua lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Terawat. Ketika aku terlena menatap kakinya, tiba-tiba aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Lia..<br /><br />"Theo, aku merasa bahwa kau sering melirik ke arah betisku. Apakah dugaanku salah?" Aku terdiam sejenak sambil tersenyum untuk menyembunyikan jantungku yang tiba-tiba berdebar.<br />"Theo, salahkah dugaanku?"<br />"Hmm.., ya, benar Mbak," jawabku mengaku, jujur. Mbak Lia tersenyum sambil menatap mataku.<br />"Mengapa?"<br /><br />Aku membisu. Terasa sangat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi ketika menengadah menatap wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.<br /><br />"Saya suka kaki Mbak. Suka betis Mbak. Indah. Dan..," setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.<br />"Saya juga sering menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu."<br />"Persis seperti yang kuduga, kau pasti berkata jujur, apa adanya," kata Mbak Tia sambil sedikit mendorong kursi rodanya.<br />"Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana kalau kuberi kesempatan memeriksanya sendiri?"<br />"Sebuah kehormatan besar untukku," jawabku sambil membungkukan kepala, sengaja sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.<br />"Kompensasinya apa?"<br />"Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan sebuah ciuman."<br />"Bagus, aku suka. Bagian mana yang akan kau cium?"<br />"Betis yang indah itu!"<br />"Hanya sebuah ciuman?"<br />"Seribu kali pun aku bersedia."<br /><br />Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya.<br /><br />"Dan aku yang menentukan di bagian mana saja yang harus kau cium, OK?"<br />"Deal, my lady!"<br />"I like it!" kata Mbak Lia sambil bangkit dari sofa.<br /><br />Ia melangkah ke mejanya lalu menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.<br /><br />"Periksalah, Theo. Berlutut di depanku!" Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.<br />"Kau tidak ingin memeriksanya, Theo?" tanya Mbak Lia sambil sedikit merenggangkan kedua lututnya.<br /><br />Sejenak, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pernah diperintah seperti itu. Apalagi diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tetap tersenyum ketika ia lebih merenggangkan kedua lututnya.<br /><br />"Theo, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku?" Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang tiba-tiba merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.<br /><br />Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lia yang meregang. Akhirnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Sebelah lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku beberapa kali, lalu berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.<br /><br />"Ingin tahu warnanya?" Aku mengangguk tak berdaya.<br />"Kunci dulu pintu itu," katanya sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Dan dengan patuh aku melaksanakan perintahnya, kemudian berlutut kembali di depannya.<br /><br />Mbak Lia menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Pada saat itulah aku mendapat kesempatan memandang hingga ke pangkal pahanya. Dan kali ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Pasti ia memakai G-String, kataku dalam hati. Sebelum paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat melihat bulu-bulu ikal yang menyembul dari sisi-sisi celana dalamnya. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu terlalu kecil untuk menyembunyikan semua bulu yang mengitari pangkal pahanya. Bahkan sempat kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.<br /><br />"Suka?" Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku.<br /><br />Ujung hak sepatunya terasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lalu aku menengadah. Sambil melepaskan sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tanpa cacat. Ternyata betisnya yang berwarna gading itu mulus tanpa bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah mulai dari atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku menghembuskan nafas. Rongga dadaku mulai terasa sesak. Wajahku sangat dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku ternyata membuat bulu-bulu itu meremang.<br /><br />"Indah sekali," kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.<br />"Suka, Theo?" Aku mengangguk.<br />"Tunjukkan bahwa kau suka. Tunjukkan bahwa betisku indah!"<br /><br />Aku mengangkat kaki Mbak Lia dari lututku. Sambil tetap mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang kedua, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Akibat kecupanku, Mbak Lia menurunkan paha kanan dari paha kirinya. Dan tak sengaja, kembali mataku terpesona melihat bagian dalam kanannya. Karena ingin melihat lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Ketika melepaskan gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Lia mengangkat daguku. Aku menengadah.<br /><br />"Kurang jelas, Theo?" Aku mengangguk.<br /><br />Mbak Lia tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lalu telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sehingga aku menunduk kembali. Di depan mataku kini terpampang keindahan pahanya. Tak pernah aku melihat paha semulus dan seindah itu. Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Sangat kontras dengan pahanya yang berwarna gading.<br /><br />Aku merinding. Karena ingin melihat paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menawan. Di paha bagian belakang mulus tanpa bulu. Karena gemas, kukecup berulang kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan ketika hanya berjarak kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah menjadi ciuman yang panas dan basah.<br /><br />Sekarang hidungku sangat dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karena sangat dekat, walau tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil menatap pesona di depan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma segar yang membuatku menjadi semakin tak berdaya. Aroma yang memaksaku terperangkap di antara kedua belah paha Mbak Lia. Ingin kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.<br />Mbak Lia menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sehingga roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha.<br /><br />"Suka Theo?"<br />"Hmm.. Hmm..!" jawabku bergumam sambil memindahkan ciuman ke betis dan lutut kirinya.<br /><br />Lalu kuraih pergelangan kaki kanannya, dan meletakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lia menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lalu ketika ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin mendekati pangkal pahanya, terasa tarikan di rambutku semakin keras. Dan ketika bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, tiba-tiba Mbak Lia mendorong kepalaku.<br /><br />Aku tertegun. Menengadah. Kami saling menatap. Tak lama kemudian, sambil tersenyum menggoda, Mbak Lia menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lalu menekuk dan meletakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang sangat memabukkan. Sebelah kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang sebelah lagi menjuntai ke karpet.<br /><br />"Suka Theo?"<br />"Hmm.. Hmm..!"<br />"Jawab!"<br />"Suka sekali!"<br /><br />Pemandangan itu tak lama. Tiba-tiba saja Mbak Tia merapatkan kedua pahanya sambil menarik rambutku.<br /><br />"Nanti ada yang melihat bayangan kita dari balik kaca. Masuk ke dalam, Theo," katanya sambil menunjuk kolong mejanya.<br /><br />Aku terkesima. Mbak Tia merenggut bagian belakang kepalaku, dan menariknya perlahan. Aku tak berdaya. Tarikan perlahan itu tak mampu kutolak. Lalu Mbak Lia tiba-tiba membuka ke dua pahanya dan mendaratkan mulut dan hidungku di pangkal paha itu. Kebasahan yang terselip di antara kedua bibir kewanitaan terlihat semakin jelas. Semakin basah. Dan di situlah hidungku mendarat. Aku menarik nafas untuk menghirup aroma yang sangat menyegarkan. Aroma yang sedikit seperti daun pandan tetapi mampu membius saraf-saraf di rongga kepala.<br /><br />"Suka Theo?"<br />"Hmm.. Hmm..!"<br />"Sekarang masuk ke dalam!" ulangnya sambil menunjuk kolong mejanya.<br /><br />Aku merangkak ke kolong mejanya. Aku sudah tak dapat berpikir waras. Tak peduli dengan segala kegilaan yang sedang terjadi. Tak peduli dengan etika, dengan norma-norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. Aku hanya peduli dengan kedua belah paha mulus yang akan menjepit leherku, jari-jari tangan lentik yang akan menjambak rambutku, telapak tangan yang akan menekan bagian belakang kepalaku, aroma semerbak yang akan menerobos hidung dan memenuhi rongga dadaku, kelembutan dan kehangatan dua buah bibir kewanitaan yang menjepit lidahku, dan tetes-tetes birahi dari bibir kewanitaan yang harus kujilat berulang kali agar akhirnya dihadiahi segumpal lendir orgasme yang sudah sangat ingin kucucipi.<br /><br />Di kolong meja, Mbak Lia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Aku mengulurkan tangan untuk meraba celah basah di antara pahanya. Tapi ia menepis tanganku.<br /><br />"Hanya lidah, Theo! OK?"<br /><br />Aku mengangguk. Dan dengan cepat membenamkan wajahku di G-string yang menutupi pangkal pahanya. Menggosok-gosokkan hidungku sambil menghirup aroma pandan itu sedalam-dalamnya. Mbak Lia terkejut sejenak, lalu ia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.<br /><br />"Rupanya kau sudah tidak sabar ya, Theo?" katanya sambil melingkarkan pahanya di leherku.<br />"Hm..!"<br />"Haus?"<br />"Hm!"<br />"Jawab, Theo!" katanya sambil menyelipkan tangannya untuk mengangkat daguku. Aku menengadah.<br />"Haus!" jawabku singkat.<br /><br />Tangan Mbak Lia bergerak melepaskan tali G-string yang terikat di kiri dan kanan pinggulnya. Aku terpana menatap keindahan dua buah bibir berwarna merah yang basah mengkilap. Sepasang bibir yang di bagian atasnya dihiasi tonjolan daging pembungkus clit yang berwarna pink. Aku termangu menatap keindahan yang terpampang persis di depan mataku.<br /><br />"Jangan diam saja. Theo!" kata Mbak Lia sambil menekan bagian belakang kepalaku.<br />"Hirup aromanya!" sambungnya sambil menekan kepalaku sehingga hidungku terselip di antara bibir kewanitaannya.<br /><br />Pahanya menjepit leherku sehingga aku tak dapat bergerak. Bibirku terjepit dan tertekan di antara dubur dan bagian bawah vaginanya. Karena harus bernafas, aku tak mempunyai pilihan kecuali menghirup udara dari celah bibir kewanitaannya. Hanya sedikit udara yang dapat kuhirup, sesak tetapi menyenangkan. Aku menghunjamkan hidungku lebih dalam lagi. Mbak Lia terpekik. Pinggulnya diangkat dan digosok-gosokkannya dengan liar hingga hidungku basah berlumuran tetes-tetes birahi yang mulai mengalir dari sumbernya. Aku mendengus. Mbak Lia menggelinjang dan kembali mengangkat pinggulnya. Kuhirup aroma kewanitaannya dalam-dalam, seolah vaginanya adalah nafas kehidupannku.<br /><br />"Fantastis!" kata Mbak Lia sambil mendorong kepalaku dengan lembut. Aku menengadah. Ia tersenyum menatap hidungku yang telah licin dan basah.<br />"Enak 'kan?" sambungnya sambil membelai ujung hidungku.<br />"Segar!" Mbak Lia tertawa kecil.<br />"Kau pandai memanjakanku, Theo. Sekarang, kecup, jilat, dan hisap sepuas-puasmu. Tunjukkan bahwa kau memuja ini," katanya sambil menyibakkan rambut-rambut ikal yang sebagian menutupi bibir kewanitaannya.<br />"Jilat dan hisap dengan rakus. Tunjukkan bahwa kau memujanya. Tunjukkan rasa hausmu! Jangan ada setetes pun yang tersisa! Tunjukkan dengan rakus seolah ini adalah kesempatan pertama dan yang terakhir bagimu!"<br /><br />Aku terpengaruh dengan kata-katanya. Aku tak peduli walaupun ada nada perintah di setiap kalimat yang diucapkannya. Aku memang merasa sangat lapar dan haus untuk mereguk kelembutan dan kehangatan vaginanya. Kerongkonganku terasa panas dan kering. Aku merasa benar-benar haus dan ingin segera mendapatkan segumpal lendir yang akan dihadiahkannya untuk membasahi kerongkongannku. Lalu bibir kewanitaannya kukulum dan kuhisap agar semua kebasahan yang melekat di situ mengalir ke kerongkonganku. Kedua bibir kewanitaannya kuhisap-hisap bergantian.<br /><br />Kepala Mbak Lia terkulai di sandaran kursinya. Kaki kanannya melingkar menjepit leherku. Telapak kaki kirinya menginjak bahuku. Pinggulnya terangkat dan terhempas di kursi berulang kali. Sesekali pinggul itu berputar mengejar lidahku yang bergerak liar di dinding kewanitaannya. Ia merintih setiap kali lidahku menjilat clitnya. Nafasnya mengebu. Kadang-kadang ia memekik sambil menjambak rambutku.<br /><br />"Ooh, ooh, Theo! Theoo!" Dan ketika clitnya kujepit di antara bibirku, lalu kuhisap dan permainkan dengan ujung lidahku, Mbak Lia merintih menyebut-nyebut namaku..<br />"Theo, nikmat sekali sayang.. Theoo! Ooh.. Theoo!"<br /><br />Ia menjadi liar. Telapak kakinya menghentak-hentak di bahu dan kepalaku. Paha kanannya sudah tidak melilit leherku. Kaki itu sekarang diangkat dan tertekuk di kursinya. Mengangkang. Telapaknya menginjak kursi. Sebagai gantinya, kedua tangan Mbak Lia menjambak rambutku. Menekan dan menggerak-gerakkan kepalaku sekehendak hatinya.<br /><br />"Theo, julurkan lidahmuu! Hisap! Hisaap!"<br /><br />Aku menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Membenamkan wajahku di vaginanya. Dan mulai kurasakan kedutan-kedutan di bibir vaginanya, kedutan yang menghisap lidahku, mengundang agar masuk lebih dalam. Beberapa detik kemudian, lendir mulai terasa di ujung lidahku. Kuhisap seluruh vaginanya. Aku tak ingin ada setetes pun yang terbuang. Inilah hadiah yang kutunggu-tunggu. Hadiah yang dapat menyejukkan kerongkonganku yang kering. Kedua bibirku kubenamkan sedalam-dalamnya agar dapat langsung menghisap dari bibir vaginanya yang mungil.<br /><br />"Theoo! Hisap Theoo!"<br /><br />Aku tak tahu apakah rintihan Mbak Lia dapat terdengar dari luar ruang kerjanya. Seandainya rintihan itu terdengar pun, aku tak peduli. Aku hanya peduli dengan lendir yang dapat kuhisap dan kutelan. Lendir yang hanya segumpal kecil, hangat, kecut, yang mengalir membasahi kerongkonganku. Lendir yang langsung ditumpahkan dari vagina Mbak Lia, dari pinggul yang terangkat agar lidahku terhunjam dalam.<br /><br />"Oh, fantastis," gumam Mbak Lia sambil menghenyakkan kembali pinggulnya ke atas kursinya.<br /><br />Ia menunduk dan mengusap-usap kedua belah pipiku. Tak lama kemudian, jari tangannya menengadahkan daguku. Sejenak aku berhenti menjilat-jilat sisa-sisa cairan di permukaan kewanitaannya.<br /><br />"Aku puas sekali, Theo," katanya. Kami saling menatap. Matanya berbinar-binar. Sayu. Ada kelembutan yang memancar dari bola matanya yang menatap sendu.<br />"Theo."<br />"Hm.."<br />"Tatap mataku, Theo." Aku menatap bola matanya.<br />"Jilat cairan yang tersisa sampai bersih"<br />"Hm.." jawabku sambil mulai menjilati vaginanya.<br />"Jangan menunduk, Theo. Jilat sambil menatap mataku. Aku ingin melihat erotisme di bola matamu ketika menjilat-jilat vaginaku."<br /><br />Aku menengadah untuk menatap matanya. Sambil melingkarkan kedua lenganku di pinggulnya, aku mulai menjilat dan menghisap kembali cairan lendir yang tersisa di lipatan-lipatan bibir kewanitaannya.<br /><br />"Kau memujaku, Theo?"<br />"Ya, aku memuja betismu, pahamu, dan di atas segalanya, yang ini.., muuah!" jawabku sambil mencium kewanitaannya dengan mesra sepenuh hati.<br /><br />Mbak Lia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-28375471746514190492010-07-22T03:40:00.001-07:002010-07-22T03:40:32.074-07:00Ibu Dan Anak Sama-Sama NakalIbu Dan Anak Sama-Sama Nakal<br /><br />Panggil saja aku Ade, panggilan sehari-hari meski aku bukan anak bontot. Aku murid SMU kelas 3. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta. Daerahnya mirip-mirip di PI deh, tapi bukan perumahan “or-kay” kok. Sekitar beberapa bulan lalu, rumah kontrakan kosong di sebelah kiri rumahku ditempati oleh keluarga baru. Awalnya mereka jarang kelihatan, namun sekitardua minggu kemudian mereka sudah cepat akrab dengan tetanggatetangga sekitar. Ternyata penghuninya seorang wanita dengan perkiraanku umurnya baru 30-an, anak perempuannya dan seorang PRT. Nama lengkapnya aku tidak tahu, namun nama panggilannya Tante Yana. Anaknya bernama Anita, sepantaran denganku, siswi SMU kelas 3. Ternyata Tante Yana adalah janda seorang bulekalau tidak salah, asal Perancis. Sikapnya friendly, gampang diajak ngobrol. Tapi, yang paling utama adalah penampilannya yang “mengundang”. Rambutnya ikal di bawah telinga. Kulitnya coklat muda. Bodinya tidak langsing tapi kalau dilihat terus, malah jadi seksi. Payudaranya juga besar. Taksiranku sekitar 36-an.<br /><br />Yang membikin mengundang adalah Tante Yana sering memakai baju sleeveless dengan celana pendek sekitar empat jari dari lutut. Kalau duduk, celananya nampak sempit oleh pahanya. Wajahnya tidak cantikcantik amat, wajah ciri khas Indonesia, tipe yang disuka orang-orang bule. Seperti bodinya, wajahnya juga kalau diperhatikan, apalagi kalau bajunya agak “terbuka”, malah jadi mukamuka ranjang gitu deh. Dari cara berpakaiannya aku mengira kalau Tante Yana ituhypersex. Kalau Anita, kebalikan ibunya. Wajahnya cantik Indo, dan kulitnya putih. Rambutnya hitam kecoklatan, belah pinggir sebahu. Meski buah dadanya tidak terlalu besar, kecocokan pakaiannya justru membuat Anita jadi seksi. Nampaknya aku terserang sindrom tetangga sebelah nih.<br /><br />Berhari-hari berlalu, nafsuku terhadap Tante Yana semakin bergolak sehingga aku sering nekat ngumpet di balik semak-semak, onani sambil melihati Tante Yana kalau sedang di luar rumah. Tapi terhadap Anita, nafsuku hanya sedikit, itu juga karena kecantikannya dan kulit putihnya. Nafsu besarku kadang-kadang membuatku ingin menunjukkan batangku di depan Tante Yana dan onani didepan dia. Pernah sesekali kujalankan niatku itu, namun pas Tante Yana lewat, buru-buru kututup “anu”-ku dengan baju, karena takut tiba-tiba Tante Yana melapor sama ortu. Tapi, kenyataannya berbeda. Tante Yana justru menyapaku, (dan kusapa balik sambil menutupi kemaluanku), dan pas di depan pagar rumahnya, ia tersenyum sinis yang menjurus ke senyuman nakal. “Ehem.. hmm..” dengan sorotan mata nakal pula. Sejenak aku terbengong dan menelan ludah, serta malah tambahnafsu.<br /><br />Kemudian, pada suatu waktu, kuingat sekali itu hari Rabu. Saat aku pulang kuliah dan mau membuka pagar rumah, Tante Yana memanggilku dengan lembut, “De, sini dulu.. Tante bikinin makanan nih buat papa-mamamu.” Langsung saja kujawab, “Ooh, iya Tante..” Nafasku langsung memburu, dan dag dig dug. Setengah batinku takut dan ragu-ragu, dan setengahnya lagi justru menyuruh supaya “mengajak” Tante Yana. Tante Yana memakai baju sleeveless hijau muda, dan celana pendek hijau muda juga. Setelah masuk ke ruang tamunya, ternyata Tante Yana hanya sendirian, katanya pembantunya lagi belanja. Keadaan tersebut membuatku semakin dag dig dug. Tiba-tiba tante memanggilku dari arah dapur, “De, sini nih.. makanannya.” Memang benar sih, ada beberapa piring makanan di atas baki sudah Tante Yana susun.<br /><br />Saat aku mau mengangkat bakinya, tiba-tiba tangan kanan Tante Yana mengelus pinggangku sementara tangan kirinya mengelus punggungku. Tante Yana lalu merapatkan wajahnya di pipiku sambil berkata, “De, mm.. kamu.. nakal juga yah ternyata..” Dengan tergagap-gagap aku berbicara, “Emm.. ee.. nakal gimana sih Tante?” Jantungku tambah cepat berdegup. “Hmm hmm.. pura-pura nggak inget yah? Kamu nakal.. ngeluarin titit, udah gitu ngocok-ngocok..”Tante Yana meneruskan bicaranya sambil meraba-raba pipi dekat bibirku. Kontan saja aku tambah gagap plus kaget karena Tante Yana ternyata mengetahuinya. Itulah sebabnya dia tersenyum sinis dan nakal waktu itu. Aku tambah gagap, “Eeehh? Eee.. itu..” Tante Yana langsung memotong sambil berbisik sambil terus mengelus pipiku dan bahkan pantatku. “Kamu mau yah sama Tante? Hmm?” Tanpa banyak omong-omong lagi, tante langsung mencium ujung bibir kananku dengan sedikit sentuhan ujung lidahnya.<br /><br />Ternyata benar perkiraanku, Tante Yana hypersex. Aku tidak mau kalah, kubalas segeraciumannya ke bibir tebal seksinya itu. Lalu kusenderkan diriku di tembok sebelah wastafel dan kuangkat pahanya ke pinggangku. Ciuman Tante Yana sangat erotis dan bertempo cepat. Kurasakan bibirku dan sebagian pipiku basah karena dijilati oleh Tante Yana. Pahanya yang tadi kuangkat kini menggesek-gesek pinggangku. Akibat erotisnya ciuman Tante Yana, nafsuku menjadi bertambah. Kumasukkan kedua tanganku ke balik bajunya di punggungnya seperti memeluk, dan kuelusi punggungnya. Saat kuelus punggungnya, Tante Yana mendongakkan kepalanya dan terengah. Sesekali tanganku mengenai tali BH-nya yang kemudian terlepas akibat gesekan tanganku. Kemudian Tante Yana mencabut bibirnya dari bibirku, menyudahi ciuman dan mengajakkuuntuk ke kamarnya.<br /><br />Kami buru-buru ke kamarnya karena sangat bernafsu. Aku sampai tidak memperhatikan bentuk dan isi kamarnya, langsung direbah oleh Tante Yana dan meneruskan ciuman. Posisi Tante Yana adalah posisi senggama kesukaanku yaitu nungging. Ciumannya benar-benar erotis. Kumasukkan tanganku ke celananya dan aku langsung mengelus belahan pantatnya yang hampir mengenai belahan vaginanya. Tante Yana yang hyper itu langsung melucuti kaosku dengan agak cepat. Tapi setelah itu ada adegan baru yang belum pernah kulihat baik di film semi ataupun di BF manapun. Tante Yana meludahi dada abdomen-ku dan menjilatinya kembali. Sesekali aku merasa seperti ngilu ketikalidah Tante Yana mengenai pusarku. Ketika aku mencoba mengangkat kepalaku, kulihat bagian leher kaos tante Yana kendor, sehingga buah dadanya yang bergoyang-goyang terlihat jelas. Kemudian kupegang pinggangnya dan kupindahkan posisinya ke bawahku. Lalu, kulucuti kaosnya serta beha nya, kulanjutkan menghisapi puting payudaranya. Nampak Tante Yana kembali mendongakkan kepalanya dan terengah sesekali memanggil namaku.<br /><br />Sambil terus menghisap dan menjilati payudaranya, kulepas celana panjangku dan celana dalamku dan kubuang ke lantai. Ternyata pas kupegang “anu”-ku, sudah ereksi dengan level maksimum. Sangat keras dan ketika kukocok-kocok sesekali mengenai dan menggesek urat-uratnya. Tante Yana pun melepas celana-celananya dan mengelusi bulu-bulu dan lubang vaginanya. Ia juga meraup sedikit mani dari vaginanya dan memasukkan jari-jari tersebut ke mulutku. Aku langsung menurunkan kepalaku dan menjilati daerah “bawah” Tante Yana. Rasanya agak seperti asin-asinditambah lagi adanya cairan yang keluar dari lubang “anu”-nya Tante Yana. Tapi tetap saja aku menikmatinya. Di tengah enaknya menjilat-jilati, ada suara seperti pintu terbuka namun terdengarnya tidak begitu jelas. Aku takut ketahuan oleh pembantunya atau Anita.<br /><br />Sejenak aku berhenti dan ngomong sama Tante Yana, “Eh.. Tante..” Ternyata tante justru meneruskan “adegan” dan berkata, “Ehh.. bukan siapa-siapa.. egghh..” sambil mendesah. Posisiku kini di bawah lagi dan sekarang Tante Yana sedang menghisap “lollypop”. Ereksikusemakin maksimum ketika bibir dan lidah Tante Yana menyentuh bagian-bagian batangku. Tante Yanamengulangi adegan meludahi kembali. Ujung penisku diludahi dan sekujurnya dijilati perlahan. Bayangkan, bagaimana ereksiku tidak tambah maksimum?? Tak lama, Tante Yana yang tadinya nungging, ganti posisi berlutut di atas pinggangku. Tante Yana bermaksud melakukan senggama. Aku sempat kaget dan bengong melihat Tante Yana dengan perlahan memegang dan mengarahkan penisku ke lubangnya layaknya film BF saja. Tapi setelah ujungnya masuk ke liang senggama, kembali aku seperti ngilu terutama di bagian pinggang dan selangkanganku dimana kejadian itusemakin menambah nafsuku.<br /><br />Tante mulai menggoyangkan tubuhnya dengan arah atas-bawah awalnya dengan perlahan. Aku merasa sangat nikmat meskipun Tante Yana sudah tidak virgin. Di dalam liang itu, aku merasa adacairan hangat di sekujur batang kemaluanku. Sambil kugoyangkan juga badanku, kuelus pinggangnya dan sesekali buah dadanya kuremas-remas. Tante Yana juga mengelus-elus dada dan pinggangku sambil terus bergoyang dan melihatiku dengan tersenyum. Mungkin karena nafsu yang besar, Tante Yana bergoyang sangat cepat tak beraturan entah itu maju-mundur atau atas bawah. Sampai-sampai sesekali aku mendengar suara “Ngik ngik ngik” dari kaki ranjangnya. Akibat bergoyang sangat cepat, tubuh Tante Yana berkeringat. Segera kuelus badannya yang berkeringat dan kujilatitanganku yang penuh keringat dia itu.<br /><br />Lalu posisinya berganti lagi, jadinya aku bersandar di ujung ranjang, dan Tante Yana menduduki pahaku. Jadinya, aku bisa mudah menciumi dada dan payudaranya. Juga kujilati tubuhnya yang masih sedikit berkeringat itu, lalu aku menggesekkan tubuhku yang juga sedikit berkeringat kedada Tante Yana. Tidak kupikirkan waktu itu kalau yang kujilati adalah keringat karena nafsu yang terlalu meledak. Tak lama, aku merasa akan ejakulasi. “Ehh.. Tante.. uu.. udaahh..” Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Tante Yana sudah setengah berdiri dan nungging di depanku. Tante Yana mengelus-elus dan mengocok penisku, dan mulutnya sudah ternganga dan lidahnya menjulur siap menerima semprotan spermaku. Karena kocokan Tante Yana, aku jadi ejakulasi. “Crit.. crroott.. crroott..” ternyata semprotan spermaku kuhitung sampai sekitar tujuh kali dimana setiap kencrotan itu mengeluarkan sperma yang putih, kental dan banyak. Sesekali jangkauan kencrotannya panjang, dan mengenai rambut Tante Yana. Mungkin ada juga yang jatuh ke sprei. Persis sekali film BF.<br /><br />Kulihat wajah Tante Yana sudah penuh sperma putih kental milikku. Tante Yana yang memanghyper, meraup spermaku baik dari wajahnya ataupun dari sisa di sekujur batangku, dan memasukkan ke mulutnya. Setelah itu, aku merasa sangat lemas. Staminaku terkuras oleh Tante Yana. Aku langsung rebahan sambil memeluk Tante Yana sementara penisku masih tegak namuntidak sekeras tadi.<br /><br />Sekitar seminggu berlalu setelah ML sama Tante Yana. Siang itu aku sedang ada di rumah hanya bersama pembantu (orang tuaku pulangnya sore atau malam, adikku juga sedang sekolah). Sekitar jam satu-an, aku yang sedang duduk di kursi malas teras, melihat Tante Yana mau pergi entah kemana dengan mobilnya. Kulihat Anita menutup pagar dan ia tidak melihatku. Sekitar 10 menitkemudian, telepon rumahku berdering. Saat kuangkat, ternyata Anita yang menelepon. Nada suaranya agak ketus, menyuruhku ke rumahnya. Katanya ada yang ingin diomongin. Di ruang tamunya, aku duduk berhadapan sama Anita. Wajahnya tidak seperti biasanya, terlihat jutek, judes, dan sebagainya. Berhubung dia seperti itu, aku jadi salah tingkah dan bingung mau ngomong apa.<br /><br />Tak lama Anita mulai bicara duluan dengan nada ketus kembali,<br />“De, gue mau tanya!”<br />“Hah? Nanya apaan?” Aku kaget dan agak dag dig dug.<br />“Loe waktu minggu lalu ngapain sama nyokap gue?” Dia nanya langsung tanpa basa-basi.<br />“Ehh.. minggu lalu? Kapan? Ngapain emangnya?”<br />Aku pura-pura tidak tahu dan takutnya dia mau melaporkan ke orang tuaku.<br />“Aalahh.. loe nggak usah belagak bego deh.. Emangnya gue nggak tau? Gue baru pulang sekolah, gue liat sendiri pake mata kepala gue.. gue intip dari pintu, loe lagi make nyokap gue!!”<br />Seketika aku langsung kaget, bengong, dan tidak tahu lagi mau ngapain, badan sudah seperti mati rasa. Batinku berkata, “Mati gue.. bisa-bisa gue diusir dari rumah nih.. nama baik ortu gue bisa jatoh.. mati deh gue.”<br /><br />Anita pun masih meneruskan omongannya,<br />“Loe napsu sama nyokap gue??”<br />Anita kemudian berdiri sambil tolak pinggang. Matanya menatap sangat tajam. Aku cuma bisa diam, bengong tidak bisa ngomong apa-apa. Keringat di leher mengucur. Anita menghampiriku yang hanya duduk diam kaku beku perlahan masih dengan tolak pinggang dan tatapan tajam. Pipiku sudah siap menerima tamparan ataupun tonjokan namun untuk hal dia akan melaporkannya ke orang tuaku dan aku diusir tidak bisa aku pecahkan. Tapi, sekali lagi kenyataan sangat berbeda. Anita yang memakai kaos terusan yang mirip daster itu, justru membuka ikatan di punggungnya dan membukakaosnya. Ternyata ia tidak mengenakan beha dan celana dalam. Jadi di depanku adalah Anita yang bugil. Takutku kini hilang namun bingungku semakin bertambah. “Kalo gitu, loe mau juga kan sama gue?” Anita langsung mendekatkan bibir seksi-nya ke bibirku. Celana pendekku nampak kencang di bagian “anu”.<br /><br />Kini yang kurasakan bukan ciuman erotis seperti ciuman Tante Yana, namun ciuman Anita yang lembut dan romantis. Betapa nikmatnya ciuman dari Anita. Aku langsung memeluknya lembut. Tubuh putihnya benar-benar mulus. Bulu vaginanya sekilas kulihat coklat gelap. Sesegera mungkin kulepas celana-celanaku dan Anita membuka kaosku. Lumayan lama Anita menciumiku dengan posisimembungkuk. Kukocok-kocok penis besarku itu sedikit-sedikit. Aku langsung membisikkannya, “Nit, kita ke kamarmu yuk..!” Anita menjawab, “Ayoo.. biarlebih nyaman.” Anita kurebahkan di ranjangnya setelah kugendong dari ruang tamu. Seperti ciuman tadi, kali ini suasananya lebih lembut, romantis dan perlahan. Anita sesekali menciumi dan agak menggigit daun telingaku ketika aku sedang mencumbu lehernya. Anita juga sesekali mencengkeram lenganku dan punggungku. Kaki kanannya diangkat hingga ke pinggangku dan kadang dia gesek-gesekkan. Dalam pikiranku, mungkin kali ini ejakulasiku tidak selama seperti sama Tante Yana akibat terbawa romantisnya suasana.<br /><br />Dari sini aku bisa tahu bahwa Anita itu tipe orang romantis dan lembut. Tapi tetap saja nafsunya besar. Malah dia langsung mengarahkan dan menusukkan penisku ke liang senggamanya tanpa adegan-adegan lain. Berhubung Anita masih virgin, memasukkannya tidak mudah. Butuh sedikit dorongan dan tahan sakit termasuk aku juga. Wajah Anita nampak menahan sakit. Gigi atasnya menggigit bibir bawahnya dan matanya terpejam keras persis seperti keasaman makan buah mangga atau jambu yang asem. Tak lama, “Aaahh.. aa.. aahh..” Anita berteriak lumayan keras, aku takutnya terdengar sampai keluar. Selaput perawannya sudah tertembus. Aku mencoba menggoyangkan maju-mundur di dalam liang yang masih sempit itu. Tapi, aku merasa sangat enak sekali senggama di liang perawan. Anita juga ikutan goyang maju-mundur sambil meraba-raba dadaku dan mencium bibirku. Ternyata benar perkiraanku. Sedikit lagi aku akan ejakulasi. Mungkin hanya sekitar 6 menit. Meski begitu, keringatku pun tetap mengucur. Begitupun Anita.<br /><br />Dengan agak menahan ejakulasi, gantian kurebahkan Anita, kukeluarkan penisku lalu kukocokdi atas dadanya. Mungkin akibat masih sempit dan rapatnya selaput dara Anita, batang penisku jadi lebih mudah tergesek sehingga lebih cepat pula ejakulasinya. Ditambah pula dalam seminggu tersebut aku tidak onani, nonton BF, atau sebagainya. Kemudian, “Crit.. crit.. crott..” kembali kujatuhkan spermaku di tubuh orang untuk kedua kalinya. Kusemprotkan spermaku di dada dan payudaranya Anita. Kali ini kencrotannya lebih sedikit, namun spermanya lebih kental. Bahkan ada yang sampai mengenai leher dan dagunya. Anita yang baru pertamakali melihat sperma lelaki, mencoba ingin tahu bagaimana rasanya menelan sperma. Anita meraup sedikit dengan agakcanggung dan ekspresi wajahnya sedikit menggambarkan orang jijik, dan lalu menjilatnya.<br /><br />Terus, Anita berkata dengan lugu, “Emm.. ee.. De.. kalo ‘itu’ gimana sih rasanya?” sambil menunjuk ke kejantananku yang masih berdiri tegak dan kencang. “Eh.. hmm hmm.. cobain aja sendiri..” sambil tersenyum ia memegang batang kemaluanku perlahan dan agak canggung. Tak lama, ia mulai memompa mulutnya perlahan malu-malu karena baru pertama kali. Mungkin ia sekalian membersihkan sisa spermaku yang masih menetes di sekujur batangku itu. Kulihat sekilas di lubang vaginanya, ada noda darah yang segera kubersihkan dengan tissue dan lap. Setelah selesai, aku yang sedang kehabisan stamina, terkulai loyo di ranjang Anita, sementara Anita juga rebahan di samping. Kami sama-sama puas, terutama aku yang puas menggarap ibu dan anaknya itu.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-32366612871574954842010-07-22T03:35:00.000-07:002010-07-22T03:36:24.980-07:005 Wanita Haus Seks5 Wanita Haus Seks<br /><br />"Hallo Nia.."<br />"Iya Man pa kabar?"<br />"Baik, kamu ada dimana?"<br />"Aku lagi di tempat kost temanku nih, main donk kesini teman-teman ku pingin kenalan sama kamu..", katanya<br />"Ehmm.. di daerah mana?" tanyaku.<br />"Daerah Radio Dalam, dateng ya sekarang"<br />"Ok deh nanti kalau aku dah deket aku telpon ya" kataku<br />"Ok aku tunggu ya, jangan lupa siapin diri, hehehe..", katanya lagi<br />"Lho, emang aku mau diapain?", tanyaku penasaran<br />"Mau diperkosa rame-rame siap nggak?"<br />"Siapa takut..", jawabku sekenanya<br /><br />Lalu aku pun meluncur ke arah Radio Dalam dan sekitar 15 menit akupun sampai di tempat yang telah dijanjikan.<br />"Hallo Nia, aku dah di depan nih..", kataku<br />"Ok aku keluar ya, sabar.."<br /><br />Lalu munculah seorang gadis yang sangat seksi tingginya sekitar 175 dengan berat sekitar 55 kg, wowww.. buah dadanya lebih besar dari pada punya Nia. Lalu dia menghampiri mobilku dan mengetuknya.<br />"Iya, ada apa?", jawabku dengan mataku yang tak lepas dari buah dadanya yang montok itu.<br />"Firman ya..", kata dia.<br />"Iya", kataku.<br />"Aku Melly temennya Nia yuk masuk yuk..", katanya dengan senyum nakalnya.<br />"Oh.. yuk", jawabku agak sedikit tergagap.<br /><br />Wah, bakal ada pesta besar nih pikirku dalam hati. Sesampai dikamarnya aku disambut dengan pelukan dan ciuman oleh Nia dan aku diperkenalkan kepada 3 temennya yang lain yang satu bernama Dita, Ayu dan Kiki. Dan harus kuakui mereka bertiga tidak kalah menggiurkannya dengan si Melly.<br /><br />Tiba-tiba Nia membuka omongan yang bagiku sifatnya hanya basa-basi dan kemudian diteruskan oleh teman-temannya dan lama-kelamaan omongan kami berlanjut ke arah selangkangan. Dan tiba-tiba dari arah belakang ada yang memelukku saat aku akan menengok, dengan cepatnya Melly mencium bibirku dengan liarnya, maka akupun tak kalah bernafsunya aku balas dengan liarnya pula.<br /><br />Dan ternyata yang memelukku dari belakang adalah Nia dia terus menciumi leherku dan terus turun ke bawah mencoba membuka bajuku sementara aku masih saja berciuman dengan Melly. Ketika bajuku dilepaskan oleh Nia tiba-tiba ada tangan yang membuka celanaku termasuk celana dalamku maka langsung saja adekku yang telah tegang sedari tadi keluar dari sarangnya. Dan seketika itu juga "Adekku" langsung dilahap dengan liarnya setelah aku lihat ternyata Dita dengan ganasnya sedang mengulum kemaluanku.<br /><br />Saat aku sedang diserang oleh tiga wanita ini aku sempat mencari kemana Ayu dan Kiki ternyata mereka ada di sofa dekat situ dan keduanya sudah telanjang bulat dan aku lihat Kiki sedang menjilati vagina Ayu dan Ayu pun mendesah-desah dan meliuk-liukan badannya diatas sofa tersebut sementara aku sendiri sedang kewalahan menangani seranga dari tiga wanita ini, maka aku tidak memperhatikannya.<br /><br />Langsung saja aku buka baju Melly yang terdekat dengan aku dan ketika Melly sedang membuka seluruh bajunya aku tarik Dita keatas dan kami pun berciuman sementara itu Nia menggantikan posisi Dita mengulum kemaluanku. Begitu pula dengan Dita aku buka bajunya dan posisinya digantikan oleh Nia sedangkan posisi Nia digantikan oleh Melly, wow.. ternyata kuluman Melly lebih enak dari pada Nia dan Dita sampai akhirnya aku merebahkan diri di ranjang yang berada disitu.<br /><br />Nia setelah melepas bajunya langsung saja memgang kemaluanku dan diarahkannya ke liang vaginannya yang ternyata sudah basah sedari tadi setelah pas maka diturunkan pantatnya perlahan-lahan hingga akhirnya..<br />Bless.., "Aah..", desah Nia.<br />Sementara Nia sedang asiknya menaik turnkan pantatnya diatasku, maka aku tarik Melly keatasku dan aku menjilati vaginanya.<br />"Ahh.. enak Man terus Man ohh.." desah Melly.<br />"Ahh.. ohh.sst" desah Nia yang bersahut-sahutan dengan Melly dan Ayu.<br />"Ohh.. yess lick my pussy Man ohh yess sst" racau Melly ketika klitorisnya aku hisap-hisap.<br /><br />Sementara itu aku tarik pula si Dita dan aku masukan jari tengahku ke liang vaginanya sehingga membuat Dita meracau dan meliuk-liukan badannya.<br />"Ohh yes Man enak Man dalem lagi Man ohh.." racau Dita.<br />Sementara setelah berada dalam posisi seperti selama kurang lebih 15 menit akhirnya Nia menggenjotnya semakin cepat dan mengerang.<br />"Ahh.. Man aku keluar Man ah.." desah Nia dan seketika itu pula tubuhnya melemas dan menggelimpang disampingku dan ternyata tanpa aku sadari dibawahku sudah ada si Ayu yang dengan cepatnya langsung melumat kemaluanku maka aku pun menggeliat menahan nikmat hisapan Ayu dan Melly segera turun dari mulutku dan memasukan kemaluanku ke vaginanya dan langsung digoyangkannya naik turun dan kadang memutar, sementara Dita tidak mau kehilangan kesempatan maka dia menyodorkan vaginannya ke mulutku dan akupun menjilati dan mengihisap-hisap vaginanya.<br /><br />Setelah 5 menit aku jilati vagina nya maka tubuh Dita mengejang dan dia berteriak, "Man ahh.. aku keluar Man.. ah.." sambil menekan vaginanya ke mulutku langsung saja aku menghisap vaginanya kuat-kuat dan aku merasakan mengalir deras cairan dari vaginanya yang langsung aku sedot dan aku telan habis.<br /><br />Setelah Dita merebahkan diri di sampingku ternyata Kki juga tidakmau ketinggalan dia menaiki aku dan kembali aku disodorkan vagina ke 3 siang ini yang langsung aku lumat habis baru aku memulai menjilati vagina Kiki Melly yang masih bergoyang diatasku akhirnya mengerang kuat.<br />"Man aku keluar Man ah.. sst ahh.." racaunya.<br />Terasa sekali cairanya mengalir deras mambahasi kemaluanku dan seketika itu pula ubuhnya melemas dan menggelimpang disampingku dan ternyata Kiki sudah tidak tahan dan langsung menurunkan tubuhnya ke bawah dan memasukan penisku ke vaginanya dan..<br />"Ahh.. sst ahh.. Man mentok Man.. ah.." desahnya.<br />Sedangkan Ayu yang sedari tadi hanya melihat sambil masturbasi sendiri aku tarik keatasku dan aku jilat dan hisap vaginannya<br />"Ohh yess ohh lick it honey oh.." desah Ayu.<br />Setelah 10 menit Kiki diatasku dan menggoyangkan pinggulnya akhirnya dia pun mengalami klimaks.<br /><br />Sementara aku sendiri yang sedari tadi belum keluar karena tidak konsentrasi maka setelah Kiki rebah di sampingku maka aku membalikan badan hingga Ayu berada di bawahku dan perlahan-lahan aku masukan penisku ke vaginanya terasa sangat sempit, ketika kepala penisku mulai menyeruak masuk hingga Ayu berteriak.<br />"Ahh.. pelan-pelan Man sakit"<br />Maka perlahan-lahan aku masukan lagi setelah setengahnya masuk aku diamkan sebentar agar vagina Ayu terbiasa karena aku melihat Ayu mengerenyitkan dahinya menahan sakit setelah Ayu tenag maka aku sorong pantatku dan akhirnya seluruh penisku berada dalam vagina Ayu<br />"Ahh Man sakit ah.." desah Ayu.<br /><br />Dan perlahan-lahan Ayu mulai menggoyangkan pinggulnya maka aku pun menggenjot pantatku keluar masuk. Terasa semppit sekali vagina Ayu dan ketika aku melirik kebawah aku melihat ada teesan darah keluar dari vaginanya yang akhirnya baru aku ketahui bahwa memang Ayu yang termuda diantara semuanya dia baru masuk SMU kelas 1 dan hanya dia yang masih perawan.<br />"Ahh.. sst.. terus Man enak Man oh.. dalam lagi Man.." racau Ayu.<br />Maka aku menarik Ayu kepinggiran tempat tidur dengan posisi kakinya berada di bahu aku sementara aku berdiri memang Ayu tidak kelihatan seperti anak baru masuk SMU dengan tingginya sekitar 170 dan buah dadanya berukuran 36 B.<br /><br />Setelah 10 menit aku menggenjot Ayu akhirnya dia pun mengerang.<br />"Man aku keluar Man ohh.. Man.."<br />Namun aku tidak perduli aku terus menggenjot Ayu karena aku sendiri mengejar klimaks ku, setelah itu aku balikan tubuh Ayu sambil terus menggenjotnya hingga akhirnya Ayu berada dalam posisi menungging dan aku terus menggenjotnya dari belakang sambil meremas buah dadanya 36Bnya yang mengayun-ayun.<br /><br />Ketika aku sedang menggenjot dari arah bawah belakang aku merasakan ada yang menjilati buah pelirku dan ternya Melly sudah bangun lagi sehingga setelah 10 menit aku menggenjot Ayu dari belakang dia pun mengalami orgasme kembali.<br />"Ahh Man aku keluar lagi Man ah.." dan seketika itu tubuhnya benar-benar melemas melihat kondisinya yang seperti itu maka aku tidak tega dan langsung aku tarik Melly untuk mengangkang dan aku tusukan penisku ke vaginanya dan Melly dengan posisi dibawah mendesah-desah seperti orang yang kepedasan.<br />"Ahh.. Man terus Man.. esst enak Man terus Man oh.." racaunya.<br />"Enak Mel, aah.. esst ahh", racauku tidak karuan karena merasakan sedotan-sedotan di vagina Melly yang kata orang-orang 'empot ayam'.<br />Maka dengan semangatnya aku menggenjot Melly dan setelah 10 menit Melly berkata, "Man aku mau keluar Man.. Man ahh"<br />"Ntar Mell gue juga mau keluar barengan ya ahh" kataku.<br />Akhirnya, "Man gue nggak kuat Man ah..", ser.. ser.. ser.., terasa deras sekali semprotan Melly.<br />"Ahh gue juga Mell ah..", crot.. crot.. crott.., akhirnya akupun orgasme bersamaan.<br /><br />Akhirnya Kamipun ketiduran dengan posisi aku diatas Melly. Kira-kira aku tertidur 15 menit tiba-tiba aku merasakan penisku dijilat-jilat dan dihisap-hiasap setelah aku membuka mataku ternyata Dita sedang mengulum penisku.<br />Maka seketika itu juga aku langsung meracau, "Ah.. ohh.. enak Dit terus Dit"<br />Tapi Dita tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada dia langsung naik keatas tubuhku dan memasukkan penisku ke liang vagiannya, memang dari 'peperangan' tadi hanya Dita yang belum merasakan penisku maka ketika yang lain lain sedang tidur Dita memanfaatkan momen tersebut sebaik-baiknya.<br /><br />Terus dia menggoyangkan pinggulnya.<br />"Ahh.. esst enak Man ah.."<br />Aku pun merasakan keenakan dengan goyangan Dita karena goyangannya benar-benar seperti penari ular dia memutar-mutarkan pantatnya diatas penisku. Lama dia melakukan itu hingga akhirnya kami keluar bersamaan.<br />"Ahh Man enak Man ayo Man keluarin barengan ohh.."<br />Akhirnya, "Dit aku mau keluar ahh ohh crot.. crot.."<br />Kami pun lemas dan Dita menciumku bibirku mesra "Makasih ya Man, enak lho bener yang Nia bilang" katanya.<br />"Emang Nia bilang apa?" tanyaku penasaran.<br />"Kontolku kamu enak, kamu bisa bikin ceweq ketagihan nanti lagi ya" katanya.<br />Aku hanya tersenyum dan memeluk dia.<br /><br />Akhirnya aku pun menginap disitu dan kami ber-enampun melakukannya berulang kali. Kadang aku mengeluarkan spermaku di dalam vagina Melly, Ayu ataupun yang lainnya secara bergantian. Hingga sekarang pun kami masih sering melakukan kadang satu lawan satu, kadang three some, ataupun langsung berenam lagi.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-23560140701652016372010-07-22T03:34:00.001-07:002010-07-22T03:35:03.175-07:00Aduh AyahAduh Ayah<br /><br />Aku adalah anak tunggal. Ibuku adalah seorang wanita yang disiplin dan agak keras sedangkan ayahku kebalikannya bahkan bisa dikatakan bahwa ayah di bawah bendera ibu. Bisa dikatakan ibulah yang lebih mengatur segala-galanya dalam keluarga. Namun, walaupun ibu keras, di luar rumah aku termasuk cewek bandel dan sering tukar-tukar pacar, tentunya tanpa sepengetahuan ibuku. Tapi suatu saat, pada saat aku duduk di kelas 2 SMA, ibuku pergi mengunjungi nenek yang sakit di kampung. Dia akan tinggal di sana selama 2 minggu. Hatiku bersorak. Aku akan bisa bebas di rumah. Tak akan ada yang memaksa-maksa untuk belajar. Aku juga bebas pulang sore. Kalau Ayah, yah.. dia selalu kerja sampai hampir malam.<br /><br />Pulang sekolah, aku mengajak pacarku, Anton, ke rumah. Aku sudah beberapa kali mengadakan hubungan kelamin dengannya. Tetapi hubungan tersebut tidak pernah betul-betul nikmat. Selalu dilakukan buru-buru sehingga aku tidak pernah orgasme. Aku penasaran, bagaimana sih nikmatnya orgasme?<br /><br />Singkat cerita, aku dan Anton sudah berada di ruang tengah. Kami merasa bebas. Jam masih menunjukkan angka 3:00 sedangkan ayah selalu pulang pukul enam lewat. So, cukup waktu untuk memuaskan berahi. Kami duduk di sofa. Anton dengan segera melumat bibirku. Kurasakan hangatnya bibirnya. "Ah.." kurangkul tanganku ke lehernya. Ciumannya semakin dalam. Kini lidahnya yang mempermainkan lidahku. Tangannya pun mulai bermain di kedua bukitku. Aku benar-benar terangsang. Aku sudah bisa merasakan bahwa vaginaku sudah mulai basah. Segera kujulurkan tanganku ke perut bawahnya. Aku merasakan bahwa daerah itu sudah bengkak dan keras. Kucoba membuka reitsleting celananya tapi agak susah. Dengan segera Anton membukakannya untukku. Bagai tak ingin membuang waktu, secara bersamaan, aku pun membuka kemeja sekolahku sekaligus BH-ku tapi tanpa mengalihkan perhatianku pada Anton. Kulihat segera sesudah CD Anton lepas, senjatanya sudah tegang, siap berperang.<br /><br />Kami berpelukan lagi. Kali ini, tanganku bebas memegang burungnya. Tidak begitu besar, tapi cukup keras dan berdiri dengan tegangnya. Kuelus-elus sejenak. Kedua telurnya yang dibungkus kulit yang sangat lembut, sungguh menimbulkan sensasi tersendiri saat kuraba dengan lembut. Penisnya kemerah-merahan, dengan kepala seperti topi baja. Di ujungnya berlubang. Kukuakkan lubang kecil itu, lalu kujulurkan ujung lidahku ke dalam. Anton melenguh. Expresi wajahnya membuatku semakin bergairah. "Ah.." kumasukkan saja batang itu ke mulutku. Anton melepaskan celana dalamku lalu mempermainkan vaginaku dengan jarinya. Terasa sentuhan jarinya diantara kedua bibir kemaluanku. Dikilik-kiliknya klitorisku. Aku makin bernafsu. Kuhisap batangnya. Kujilati kepala penisnya, sambil tanganku mempermainkan telurnya dengan lembut. Kadang kugigit kulit telurnya dengan lembut.<br /><br />"Nit, pindah di lantai saja yuk, lebih bebas!"<br />Tanpa menunggu jawabanku, dia sudah menggendongku dan membaringkanku di lantai berkarpet tebal dan bersih. Dibukanya rok abu-abuku, yang tinggal satu-satunya melekat di tubuhku, demikian juga kemejanya. Sekarang aku dan dia betul-betul bugil. Aku makin menyukai suasana ini. Kutunggu, apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Ternyata Anton naik ke atas tubuhku dengan posisi terbalik, 69. Dikangkangkannya pahaku. Selanjutnya yang kurasakan adalah jilatan-jilatan lidahnya yang panas di permukaan vaginaku. Bukan itu saja, klitorisku dihisapnya, sesekali lidahnya ditenggelamkannya ke lubangku. Sementara batangnya tetap kuhisap. Aku sudah tidak tahan lagi.<br /><br />"Ton, ayo masukin saja."<br />"Sebentar lagi Nitt."<br />"Ah.. aku nggak tahan lagi, aku mau batangmu, please!"<br />Anton memutar haluan. Digosok-gosokannya kepala penisnya sebentar lalu.. "Bless.." batang itu masuk dengan mantap. Tak perlu diolesi ludah untuk memperlancar, vaginaku sudah banjir. Amboy, nikmat sekali. Disodok-sodok, maju mundur.. maju mundur. Aku tidak tinggal diam. Kugoyang-goyang juga pantatku. Kadang kakiku kulingkarkan ke pinggangnya.<br /><br />Tiba-tiba, "Ah.. aku keluar.." Dicabutnya penisnya dan spermanya berceceran di atas perutku.<br />"Shit! Sama saja, aku belum puas, dia sudah muntah," rungutku dalam hati.<br />Tapi aku berpikir, "Ah, tak mengapa, babak kedua pasti ada."<br />Dugaanku meleset. Anton berpakaian.<br />"Nit, sorry yah.. aku baru ingat. Hari ini rupanya aku harus latihan band, udah agak telat nih," dia berpakaian dengan buru-buru. Aku betul-betul kecewa.<br />"Kurang ajar anak ini. Dasar egois, emangnya aku lonte, cuman memuaskan kamu saja."<br />Aku betul-betul kecewa dan berjanji dalam hati tak akan mau main lagi dengannya. Karena kesal, kubiarkan dia pergi. Aku berbaring saja di sofa, tanpa mempedulikan kepergiannya, bahkan aku berbaring dengan membelakanginya, wajahku kuarahkan ke sandaran sofa.<br /><br />Kemudian aku mendengar suara langkah mendekat.<br />"Ngapain lagi si kurang ajar ini kembali," pikirku. Tapi aku memasang gaya cuek. Kurasakan pundakku dicolek. Aku tetap cuek.<br />"Nita!"<br />Oh.. ini bukan suara Anton. Aku bagai disambar petir. Aku masih telanjang bulat.<br />"Ayah!" aku sungguh-sungguh ketakutan, malu, cemas, pokoknya hampir mati.<br />"Dasar bedebah, rupanya kamu sudah biasa main begituan yah. Jangan membantah. Ayah lihat kamu bersetubuh dengan lelaki itu. Biar kamu tahu, ini harus dilaporkan sama ibumu."<br />Aku makin ketakutan, kupeluk lutut ayahku, "Yah.. jangan Yah, aku mau dihukum apa saja, asal jangan diberitahu sama orang lain terutama Mama," aku menangis memohon.<br /><br />Tiba-tiba, ayah mengangkatku ke sofa. Kulihat wajahnya makin melembut.<br />"Nit, Ayah tahu kamu tidak puas barusan. Waktu Ayah masuk, Ayah dengar suara-suara desahan aneh, jadi Ayah jalan pelan-pelan saja, dan Ayah lihat dari balik pintu, kamu sedang dientoti lelaki itu, jadi Ayah intip aja sampai siap mainnya."<br />Aku diam aja tak menyahut.<br />"Nit, kalau kamu mau Ayah puasin, maka rahasiamu tak akan terbongkar."<br />"Sungguh?"<br />Ayah tak menjawab, tapi mulutnya sudah mencium susuku. Dijilatinya permukaan payudaraku, digigitnya pelan-pelan putingku. Sementara tangannya sudah menjelajahi bagian bawahku yang masih basah. Ayah segera membuka bajunya. Langsung seluruhnya. Aku terkejut. Kulihat penis ayahku jauh lebih besar, jauh lebih panjang dari penis si Anton. Tak tahu aku berapa ukurannya, yang jelas panjang, besar, mendongak, keras, hitam, berurat, berbulu lebat. Bahkan antara pusat dan kemaluannya juga berbulu halus. Beda benar dengan Anton. Melihat ini saja aku sudah bergetar.<br /><br />Kemudian Aku didudukkannya di sofa. Pahaku dibukanya lebar-lebar. Dia berlutut di hadapanku lalu kepalanya berada diantara kedua pangkal pahaku. Tiba-tiba lidah hangat sudah menggesek ke dalam vaginaku. Aduh, lidah ayahku menjilati vaginaku. Dia menjilat lebih lihai, lebih lembut. Jilatannya dari bawah ke atas berulang-ulang. Kadang hanya klitorisku saja yang dijilatinya. Dihisapinya, bahkan digigit-gigit kecil. Dijilati lagi. Dijilati lagi. "Oh.. oh.. enak, Yah di situ Yah, enak, nikmat Yah," tanpa sadar, aku tidak malu lagi mendesah jorok begitu di hadapan ayahku. Ayah "memakan" vaginaku cukup lama. Tiba-tiba, aku merasakan nikmat yang sangat dahsyat, yang tak pernah kumiliki sebelumnya.<br /><br />"Oh.. begini rupanya orgasme, nikmatnya," aku tiba-tiba merasa lemas. Ayah mungkin tahu kalau aku sudah orgasme, maka dihentikannya menjilat lubang kewanitaanku. Kini dia berdiri, tepat di hadapan hidungku, penisnya yang besar itu menengadah. Dengan posisi, ayah berdiri dan aku duduk di sofa, kumasukkan batang ayahku ke mulutku. Kuhisap, kujilat dan kugigit pelan. Kusedot dan kuhisap lagi. Begitu kulakukan berulang-ulang. Ayah ikut menggoyangkan pantatnya, sehingga batangnya terkadang masuk terlalu dalam, sehingga bisa kurasakan kepala penisnya menyentuh kerongkonganku. Aku kembali sangat bergairah merasakan keras dan besarnya batang itu di dalam mulutku. Aku ingin segera ayah memasuki lubangku, tapi aku malu memintanya. Lubangku sudah betul-betul ingin "menelan" batang yang besar dan panjang.<br /><br />Tiba-tiba ayah menyeruhku berdiri.<br />"Mau main berdiri ini," pikirku.<br />Rupanya tidak. Ayah berbaring di sofa dan mengangkatku ke atasnya.<br />"Masukkan Nit!" ujar Ayah.<br />Kuraih batang itu lalu kuarahkan ke vaginaku. Ah.. sedikit sakit dan agak susah masuknya, tapi ayah menyodokkan pantatnya ke depan.<br />"Aduh pelan-pelan, Ayah."<br />Lalu berhenti sejenak, tapi batang itu sudah tenggelam setengah akibat sodokan ayah tadi. Kugoyang perlahan. Dengan perlahan pula batang itu semakin masuk dan semakin masuk. Ajaibnya semakin masuk, semakin nikmat. Lubang vaginaku betul-betul terasa penuh. Nikmat rasanya. Karena dikuasai nafsu, rasa maluku sudah hilang. Kusetubuhi ayahku dengan rakus. Ekspresi ayahku makin menambah nafsuku. Remasan tangan ayahku di kedua payudaraku semakin menimbulkan rasa nikmat. Kogoyang pantatku dengan irama keras dan cepat.<br /><br />Tiba-tiba, aku mau orgasme, tapi ayah berkata, "Stop! Kita ganti posisi. Kamu nungging dulu."<br />"Mau apa ini?" pikirku.<br />Tiba-tiba kurasakan gesekan kepala penis di permukaan lubangku kemudian.. "Bless.." batang itu masuk ke lubangku. Yang begini belum pernah kurasakan. Anton tak pernah memperlakukanku begini, begitu juga Muklis, lelaki yang mengambil perawanku. Tapi yang begini ini rasanya selangit. Tak terkatakan nikmatnya. Hujaman-hujaman batang itu terasa menggesek seluruh liang kewanitaanku, bahkan hantaman kepala penis itupun terasa membentur dasar vaginaku, yang membuatku merasa semakin nikmat. Kurasakan sodokan ayah makin keras dan makin cepat. Perasaan yang kudapat pun makin lama makin nikmat. Makin nikmat, makin nikmat, dan makin nikmat.<br /><br />Tiba-tiba, "Auh..oh.. oh..!" kenikmatan itu meladak. Aku orgasme untuk yang kedua kalinya. Hentakan ayah makin cepat saja, tiba-tiba kudengar desahan panjangnya. Seiring dengan itu dicabutnya penisnya dari lubang vaginaku. Dengan gerakan cepat, ayah sudah berada di depanku. Disodorkannya batangnya ke mulutku. Dengan cepat kutangkap, kukulum dan kumaju-mundurkan mulutku dengan cepat. Tiba-tiba kurasakan semburan sperma panas di dalam mulutku. Aku tak peduli. Terus kuhisap dan kuhisap. Sebagian sperma tertelan olehku, sebagian lagi kukeluarkan, lalu jatuh dan meleleh memenuhi daguku. Ayah memelukku dan menciumku, "Nit, kapan-kapan, kalau nggak ada Mama, kita main lagi yah." Aku tak menjawab. Sebagai jawaban, aku menggelayut dalam pelukan ayahku. Yang jelas aku pasti mau. Dengan pacarku aku tak pernah merasakan orgasme. Dengan ayah, sekali main orgasme dua kali. Siapa yang mau menolak?<br /><br />Sesudah itu asal ada kesempatan, kami melakukannya lagi. Sementara mama masih sering marah, dengan nada tinggi, berusaha mengajarkan disiplin. Biasanya aku diam saja, pura-pura patuh. Padahal suaminya, yang menjadi ayahku itu, sering kugeluti dan kunikmati. Beginilah kisah permainanku dengan ayahku yang pendiam, tetapi sangat pintar di atas ranjang.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-21928296219291846022010-07-22T03:31:00.000-07:002010-07-22T03:33:05.954-07:00Novi AdikkuNovi Adikku<br /><br />Aku masih ingat pada waktu itu tanggal 2 Maret 1998, aku mengantarkan adik iparku mengikuti test di sebuah perusahaan di Surabaya. Pada saat adik iparku sebut saja Novi memasuki ruangan test di perusahaan tersebut, aku dengan setia menunggu di ruang lobi perusahaan tersebut. Satu setengah jam sudah aku menunggu selesainya Novi mengerjakan test tersebut hingga jam menunjukkan pukul 11 siang, Novi mulai keluar dari ruangan dan menuju lobi. Aku tanya apakah Novi bisa menjawab semua pertanyaan, dia menjawab, “Bisa mas…”<br /><br />“Kalau begitu mari kita pulang” pintaku. “E… sebelum pulang kita makan dulu, kamu kan lapar Novi.” Kemudian Novi menggangguk. Setelah beberapa saat Novi merasa badannya agak lemas, dia bilang, “Mas mungkin aku masuk angin nich, habis aku kecapekan belajar sih tadi malam.” Aku bingung harus berbuat apa, lantas aku tanya biasanya diapakan atau minum obat apa, lantas dia bilang, “Biasanya dikerokin mas…” “Wah… gimana yach…” kataku. “Oke kalau begitu sekarang kita cari losmen yach untuk ngerokin kamu…” Novi hanya mengangguk saja.<br /><br />Lantas aku dan Novi mencari losmen sambil membeli minyak kayu putih untuk kerokan. Kebetulan ada losmen sederhana, itulah yang kupilih. Setelah pesan kamar, aku dan Novi masuk ke kamar 11 di ruang atas. “Terus gimana cara mas untuk ngerokin kamu Nov,” tanyaku. Tanpa malu-malu dia lantas tiduran di kasur, sebab si Novi sudah menganggapku seperti kakak kandungnya. Aku pun segera menghampirinya. “Sini dong mas kerokin…” Dan astaga si Novi buka bajunya, yang kelihatan BH-nya saja, jelas kelihatan putih dan payudaranya padat berisi. Lantas si Novi tengkurap dan aku mulai untuk menggosokkan minyak kayu puih ke punggungnya dan mulai mengeroki punggungnya.<br /><br />Hanya beberapa kerokan saja… Novi bilang, “Entar mas… BH-ku aku lepas sekalian yach… entar mengganggu mas ngerokin aku.” Dan aku terbelalak… betapa besar payudaranya dan putingnya masih memerah, sebab dia kan masih perawan. Tanpa malu-malu aku lanjutkan untuk mengeroki punggungnya. Setelah selesai semua aku bilang, “Sudah Nov… sudah selesai.” Tanpa kusadari Novi membalikkan badannya dengan telentang. “Sekarang bagian dadaku mas tolong dikerik sekalian.” Aku senang bukan main. Jelas buah dadanya yang ranum padat itu tersentuh tanganku. Aku berkali-kali berkata, “Maaf dik yach… aku nggak sengaja kok…” “Nggak apa-apa mas… teruskan saja.”<br /><br />Hampir selesai kerokan dadanya, aku sudah kehilangan akal sehatku. Aku pegang payudaranya, aku elus-elus. Si Novi hanya diam dan memejamkan matanya… lantas aku ciumi buah dadanya dan kumainkan pentilnya. Novi mendesis, “Mas… mas… ahhahahahh…” Terus aku kulum putingnya, tanganku pun nggak mau ketinggalan bergerilnya di vaginanya. Pertama dia mengibaskan tanganku dia bilang, “Jangan mas… jangan mas…” Tapi aku nggak peduli… terus saja aku masukkan tanganku ke CD-nya, ternyata vaginanya sudah basah sekali. Lantas tanpa diperintah oleh Novi aku buka rok dan CD-nya, dia hanya memejamkan matanya dan berkata pelan, “Yach mas…” Kini Novi sudah telanjang bulat tak pakai apa-apa lagi, wah… putih mulus, bulunya masih jarang maklum dia baru umur 20 tahun tamat SMA. Lantas aku mulai menciumi vaginanya yang basah dan menjilati vaginanya sampai aku mainkan kelentitnya, dia mengerang keenakan, “Mas… ahh… uaa… uaa… mas…”<br /><br />Dan mendesis-desis kegirangan, tangan Novi sudah gatal ingin pegang penisku saja. Lantas aku berdiri, kubuka baju dan celanaku kemudian langsung saja Novi memegang penisku dan mengocok penisku. Aku suruh dia untuk mengulum, dia nggak mau, “Nggak mas jijik… tuh, nggak ah… Novi nggak mau.” Lantas kupegang dan kuarahkan penisku ke mulutnya. “Jilatin saja coba…” pintaku. Lantas Novi menjilati penisku, lama-kelamaan dia mau untuk mengulum penisku, tapi pas pertama dia kulum penisku, dia mau muntah “Huk.. huk… aku mau muntah mas, habis penisnya besar dan panjang… nggak muat tuh mulutku.” katanya. “Isep lagi saja Nov…” Lantas dia mulai mengulum lagi dan aku menggerayangi vaginanya yang basah. Lantas aku rentangkan badan Novi.<br /><br />Rasanya penisku sudah nggak tahan ingin merenggut keperawanan Novi. “Novi… mas masukkan yah.. penis mas ke vaginamu,” kataku. Novi bilang, “Jangan mas… aku kan masih perawan.” katanya. Aku turuti saja kemauannya, aku tidurin dia dan kugesek-gesekkan penisku ke vaginanya. Dia merasakan ada benda tumpul menempel di vaginanya, “Mas… mas… jangan…” Aku nggak peduli, terus kugesekkan penisku ke vaginanya, lama-kelamaan aku mencoba untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Slep… Novi menjerit, “Ahk… mas… jangan…”<br /><br />Aku tetap saja meneruskan makin kusodok dan slep… bles… Novi menggeliat-geliat dan meringis menahan sakitnya, “Mas… mas… sakit tuh… mas… jangan…” Lalu Novi menangis, “Mas… jangan dong…” Aku sudah nggak memperdulikan lagi, sudah terlanjur masuk penisku itu.<br /><br />Lantas aku mulai menggerakkan penisku maju mundur. “Ah… mas… ah.. mas…” Rupanya Novi sudah merasakan enak dan meringis-ringis kesenangan. “Mas…” Aku terus dengan cepatnya menggenjot penisku maju mundur. “Mas.. mas…” Dan aku merasakan vagina Novi mengeluarkan cairan. Rupanya dia sudah klimaks, tapi aku belum. Aku mempercepat genjotanku. “Terus mas… terus mas… lebih cepat lagi…” pinta Novi. Tak lama aku merasakan penisku hampir mengeluarkan mani, aku cabut penisku (takut hamil sih) dan aku suruh untuk Novi mengisapnya. Novi mengulum lagi dan terus mengulum ke atas ke bawah. “Hem… hem… enak… mas…” Aku bilang, “Terus Nov… aku mau keluar nich…” Novi mempercepat kulumnya dan… cret… cret… maniku muncrat ke mulut Novi. Novi segera mencabut penisku dari mulutnya dan maniku menyemprot ke pipi dan rambutnya. “Ah… ah… Novi… maafkan mas… yach… aku khilaf Nov… maaf… yach!” “Nggak apa-apa mas… semuanya sudah terlanjur kok mas…” Lantas Novi bersandar di pangkuanku. Kuciumi lagi Novi dengan penuh kesayangan hingga akhirnya aku dan Novi pulang dan setelah itu aku pun masih menanam cinta diam-diam dengan Novi kalau istriku pas tidak ada di rumah.<br /><br />Novi… Novi… Novi sayangku, terima kasih.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-38854070889620029892010-07-22T03:30:00.000-07:002010-07-22T03:33:05.961-07:00Ayah Dan KakekkuAyah Dan Kakekku<br /><br />Namaku Virni, saat ini usiaku 22 tahun. Aku merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adikku laki-laki, usianya 2 tahun di bawahku. Kata orang aku orangnya cantik, kulitku putih bersih dengan bulu halus di seluruh tubuhku dan payudaraku berukuran 36B sedangkan tinggiku 165 cm. Kalau laki-laki lihat tubuhku, jakunnya naik-turun. Ini karena aku sering merawat tubuhku atas anjuran ibuku sendiri yang juga sangat cantik dan seksi. Karena kecantikankulah aku bermain nafsu seks dengan ayah dan kakekku sendiri.<br /><br />Awal kejadiannya di saat ibuku sakit kira-kira satu tahun yang lalu. Ibuku harus masuk rumah sakit karena kanker rahim yang dideritanya sejak melahirkan adikku. Sudah 2 bulan, ibuku di rumah sakit, karena kami hanya bertiga maka untuk menjaga ibu kami bergantian. Ayah, aku dan adikku. Malam itu aku sehabis makan malam, bersiap mau tidur, adikku berangkat ke rumah sakit untuk menggantikan ayahku menjaga ibu. Setelah adikku berangkat karena belum terlalu mengantuk, iseng aku ke kamar adikku, kutemukan buku-buku gambar porno punya adikku dan kubawa ke kamarku, setelah iseng melihat gambarnya aku mulai terangsang.<br /><br />Sekitar jam 10.00 malam, ayahku datang dari rumah sakit. Selesai makan, ayah mengunjungi kamarku.<br />"Vir.. kamu sudah tidur..?" kata ayahku sambil mengetuk pintu kamarku.<br />"Masuk.. Yah.. Vir belum tidur," teriakku dari dalam kamar sementara aku sudah berbaring di tempat tidur.<br />Pintu kamar terbuka, kulihat ayahku menatapku di depan pintu dari raut mukanya seakan mau menanggis.<br />"Ayah.. kenapa.. Mama.. baik-baik aja khan? kataku sambil berusaha duduk di tempat tidur.<br />Ayahku masuk ke kamarku lalu duduk di sampingku, dia memelukku sambil meneteskan air mata.<br />"Ibumu makin parah saja sayang, rasanya Ibu tidak akan bertahan lama lagi kalau melihat kondisi ibumu," tangis ayahku yang mambasahi dasterku.<br />Aku pun mulai terisak.<br />"Ayah.. kalau ada apa-apa sama Ibu, Ayah nggak perlu merasa kehilangan, Ayah harus pasrah, lagi khan ada kami berdua yang akan menemani Ayah."<br />Ayah menatapku lalu diciumnya keningku dan berkata,<br />"Iya.. Ayah harus tegar yach.. Ayah sayang sama kamu berdua."<br /><br />Lalu ayah mencium kedua pipiku, tetapi ketika akan berpaling secara tidak sengaja bibir ayahmenyentuh bibirku. Aku tiba-tiba ada perasaan aneh pada diriku, aku merasa terangsang lebih-lebih aku terbayang buku porno adikku yang tadi aku lihat. Kubalas kecupan ayahku, kukecup bibirnya dengan dalam dan lidahku kucoba masukkan ke mulut ayahku, ayahku yang agak gelagapan dan mulai terangsang, mengikuti dengan balasan lidahnya sehingga lidah kami bertautan. Rupanya ayahku makin terangsang, disibaknya selimut yang masih menutup tubuhku sehingga aku yangmemakai daster mulai digerayangi ayahku. Lidah kami masih bertautan membuat makin bergelora nafsu seks kami. Aku biarkan saja ketika tangan ayahku mulai merayap di paha putihku yang semakin naik sehingga menyentuh celana dalamku. Jari tengahnya mulai menggaruk vaginaku yang masih tertutup celana dalam. Aku mulai mengelinjang.<br /><br />Ayahku mulai menurunkan tali daster dari bahuku sehingga payudaraku yang mancung dengan puting berwarna kecoklatan kini terpampang di depan muka ayah. Aku terbiasa tidur hanya menggunakan daster dan CD saja, aku tidak pernah pakai BH. Ayahku mulai menelusuri leher jenjangku sampai ke payudara dengan mulutnya. Ketika putingku mulai digigitnya, aku semakin menggelinjang, "Ah.. ah.. sshh.. ah.." Karena aku sudah makin terangsang yang disebabkan oleh buku porno itu, aku menganggap ayahku adalah seorang lelaki yang harus memuaskan nafsu birahiku.<br /><br />Tanganku mulai ikut berkerja dengan memegangi batang ayahku yang masih bersembunyi di balik celana panjang. Kugosokkan tanganku pada celananya yang membuat ayahku semakin ganas menggigit putingku dan dasterku disibaknya sehingga CD-ku dengan satu tarik telah merosot yang membuat vaginaku yang setiap hari kurawat dengan baik terpampang jelas serta mengeluarkan bau yang sangat harum menyerbak di ruang tidurku.<br /><br />"Bau.. apa.. ini.. Vir? harum sekali," tanya ayahku.<br />"Bau dari vagina Virni, Ayah," kataku.<br />"Vir.. baunya harum sekali, Ayah suka baunya."<br />"Ayah, vagina Virni boleh kok kalau mau dijilatin, dimasukkin punya Ayah juga boleh," kataku lagi.<br />"Bener nih, Vir?" tanya ayahku.<br />"Iya," kataku.<br /><br />Dengan nafsunya dimana ayah yang sedang mengemut dan menggigit payudaraku langsung menurunkan tubuhnya sehingga sekarang vaginaku sudah tepat di depan muka ayahku. Lidahnya yang halus menyapu vaginaku. Dijilatnya vaginaku bagian luar. Aku mulai belingsatan. Aku makin bergelinjang ketika lidah ayahku menemukan biji klitorisku. "Ah.. ah.. ssh.. argh.. argh.." kataku sambil menggelengkan kepalaku. Rupanya ayahku senang memainkan klitorisku dengan lidahnya yang hampir 15 menit lamanya. Aku pun makin memuncak nafsuku dan meminta pada ayahku,<br />"Ayah, bo.. boleh nggak kalau Virni nyoba.. batang kemaluan Ayah?"<br />"Oh.. kamu mau?" tanya ayahku.<br />"Iya Yah.." kataku lagi.<br />Sementara lidah ayah masih di klitorisku, ayah melepas semua yang melekat di tubuhnya dan langsung menindihku sehingga batang kemaluan ayahku persis di depan hidungku, posisikami seperti angka 69. Batang kemaluan ayahku panjang, besar dan hitam, kira-kira 25 cm. Aku langsung berpikir ayah harus memuaskan diriku.<br /><br />Batang ayah yang besar, hitam dan panjang kucoba kumasukkan dalam mulutku, tetapi karena bibirku yang mungil batang itu hanya masuk kepalanya saja dan lidahku mulai menjilatinya. Ayahku mulai belingsatan. Hampir 15 menit aku jilat dan kuhisap batang kemaluan ayahku, ada sesuatu yang mendesak dari dalam vaginaku yang langsung keluar yaitu berupa cairan kental yangmembasahi vaginaku dan muka ayahku, tetapi ayah lebih dulu menangkap cairanku ke dalam lidahnya lalu ditelan ke mulut ayah. "Ah.. argh.. argh.. ssh.. Ayahh.." kataku sambil tubuhku ambruk, terlepaslah batang ayah dari mulutku. Ayahku berdiri dan berkata,<br />"Vir.. boleh vaginamu Ayah tusuk sekarang?"<br />"Iya.. Yah.." kataku lirih.<br />Ayah lalu menindihku, batang kemaluan ayahku ditempelkan tepat di depan vaginaku. Jari ayahku mengorek vaginaku yang masih rapat sehingga aku jadi menggelinjang. "Ah.. ah.. ssh.."<br /><br />Setelah vaginaku agak lebar dan besar, batang kemaluan ayahku dicobanya untuk memasuki vaginamilikku. Karena masih agak sempit lubangnya maka baru kepala batang kemaluan ayah yang bisa masuk, ayah lalu memberi tekanan yang membuatku merem melek. "Vir.. sakit ya," kata ayahku. "Ah.. nggak apa-apa koq.. Yah, nanti juga nggak sakit kalau batang kemaluan ayah sudah masuk semua." Ayah pun kembali menekan batang kemaluannya ke vaginaku. Tapi karena batang kemaluan ayah yang memang besar sekali, pada tekanan yang ke-10 kalinya keluar-masuk, hanya bisa masuk setengahnya saja batang kemaluan ayah ke vaginaku. Aku pun menjerit,<br />"Aaawww.."<br />"Sakit yach.. Vir.." kata ayah.<br />"Ah.. nggak Yah, terus.. Yah.. nekennya, biar vagina Vir.. jadi lebar!" kataku.<br />Ayahku pun lalu menekan lagi batang kemaluannya keluar-masuk vaginaku.<br /><br />Ayah agak membungkuk sehingga payudaraku kembali jadi bulan-bulanan mulut dan lidah ayahku. Aku mengusap kepala ayahku yang menetek pada payudaraku dan menghujamkan batang kemaluannya di vaginaku, seperti mengelus anak kecil. Hampir satu jam aku mengikuti permainan nafsu buas ayahku yang membuatku orgasme. Cairan putih kental bercampur darah mendesak keluar dari vaginaku yang masih dihujam batang kemaluan ayah sehingga membasahi pahaku dan kakiku serta keringat yang mengucur deras dari pori-pori tubuhku. "Agh.. agh.. arg.. awww.. agh.. Vir.. keluar.. nih.. Yah.. agh.. ssh," kataku dengan tubuh menggelepar seperti cacing kepanasandan lemaslah tubuhku. Sementara ayahku masih kuat berpacu dengan semakin cepat memasuk-keluarkan batang kemaluannya dari vaginaku yang sudah becek. Batang kemaluan ayah dicabutdari vaginaku.<br /><br />Badanku yang loyo diputar oleh ayahku dari terlentang sekarang tengkurap, posisi pantatku diangkat sehingga vaginaku kembali menantang lalu ditempelkan batang kemaluan ayahku pada vaginaku, lalu ditekannya supaya masuk kembali. Vaginaku yang masih becek dibersihkan oleh dasterku lalu jari ayah menusuk lagi ke vaginaku untuk melebarkan vaginaku agar memudahkan batang kemaluan ayah masuk. Kali ini batang kemaluan ayah bisa masuk ke dalam vagina semuanya sampai berasa di rahimku. Satu jam lamanya vaginaku disodok batang kemaluan ayah dari belakang yang membuatku orgasme kedua kalinya. "Argh.. argh.. aahh.. sshh.. agh.. Ayah.. nikmat sekali.. argh.." Basahlah batang kemaluan ayah oleh cairanku, tetapi 5 menit kemudian ayah sampai juga mencapai titik orgasmenya. "Vir.. Ayah.. juga.. mau.. keluar.. nih.. argh.. argh.." kata ayahku tersengal-sengal. "Yah.. keluarin aja di dalam rahim.. Vir.." pintaku pada ayah, dimana sebenarnya aku sudah setengah sadar karena kecapaian. "Crot.. crot.. ser.. ser.. argh.. argh.." suara cairan ayah yang menyembur deras ke vagianku disertai suaralenguhan ayah yang langsung ambruk di atas tubuhku. Aku merasakan kehangatan yang sangat di dalam vaginaku di saat cairan batang kemaluan ayah menyembur yang membuatku pun langsung tertidur.<br /><br />Jam 05.00 pagi aku terbangun dalam keadaan bugil yang sedang dipeluk ayahku yang masih tertidur. Aku lalu bangkit ketika melihat batang kemaluan ayahku yang loyo, aku mencoba menjilat sisa-sisa cairan yang rasanya agak manis asin, kujilat sampai habis dan ayahku terbangun. "Virni.. maafin Ayah yach, Ayah nggak sadar berbuat ini kepadamu, Ayah khilaf karena 5 bulan ayah tidak menyentuh Ibumu, maafin Ayah yach," kata ayah. "Tidak apa-apa kok Yah.. Vir senang dapat memuaskan Ayah yang sudah 5 bulan tidak menyentuh Mama, Virnijuga senang sudah merasakan kehangatan Ayah, Vir juga senang dan menikmati saat batang kemaluan Ayah yang gede itu menyemburkan isinya di dalam vagina Vir, Vir jadi mau lagi kapan-kapan," kataku dengan perasaan senang. Ayah sebenarnya agak bingung melihat Aku yang senang, tapi setelah itu ayah tersenyum dan memelukku dan menciumku. "Ya.. kapan-kapan lagi," gumam ayahku.<br /><br />Dan memang setelah kejadian malam yang indah itu, setiap adikku ke rumah sakit untuk jaga mama, aku dan ayah pasti melakukan perbuatan berburu nafsu lagi. Hal itu terjadi hingga 3 bulan kemudian dan terhenti disaat mama meninggal dunia, sampai hari ke-7. Sejak kematian mamaku, kakekku, ayah dari mamaku yang tinggal di luar kota menginap di rumah kami, usia kakekku 63 tahun, dia seorang duda yang sudah 7 tahun ditinggal mati nenekku. Hari ini adalah hari ke-7 meninggalnya mama, saudara mama sedang sibuk untuk mengurus acara malam nanti, waktu itu jam 10.00 pagi, aku ada di kamarku, karena sudah 7 hari ayah tidak menyentuh nafsu birahiku, aku mencoba orgasme sendiri. Kuangkat rokku, vaginaku yang terbuka bebas karena aku tidak pakai CD sedang kumainkan dengan jariku, saking asyiknya mataku pun ikut kupejamkan, aku tidak tahu kalau kakekku sudah di dalam kamarku.<br /><br />"Vir.. kamu lagi ngapain? Kakek pinjam sarung yach, adikmu lagi pergi sih, jadi Kakek kesini."<br />Aku tersentak kaget, kubelalakan mataku dan buru-buru rokku kuturunkan menutupi vaginaku.<br />"Ah.. Kakek ngagetin Vir aja nih, kenapa nggak ketuk pintu dulu."<br />"Kakek sudah ketuk pintu, tapi kamu lagi asyik, kayaknya jadi Kakek masuk aja, nggak taunya kakek melihat pemandangan yang indah," kata kakek seakan menyangkal kataku.<br />"Ah Kakek bisa aja," kataku pucat pasi.<br />"Vir.. boleh.. kakekmu melihatnya lagi punyamu.. sudah 8 tahun kakek tidah pernah melihatnya lagi."<br /><br />Sebenarnya aku agak malu untuk memperlihatkannya pada kakekku, tapi karena sudah 7 hari ayah tidak menyentuhku dan aku lagi onani maka kuijinkan.<br />"Boleh Kek!"<br />Kuangkat rokku dan terpampanglah dengan jelas vagina milikku di depan kakekku yang langsung berkomentar.<br />"Virni.. luar biasa sekali vaginamu, bagus banget bentuknya lagi mengeluarkan bau yang harum, wah.. wah.. wah, boleh Kakek memegangnya?" pinta kakekku.<br />"Boleh.. Kek, malah tidak hanya memegang, kalau Kakek mau coba jilat juga boleh," kataku yang mulai naik nafsuku.<br /><br />Dengan cepatnya kakek menundukkan badannya, saat itu juga vaginaku sudah tepat di depan muka kakekku, lidah kakekku langsung menjulur untuk menjilat vaginaku sementara pahaku sudah diraba dengan lembutnya oleh tangan kakek yang mulai keriput. Seperti anak muda, kakekku dengan cepat mengusap pahaku dan kedua jempol sudah ditempelkan ke vaginaku, bulu halus yang menutup vaginaku disibak dengan jempolnya dan dimasukkan ke dalam lubang vaginaku agar lebih lebar, kemudian lidah kakekku mulai menyapu bibir vaginaku yang membuatku panas dingin. "Aaahh.. aahh.. sshh.. aargh.." aku pun mulai berceracau ketika biji klitorisku tersentuhlidah dengan lembutnya. Klitorisku sudah mulai dijilat, dihisap dan digigit oleh kakekku, yang membuatku makin menggelinjang. "Aaawwhggh.." Pantatku kuangkat menahan rasa nikmat itu, mataku merem melek, sementara tanganku mengelus kepala kakekku yang sudah membotak, yang membuat kakekku makin rakus menjilat dan menggigit klitorisku. Kedua tangannya mulai merambah ke dalam kaos yang menutupi tubuhku. Ketika BH-ku terpegang langsung disobeknya sehingga payudaraku dan putingnya menjadi bulan-bulanan tangan kakekku. Tangannya meremas payudara sedangkan jarinya memelintirkan putingku.<br /><br />Hampir 15 menit berlalu yang tiba-tiba badanku mengejang dan sampailah aku pada puncak orgasme. Kutekan kepala kakekku di selangkanganku lalu keluarlah cairan kental yang membasahi vaginaku. "Argh.. argh.. sshh.. Kek.. Virni.. keluuarr niih.. argh.. sshh.." Tapi kakekku dengan cepat dan tangkas menangkap cairan kental yang keluar dengan derasnya dengan lidahnya yanglangsung menelannya. "Virni.. luar biasa.. klitorismu rasanya manis, tapi cairan kentalmu lebih manis lagi.. wahh.. Kakek jadi lebih segar sekarang ini," kata kakekku sementara aku sudah terbaring lemas. "Vir.. boleh nggak.. kalau vaginamu dimasukkin oleh batang kemaluan Kakek?" tanya kakekku. Dengan setengah sadar kukatakan, "Boleh.. Kek.."<br /><br />Kakek dengan sigap melepaskan semua yang dipakainya hingga bugil lalu baju kaosku juga ditanggalkannya. Kulirik kakekku yang sudah agak membungkuk, naik ke tempat tidur. Direnggangkannya kakiku dan diangkatnya sedikit. Kakek menindihku, dipegangnya batang kemaluannya lalu ditempelkan pada bibir vaginaku yang masih agak becek, setelah itu dengan sekali hentakan batang itu masuk ke dalam vaginaku. "Bleess.. jeb.. jeb.." batang kemaluan kakekku langsung menusuk sampai ke dalam vaginaku yang sudah lebar sejak dimainkan ayahkutetapi batang kemaluan kakekku rasanya lebih besar dan lebih panjang dari punya ayahku.<br /><br />"Heehhkk," aku menahan nafasku karena sembulan batang kemaluan kakekku ke dalam vaginaku yang berasa sampai ke dalam dadaku.<br />"Kenapa Vir.. sakit.. yah?" tanya kakekku.<br />"Ah.. nggak Kek.. nggak apa-apa, punya kakek gede banget sih, berapa sih.. Kek panjangnya?" tanyaku dengan tersengal.<br />"Kamu.. pasti puas.. deh.. ini panjangnya 30 cm, nenekmu aja puas.. makanya ibumu punya enambersaudara," kata kakekku membanggakan batang kemaluannya sendiri.<br />"Tapi.. Vir.. memekmu.. luar biasa uueennaak buuangeett.. punya nenekmu.. mah kalah."Dalam hatiku membenarkan bahwa batang kemaluan kakekku lebih enak dari punya ayahku. Dan benar juga perkiraanku rupanya selain lebih enak, lebih panjang, kakekku tenaganya tenaga kuda, hampir 4 jam lamanya aku menjadi bulan-bulanan kakekku.<br /><br />Setelah satu jam cara pertama, kami merubah posisi kami yaitu aku menungging, kakek menyodokkudari belakang, setelah satu jam posisi kami pun berubah lagi, kakek terlentang, aku naik di atasnya seperti naik kuda, posisi ini kami lakukan selama 2 jam. Setiap berubah posisi, aku pasti sampai orgasme, hingga aku 3 kali orgasme, kakekku hanya 1 kali itu pun pada posisiterakhir. Tubuhku sudah lemas sekali ketika posisi kami, aku di atas, kakek terlentang di bawah dimana aku sudah 3 kali dan kakekku akhirnya sampai juga puncak orgasmenya. "Vir.. argh.. argh.. Kakek.. nggak kuat lagi.. nigh.. Kakek mau keluar nih.." kata kakekku. Cepat-cepatkulepaskan vaginaku dari batang kemaluan kakekku yang langsung menyemburkan cairan kentalnya deras sekali, tapi batang itu sempat kutangkap dan kubimbing ke mulutku sehingga sebagian cairan kakekku sempat kutelan dan sebagian lagi membasahi mukaku oleh lendir kakekku.<br /><br />Kami pun langsung ambruk ketika kulihat jam menunjukkan pukul 14.00 siang. Ketika kami terbangun waktu sudah menunjukkan pukul 04.30 sore, kakekku langsung membersihkan sisa-sisa lendir di batangnya dan meninggalkanku yang masih tergeletak di tempat tidur. Sebelum kakekkupergi dia sempat mengatakan bahwa dia senang bisa memerawaniku dan ingin sekali bisa mengulanginya. Memang sejak saat itu, aku selalu melayani ayahku di saat adikku tidak di rumah dan melayani kakekku jika setiap akhir bulan kakekku mengunjungiku atau aku yang mengunjunginya.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-1174417365428788732010-07-22T03:18:00.002-07:002010-07-22T03:26:43.308-07:00Empat Mata XXXEmpat Mata XXX<br /><br />(Penonton bersorak-sorai dan bergemuruh menyambut kehadiran presenter Empat Mata XXX yang terkenal ndeso - Tukul Arwana saat pria berbibir ndower itu memasuki studio).<br /><br />Selamat malam pemirsa, baik yang di studio maupun di rumah. Malam hari ini kita kedatangan tamu istimewa yang saya yakin sangat ditunggu-tunggu oleh pemirsa semua. Tamu kita kali ini tentunya tak asing lagi, dia adalah seorang artis terkenal, model, pemain sinetron, pemain film, bintang iklan dan kebetulan dia juga seorang janda kembang yang cantik, menarik, bodynya seksi dan wajahnya melankolis. Walaupun janda kembang ini sudah memiliki seorang anak, tapi saya yakin pasti banyak sekali pemirsa yang mengantri kalau-kalau artis satu ini akhirnya mau menikah lagi. Putra tunggal artis ini kini tinggal bersama mantan suaminya dan walaupun artis ini sudah sangat merindukan sang buah hati, tapi susah sekali bertemu dengannya, kalau saya usul sih, daripada repot mending bikin lagi yang baru. Sebenarnya dia sudah meminta saya menjadi pengganti mantan suaminya itu, tapi saya menolak karena sibuk syuting Empat Mata XXX dan menjadi bintang iklan dimana-mana, wahahahaha! Baiklah, mari kita sambut saja: Tamara Bleszynski!<br /><br />(Penonton bersorak-sorai dan bergemuruh)<br /><br />Diiringi lagu yang dimainkan oleh band Peppy, sosok model dan pemain sinetron terkenal Tamara Bleszynski masuk ke panggung. Penonton makin ramai memberi sorak sorai karena penampilan Tamara yang cantik semakin terlihat seksi dengan balutan kemeja dan rok yang ketat berwarna gelap, kontras dengan kulitnya yang putih mulus tanpa cacat. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai indah menambah pesona. Rok yang dikenakan Tamara cukup pendek di bagian bawah sehingga kakinya yang jenjang terlihat menantang dan didukung oleh sepatu berhak tinggi, pantatnya yang bulat terdorong ke atas, sangat menggiurkan mata yang memandang. Tapi tentu saja dari semua kemewahan tubuh memikat Tamara, yang paling menarik adalah buah dadanya yang membusung dan ranum, sangat menggairahkan, konon katanya buah dada itu pernah diasuransikan.<br /><br />Tukul yang didatangi Tamara langsung meneteskan air liur menatap keindahan body tamunya yang seksi ini. Kalau sama yang ginian, Vega alias Ngatini sih kalah jauh. Tak ayal, ular naga Tukul bergerak-gerak di selangkangannya.<br /><br />Selamat malam, Tamara. Sambut Tukul sok akrab.<br /><br />Selamat malam. Jawab Tamara lembut. Tutur katanya yang sopan membuat Tukul tambah belingsatan. Dia berusaha menekan ular naganya yang malah tambah ngaceng saat dekat dengan Tamara.<br /><br />Keduanya bersalaman dengan hangat. Tukul langsung keringetan. Tangan Tamara sangat halus dan mulus. Dengan aksi tipu-tipu pura-pura menyapa penonton, Tukul mengeluskan jempolnya yang besar ke tangan Tamara. Untung saja janda cantik itu sudah biasa menghadapi laki-laki yang memanfaatkan situasi seperti Tukul ini, jadi dia diam saja dan terus tersenyum ke arah penonton.<br /><br />(Penonton bersorak-sorai Cium! Cium! Cium!)<br /><br />Tukul berbisik pada Tamara, Bagaimana Tamara? Penonton meminta saya mencium Tamara? Kalau tidak mau tidak apa-apa lho<br /><br />Tamara tersenyum manis. Sebagai tamu tidak pantas rasanya dia menolak host yang namanya kian kondang di Indonesia ini, lagipula apa salahnya sekedar cium pipi?<br /><br />Boleh saja, kok Mas Tukul, bisik Tamara, cheek to cheek aja kan?<br /><br />Tukul langsung tersipu-sipu malu. Wah, ini yang namanya kesempatan!<br /><br />Iyalah, cuma cipika cipiki biasa aja, sekedar face to face.<br /><br />(Penonton masih terus berteriak Cium! Cium! Cium!)<br /><br />Tamara menyodorkan pipinya pada Tukul untuk cipika-cipiki. Tapi dasar Tukul, mumpung ada kesempatan nyosor janda secantik Tamara, pasti tidak akan disia-siakannya. Kapan lagi dia bisa dekat dengan Tamara? Sambil memonyongkan bibirnya yang memble, Tukul mendekati pipi Tamara.<br /><br />Dengan senang hati Tamara menerima ciuman pipi kanan dan kiri dari Tukul, tapi janda kembang yang cantik itu kaget saat bibir nyonyor Tukul tiba-tiba saja nyosor ke bibirnya!<br /><br />Nekat amat sih nih orang?! Batin Tamara, Main sosor aja!<br /><br />Tukul menikmati saat terindah dalam hidupnya ini. Dengan pandai dia memanfaatkan situasi dan berhasil mencium bibir indah Tamara. Mantan model itu terkejut dan langsung pucat pasi. Dia kaget sekali karena tiba-tiba saja diserang oleh Tukul. Tapi Tukul malah makin berani saat Tamara bereaksi dan mencoba melepaskan ciumannya.<br /><br />Bibir memble Tukul melekat di bibir Tamara dan ditekan-tekan dengan kasar, dia mengoleskan bibir besar yang basah oleh air liur itu ke bibir sang tamu. Tamara meronta sesaat tapi dia kemudian teringat kalau saat ini mereka sedang berhadapan dengan live audience, tidak saja yang berada di studio tapi juga sebagian besar masyarakat yang menonton di depan televisi sedang memperhatikannya, dia tidak ingin melakukan tindakan brutal dan emosional yang nantinya bisa menimbulkan keributan dan skandal. Sudah cukup semua masalah dan gosip yang menghantuinya sepanjang hidup, kalaupun ciuman si Tukul ini dinilai kurang ajar, dia bisa menuntutnya nanti di pengadilan, tentunya setelah acara ini selesai.<br /><br />Dasar si Tukul mupeng, bukannya berhenti malah tambah hot. Tangannya memeluk Tamara dan bergerak nakal menjelajahi setiap lekuk tubuh Tamara, berulang kali tangan Tukul yang masih memeluk Tamara meremas pantat ibu muda yang cantik itu dengan gemas. Lidah Tukul bergerak seperti ular dan mencoba memasuki lubang kecil mulut Tamara. Janda jelita itu menggeleng dan menolak, tapi apalah artinya penolakan Tamara terhadap seorang pria kutukupret seperti Tukul. Lidah Tukulpun segera masuk ke dalam rongga mulut Tamara dan menjelajah ruang itu dengan buas.<br /><br />Tamara geleng-geleng kepala. Mimpi apa dia semalam kok hari ini bisa-bisanya diajak french kiss sama Tukul? Setelah beberapa saat berciuman, akhirnya Tukul melepaskan Tamara yang megap-megap mengambil nafas. Ciuman sama Tukul ibarat menempelkan bibir ke alat penyedot debu, sedotannya maut!<br /><br />(Penonton bersorak-sorai dengan gembira)<br /><br />Tukul mendekati kamera sambil cengengesan. Gimana pemirsa semua? Pengen ya? Pengen? Makanya jadi orang sukses! Jangan miskin terus! Usaha! Saya bisa begini juga karena bekerja dari nol, kesuksesan ini adalah hasil dari kristalisasi keringat! Saya dulu berawal dari pekerjaan kasar, lalu menjadi cover boy, lalu jadi pelawak sampai sekarang sukses seperti ini<br /><br />(Penonton mengelu-elukan Tukul dan tertawa terbahak-bahak)<br /><br />Tukul segera mempersilahkan Tamara duduk dan berbincang-bincang sejenak dengannya tentang hal-hal formal. Akhirnya tiba memperkenalkan tamu berikutnya.<br /><br />Pemirsa, setelah mendapatkan restu dari pihak pengadilan, akhirnya Empat Mata XXX mendapat kehormatan untuk mempertemukan Tamara dengan mantan suaminya dalam rangka mencari titik temu secara kekeluargaan hak asuh Rasya anak Tamara dan Rafly. Setelah dikonfirmasi, telah datang tamu yang berikut ini, tidak lain dan tidak bukan, mantan suami Tamara, Rafly!<br /><br />(Penonton bertepuk tangan saat Rafly masuk ke panggung, bersalaman dengan Tukul dan Tamara)<br /><br />Tukul mempersilahkan Rafly untuk duduk.<br /><br />Baik, kembali ke laptop! Tukul memicingkan mata untuk membaca kalimat yang tertayang di layar monitor laptopnya. Untuk Rafly, jadi kedatangannya hari ini ke edisi spesial Empat Mata XXX adalah untuk memberikan solusi bagi Tamara tentang hak asuh Rasya? Benar begitu?<br /><br />Rafly mengangguk dan tersenyum. Benar sekali, Mas Tukul. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya selaku pengasuh Rasya memberikan kesempatan pada Tamara untuk memperoleh kembali Rasya dengan syarat harus memenuhi beberapa permintaan saya.<br /><br />Untuk Tamara, Tukul menunjuk ke arah tamunya yang cantik. Bagaimana menurut Tamara penawaran Rafly ini?<br /><br />Menurut saya, ini kesempatan yang baik sekali bagi saya untuk membuktikan bahwa tekad saya untuk kembali berdua dengan buah hati saya sangat besar dan tidak akan terkikis oleh apapun juga. Saya bersedia melakukan apapun permintaan Rafly asalkan bisa kembali bersama Rasya.<br /><br />Tukul kembali ke depan kamera. Baiklah pemirsa, sepertinya Tamara dan Rafly akan melakukan perbincangan yang cukup hangat dan serius, apa yang akan terjadi selanjutnya? Saya akan kupas lebih jauh lagi, tetap di EMPAT MATA XXX!!<br /><br />###<br /><br />Setelah jeda iklan, akhirnya kita kembali bertemu. Kata Tukul sambil cengengesan berdiri di depan kamera. Saya minta maaf, slot iklan kami memang sudah sangat penuh dan banyak perusahaan yang mengantri untuk bisa menampilkan produknya di acara ini. Mudah-mudahan pemirsa sabar yah, ya begini ini ciri-cirinya acara yang sukses, iklannya banyak! Wahahahaah!<br /><br />Tukul duduk kembali. Back to laptop! Untuk Rafly, silahkan mengutarakan keinginannya.<br /><br />Kalau Tamara ingin ketemu Rasya, ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Kata Rafly kemudian. Pria itu memandang ke arah Tamara dengan pandangan sinis penuh percaya diri, dia saat ini sedang berada di atas angin. Bagaimana?<br /><br />Rafly, Tamara memohon dengan lembut, wajahnya berubah memelas, dia sangat ingin berjumpa dengan Rasya, kamu kan sudah tahu, apa saja yang telah aku korbankan untuk bisa berjumpa dengan Rasya. Kamu tetap saja selalu melarang aku menemuinya, kalau saja ada yang bisa aku lakukan, pasti akan aku penuhi, jangankan cuma tiga permintaan, sepuluh pun pasti aku penuhi.<br /><br />Tidak usah repot-repot. Kata Rafly. Cukup tiga permintaan saja, apa buktinya kalau kamu bersedia melakukan tiga permintaanku?<br /><br />Apa saja, hitam di atas putih? tanya Tamara.<br /><br />Rafly mengangguk dan mengeluarkan beberapa helai kertas berupa surat perjanjian yang rupanya sudah ia siapkan sedari tadi. Rafly juga mengeluarkan ballpoint dan menandatangani beberapa bagian surat tersebut, lalu dia menyerahkannya pada Tamara.<br /><br />Ini surat perjanjian yang sudah aku buat sejak dari rumah, dengan saksi Mas Tukul, Peppy, Ngatini dan semua pemirsa Empat Mata XXX, aku berjanji akan mempertemukan mantan istriku - Tamara Bleszynski untuk bisa menemui anakku - Rasya secara reguler seminggu sekali saat weekend, dengan syarat harus mau memenuhi tiga permintaanku. Kata Rafly.<br /><br />Karena sangat ingin bertemu dengan Rasya, Tamara menandatangani surat perjanjian dengan cepat. Dia sudah tidak sabar lagi ingin segera berjumpa dengan putra tunggal yang sudah tiga bulan lebih tak bisa ditemuinya. Tamara menunjukkannya pada Tukul sebagai saksi dan mengembalikannya pada Rafly.<br /><br />Rafly, memangnya apa tiga permintaan yang diajukan pada Tamara? tanya Tukul.<br /><br />Permintaannya adalah, Rafly tersenyum sadis sambil membaca surat perjanjian yang sudah ditanda tangani Tamara. Satu, selama acara ini berlangsung, dia harus menuruti semua permintaan saya, Mas Tukul dan Peppy. Dua, selama acara ini berlangsung saya ingin Tamara melepaskan semua pakaian yang sekarang ia kenakan sampai bugil. Tiga, saya ingin Tamara melayani Peppy dan Mas Tukul bermain cinta.<br /><br />Tamara terbelalak, wajahnya memerah karena menahan amarah dan berdiri dengan wajah geram hendak memaki-maki Rafly. Dia sudah siap meninggalkan panggung, tapi beberapa orang sekuriti menahan Tamara. Janda cantik itu meronta-ronta, tapi tak dilepaskan oleh sekuriti.<br /><br />Rafly menunjukkan tanda tangan Tamara di surat perjanjian sambil berkata penuh percaya diri, hitam di atas putih.<br /><br />Tamara menundukkan kepala dan berhenti melawan.<br /><br />Tukul kemudian berdiri dan menunjuk ke arah kamera. Baiklah pemirsa, sepertinya akan ada sesuatu yang menarik yang akan segera terjadi secara live di studio Empat Mata XXX, saya akan kupas lebih jauh lagi, tetap di EMPAT MATA XXX!!<br /><br />###<br /><br />(Penonton bertepuk tangan dengan riuh menyambut kembalinya Tukul, Tamara dan Rafly)<br /><br />Baiklah, balik maning nang laptop! si Tukul tersenyum melihat kata-kata yang tertera di layar monitor laptopnya. Untuk Tamara: Sekarang saatnya untuk membuka baju yang dikenakan.<br /><br />Tamara terkejut, ma-maaf, Mas Tukul bilang apa?<br /><br />Buka baju yang Tamara kenakan sekarang juga.<br /><br />Mata si cantik itu langsung terbelalak dan kemarahannya tak bisa dielakkan lagi. Gi-gila! Berani-beraninya Mas Tukul bilang begitu pada saya di depan live audience!! Saya tidak mau!! Ini penghinaan! Saya akan tuntut semua<br /><br />Tukul mengambil surat yang dibawa Rafly yang ternyata sudah difotokopi pada saat jeda iklan tadi. Silahkan dituntut, kan Tamara sendiri yang sudah menyetujui perjanjian kita ini?<br /><br />Saya tidak akan mau mengakui perjanjian menjijikkan semacam itu! Puih! Tamara meludah ke wajah Tukul.<br /><br />Tukul berdiri dengan tenang dan cengengesan menghadap ke arah penonton, Baiklah, kita tanyakan saja langsung pada pemirsa semua, khususnya pemirsa yang ada di studio saat ini. Bagaimana, ada yang tertarik melihat Tamara Bleszynski membuka baju untuk pertama kalinya di hadapan live audience?<br /><br />(Penonton bersorak-sorai sambil berteriak-teriak kegirangan Buka, buka, buka!!)<br /><br />Saat itu barulah Tamara sadar kalau semua penonton di studio adalah laki-laki, tidak ada satupun penonton wanita, mereka mengepung stage dengan pandangan yang seram seakan hendak mencaplok Tamara mentah-mentah. Janda cantik yang seksi itupun semakin ketakutan melihat wajah-wajah mupeng dari para penonton.<br /><br />Saya gak berani jamin mereka gak akan menyerang Tamara, kata Tukul menakut-nakuti si cantik Tamara, mending Tamara saya kasih tahu saja, sebenarnya penonton kali ini adalah pemirsa gabungan dari penjara-penjara di seantero Jawa, beberapa diantara mereka terdapat pemerkosa dan pembunuh, orang-orang katro yang taunya hanya bikin masalah. Jangan tanya saya kok bisa mereka dikumpulkan di sini, itu kerjaannya tim kreatif Empat Mata XXX. Kalau saya jadi Tamara, saya tidak akan mau mencari masalah dengan pemirsa di studio yang sepertinya sudah mulai memanas emosinya.<br /><br />Tubuh Tamara bergetar ketakutan. Lalu, apa yang Mas Tukul inginkan?<br /><br />Kalau mau aman dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Tukul meringis lebar. saatnya membuka baju.<br /><br />Mata Tamara terpejam dengan perasaan tak menentu. Tidak mau!! Saya belum gila!! Saya tidak mau membuka baju di sini!<br /><br />Beberapa penonton bangkit dan mendekati stage, para kru TV berusaha keras agar para tahanan yang mulai buas itu tidak melakukan tindakan nekat. Tamara sudah lihat sendiri kan situasinya? Pilih mana, buka baju atau dikerjai ramai-ramai sama para tahanan ini?<br /><br />Wajah Tamara memerah, airmata mulai menetes di pipi wanita jelita itu. Dengan tangan gemetar Tamara mulai membuka kancing bajunya. I-ini mimpi buruk, katanya menenangkan diri sendiri. Ini tidak mungkin terjadi, tidak mungkin!<br /><br />Tamara bergetar hebat ketika dia membuka kemejanya. Aku harap sebelum semuanya terlambat, kamu menyadari kalau saat ini sedang melakukan kesalahan, Mas. Aku tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini. Aku memang telah menceraikanmu, tapi aku yakin kelak kau akan mendapat yang lebih baik lagi<br /><br />Rafly tak bergeming, dengan dingin dia menyingkirkan kemeja Tamara ke arah penonton yang langsung berebut dan menunjuk-nunjuk ke arah roknya. Tak perlu waktu lama untuk melepas rok itu. Tamara berdiri kedinginan di tengah ruangan dengan mengenakan pakaian dalam. Air mata mulai leleh membasahi pipinya.<br /><br />Mata Tamara mulai berkaca-kaca dan memohon ampun pada Rafly. Dia berusaha mengubah permintaan mantan suaminya itu, tapi hanya dibalas dengan pandangan mata tajam yang kejam.<br /><br />Ke tengah-tengah ruangan dan mulailah melepaskan seluruh pakaian, perintah Rafly. Aku ingin memperlihatkan tubuh indahmu pada seluruh pemirsa baik yang di studio ataupun yang ada di rumah, seperti apa sebenarnya tubuh model tercantik di Indonesia itu. Tubuh yang dulu pernah menjadi milikku seorang.<br /><br />Dengan wajah tertunduk Tamara melangkah ke tengah ruangan, di antara panggung dan penonton, tepat di depan kameraman yang meneguk ludah menahan nafsu. Tetes air mata yang menitik di pipi Tamara sempat dizoom olehnya. Tamara mulai melepaskan sepatunya, lalu dia duduk di pinggir stage untuk melepas stoking putih dan rok dalam.<br /><br />Inilah dia, Tamara Bleszynski, model terkenal yang sangat cantik dan menjadi idaman jutaan pria, hanya mengenakan BH dan celana dalam. Semua penonton di studio terdiam menatap keindahan tubuh Tamara yang sangat mempesona, mereka tidak mengira model cantik itu benar-benar akan menelanjangi dirinya sendiri di depan live audience. Air liur Tukul turun tanpa bisa dikendalikan. Keindahan tubuh Tamara benar-benar menakjubkan, untuk beberapa saat lamanya, semua penonton menahan nafas.<br /><br />(Akhirnya penonton bertepuk tangan dengan gembira, mereka yang hadir bersorak-sorai dan mengeluarkan kata-kata cabul yang ditujukan langsung pada sang artis)<br /><br />Sudah ya? kata Tamara sambil menahan diri agar tidak menangis, nada suaranya bergetar ketakutan, ia melirik ke arah Rafly memohon ampun. Sudah cukup kan mempermalukan aku? Begini sudah puas kan?<br /><br />Apanya puas? Kamu masih pakai BH dan celana dalam, jawab Rafly dingin. lepaskan semuanya.<br /><br />Dengan perasaan ragu Tamara meraih kait BH di bagian punggungnya, sudah kepalang tanggung, dia harus bertemu Rasya malam ini juga, rindunya sudah tak tertahankan. Apapun taruhannya, dia ingin bertemu anaknya. Rafly memang kejam dan tidak tahu diri, nekat mempermalukan mantan istrinya seperti ini, tapi dia punya alasan kuat untuk menjatuhkan harga diri Tamara yang sudah menceraikannya secara sepihak itu. Saat BH Tamara terlepas, buah dada sentosa yang besar dan kencang miliknya terpampang jelas untuk semua orang yang melihat. Penonton terhenyak melihat ukurannya dan berdecak kagum. Tamara belum berhenti, dia meraih celana dalamnya dan mencopotnya ke bawah. Dia telanjang.<br /><br />Tamara Bleszynski, artis cantik dan terkenal berdiri telanjang di hadapan live audience Empat Mata XXX dengan rambut tergerai indah dan dua tangan yang masing-masing berusaha menutup payudara dan gundukan selangkangan.<br /><br />Rafly berdiri, membisikkan sesuatu pada Tukul dan duduk di bar yang berada di dekat Ngatini. Tukul tersenyum-senyum cabul pada Tamara.<br /><br />Tam, tolong dong, aku juga kayaknya jadi pengen telanjang kayak kamu. Kata Tukul sambil meringis menjijikkan.<br /><br />Tamara termangu dan menatap Rafly dengan jengkel. Dia tak mengira Rafly akan menghinanya sampai serendah-rendahnya. Janda cantik itu mengira dia sudah bisa bertemu dengan Rasya dengan menelanjangi dirinya sendiri, ternyata masih jauh dari harapan. Setelah kata-kata Tukul itu Tamara jadi sadar sepenuhnya apa yang diinginkan Rafly darinya, dia ingin Tamara melayani Tukul di depan semua orang yang menonton. Dia ingin si cantik seksi Tamara dinikmati luar dalam oleh si katrok Tukul. Sudah kepalang tanggung, Tamara mendengus kesal.<br /><br />Jangan malah bengong begitu, ayo ke sini! panggil Tukul.<br /><br />Dengan langkah lemas Tamara mendekati Tukul. Dengan gerakan patah-patah karena malu dan grogi Tamara melucuti pakaian Tukul. Janda cantik itu melepas sepatu Tukul yang bau amis sebelum akhirnya melucuti celana. Tamara sempat berhenti sejenak di hadapan selangkangan Tukul, dia bisa melihat ular naga Tukul yang menggeliat dan membesar di dalamnya. Ukurannya membuat Tamara sangat takjub, luar biasa besar.<br /><br />Tamara meraih celana dalam Tukul dan memelorotkannya ke bawah. Penis berukuran massive milik Tukul meloncat keluar dengan perkasa dan menampar wajah Tamara yang berteriak kaget.<br /><br />Tamara menjerit ketakutan dan meloncat ke belakang, penonton tertawa-tawa.<br /><br />Ayo semua, copot celananya juga! Kasihan kan, masa cuma Tamara doang yang telanjang? ajak Tukul pada pemirsa di studio. Kalau kalian telanjang kan lebih enak nanti colinya, iya nggak?<br /><br />(Iyaaaa jawab penonton yang langsung melucuti pakaian mereka. Hampir semua orang di studio langsung telanjang, termasuk Peppy. Hanya yang berada di bar yang masih berpakaian lengkap, seperti Ngatini dan Rafly)<br /><br />Ketika Tukul lengah, Peppy berlari ke tengah dan menarik Tamara ke dekat bandnya. Tukul sudah siap protes tapi ditahan oleh Rafly. Tamara melirik ke arah mantan suaminya itu dengan pandangan kesal.<br /><br />Peppy langsung menyuruh Tamara berjongkok di hadapannya.<br /><br />Tamara tersentak saat melihat kemaluan Peppy. Masa iya sih? Ternyata tidak cuma janggutnya saja, jembut si Peppy juga dipelintir kecil! Wah wah, Tamara geleng-geleng kepala. Walaupun tidak begitu besar ukurannya, tapi kemaluan Peppy cukup mengintimidasi. Melihat Tamara sudah begitu dekat dengan penisnya, Peppy tambah nafsu. Penis itu kian menegak menantang Tamara.<br /><br />Ku-kumohon, pinta janda cantik itu terbata-bata. jangan lakukan ini. Ini salah. Ini<br /><br />Ambil penis saya dan masukkan ke mulut Mbak Tamara.<br /><br />Tamara terkejut mendengar kata-kata Peppy, janda cantik itu bergerak mundur dan menggelengkan kepala. Jangan kumohon demi kehormatanku, jangan membuatku lebih terhina dari ini, Mas. Jangan permalukan aku, tidak seperti ini, aku tidak mau di depan semua orang<br /><br />Rafly menggebrak meja dan membuat tubuh Tamara bergetar hebat. Tidak ada jalan lain, apapun akan dilakukannya untuk bertemu Rasya. Bahkan jika dia harus menghancurkan karir dan harga dirinya. Sesaat Tamara terdiam, kemudian terdengar suara Peppy.<br /><br />Saya pengen disepong, Mbak. Ayo jangan lama-lama, lihat Mbak Tamara telanjang bikin saya terangsang hebat.<br /><br />Dengan wajah merah karena malu dan mata tertutup, Tamara yang pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa meraih kemaluan Peppy dan memasukkannya ke dalam mulut. Wanita jelita yang menjadi dambaan jutaan pria di Indonesia itu lalu mulai menjilati dan mengulumnya. Inilah yang namanya impian menjadi kenyataan.<br /><br />Lihat ke atas. Perintah Peppy.<br /><br />Tamara tetap menyepong Peppy dengan mata tertutup. Dia tidak mau melihat ke atas dan menatap mata si gundul itu. Dia tidak mau menatap mata yang menatapnya dengan pandangan puas yang akan membuatnya jauh lebih terhina.<br /><br />Aku bilang LIHAT KE ATAS! ulang Peppy galak.<br /><br />Tak berdaya dan ketakutan, Tamara mendongak ke atas. Kini dia bukanlah Tamara Bleszynski yang anggun lagi, dia bukan lagi Tamara yang artis terkenal dengan gaya high class yang terkenal dan punya style di atas rata-rata. Dia kini hanyalah Tamara sang wanita jalang yang sebentar lagi akan terkenal di seluruh penjuru negeri sebagai wanita gampangan yang bisa dipesan kapan saja. Dia hanya seorang pelacur hina, tidak pantas lagi menjadi artis terkenal, tapi kalau itu bisa membuatnya bertemu dengan buah hatinya, Tamara rela.<br /><br />Disedot dong, Mbak. Kata Peppy. Aneh rasanya dikulum oleh wanita secantik Tamara, ada desir-desir jantung yang tak terkatakan yang dirasakan oleh Peppy.<br /><br />Tamara menggerakkan kepalanya dengan lebih cepat, mengangguk dengan sepenuh tenaga, berusaha membuat Peppy mengeluarkan air maninya. Awalnya janda itu memang menolak menyepong Peppy, tapi kini dia mati-matian ingin Peppy segera mengeluarkan cairan cintanya.<br /><br />Udah udah, kata Tukul.<br /><br />Tamara terus mengulum penis Peppy, sepertinya dia tidak mendengar perkataan Tukul. Peppy juga tetap menikmati kedahsyatan bibir Tamara yang bergerak cepat di kontolnya sambil merem melek.<br /><br />Udah! Kesenengen kamu! Tak sobek-sobek!! kembali Tukul protes sambil melotot ke arah Peppy, ditariknya Tamara menjauh dari si jenggot sehingga mulutnya terpaksa melepas batang kemaluan Peppy. Cairan bening mani Peppy menetes-netes dari pinggir bibir Tamara.<br /><br />Dasar julung-julung! Keenakan kutukupret ini kalau dibiarkan lama-lama. Bintang utamanya kan saya, kok kamu melulu yang diserpis. Udah kamu pulang aja ke pohon, sana! Kata Tukul menghentikan aksi Peppy. Si gundul berjenggot yang tadinya sudah merem melek itu terpaksa gigit jari karena Tamara sudah ditarik oleh Tukul kembali ke tengah panggung.<br /><br />Tukul membimbing Tamara kembali ke sofa. Ayo Tam, berbaring di sini biar enak.<br /><br />Akhirnya Tukul bisa menikmati keindahan sempurna tubuh telanjang Tamara Bleszynski secara langsung, padahal tadinya dia cuma bisa ngiler dan muncrat-muncrat menyaksikan keseksian Tamara. Dia tidak sendirian, seluruh pemirsa Empat Mata XXX bisa menyaksikan keindahan tubuh janda cantik itu, tubuh wanita dewasa yang sangat indah dan matang.<br /><br />Buah dada Tamara besar dan indah, bulat, kenyal dan kencang. Buah dada sempurna dari seorang wanita cantik yang memiliki tubuh indah. Tapi Tukul sudah tidak tahan lagi, kalau pakai foreplay nanti keburu mancrut, dia mau langsung saja! Dengan tangannya yang nakal Tukul menelusuri tubuh Tamara dari atas sampai ke bawah, ke gundukan selangkangannya. Rambut kemaluan Tamara rupanya dicukur rapi membentuk segitiga, indah sekali dipadu dengan bibir memek yang berwarna merah muda merekah. Wanita jelita ini sangat pandai menjaga tubuh luar dalam. Tapi tujuan utama Tukul adalah belahan bibir bawah yang harum milik Tamara. Ini dia hidangan utamanya!<br /><br />Renggangkan kakimu, Tam, kata Tukul. Wanita cantik itu menurut saja dengan malu-malu, dia tidak pernah bugil dan melakukan hal gila seperti ini sebelumnya, apa lagi di hadapan live audience. Malu-malu Tamara membuka kakinya dan Tukul langsung kagum melihat janda cantik itu ternyata sudah mulai mengeluarkan cairan cintanya. Sekali lagi Tamara memejamkan mata dan memutar kepalanya menghindari tatapan langsung Tukul.<br /><br />Mas Tukul, jangan!<br /><br />Belum diapa-apain kok sudah bilang jangan. Aku gak akan melakukan apa-apa kok, Tam. Kamu sendiri yang akan melakukannya.<br /><br />Tukul memposisikan penisnya tepat di bibir memek Tamara yang wangi. Bau memek yang sudah basah memenuhi udara studio, ac memang menyala tapi suasana tambah panas.<br /><br />Matanya dibuka dong, kata Tukul. nggak enak menyetubuhi cewek yang merem melulu. Nanti seperti ngentotin kayu. Kalau cuma mau merem terus, mending aku sama Ngatini saja. Masa kamu kalah sama Ngatini? Ayo diambil kontolnya, Tam. Aku tunggu ya.<br /><br />Dengan pandangan marah Tamara menatap ke arah Tukul, wanita cantik itu geram dengan sikap Tukul yang arogan, tambah macam-macam aja orang satu ini, Tamara tidak akan bisa menuntut ke polisi dan mengaku diperkosa kalau dia sendiri yang menarik penis Tukul dan memasukkannya ke dalam vaginanya. Tamara menggerutu dan meraih penis sang presenter. Dengan hati-hati Tamara memasukkan kemaluan Tukul ke dalam lubang memeknya.<br /><br />Essstttt!!! janda cantik itu merintih saat batang kemaluan Tukul perlahan memasuki kewanitaannya.<br /><br />Setelah seluruh batangnya masuk, Tukul mulai memompa vagina Tamara. Waduhh, enaknyaaa!! Pet pet rapet-rapet!<br /><br />Tukul cengengesan melihat wajah Tamara yang berusaha keras agar tidak terpancing birahinya. Bagaimana mungkin tidak terpancing? Kontol Tukul Arwana yang sangat besar menyesaki liang kewanitaan Tamara, tubuh janda cantik itupun bergetar karena tidak mampu menahan rasa nikmat di vaginanya. Tamara memejamkan matanya sebisa mungkin saat Tukul meneruskan gerakan memompanya yang makin lama makin cepat.<br /><br />Asoooy! Bisa kerasa kan, Tam? Unghhh! Rapetnya! Wah wah, salut! Sudah punya anak satu tapi memeknya masih rapet begini, enak banget! dengan kurang ajar Tukul meletakkan satu tangannya di buah dada Tamara, wanita cantik itu menggigit bibir menahan diri. Waduh, ini susu apa melon? Gede banget! Wah, enakkghh! HAAAHH!!! HAHHH!! Bisa kerasa kan kontolku tambah gede di dalam? Iyaaa!! Janda yang masih rapet gini memang asoy!! Fasilitas oke, pengalaman ada!! Ungghhh!! Ayo digoyang! Jangan diem ajaaa!<br /><br />Tadinya Tukul mengira Tamara akan diam saja selama disetubuhi olehnya, tapi akhirnya wong ndeso itu mendengar nafas yang pendek dan cepat, lalu terdengar suara lenguhan pelan, walaupun tidak mau mengakui, si cantik itu jelas-jelas mulai terangsang, lenguhan Tamara makin jelas terdengar.<br /><br />Esssttt Tamara menahan suara karena tak tahan rangsangan luar biasa yang ditimbulkan kontol Tukul dalam memeknya, tapi akhirnya wanita cantik itu menjerit, Kyaaaaghhhh!! Ampuuun!! Ahh! Ahhh! Ahhh!<br /><br />Kamu siapa, Tam? Kamu siapa?? Tukul mempercepat sodokannya. Dulu di infotainment katanya kamu ini binatang jalang, bener begitu?<br /><br />Aku ini binatang jalang, Mas Tukul! Aku ini bintang jalang!! Tamara berteriak campur menangis merasakan kenikmatan sodokan Tukul. Aku binatang jalang! Aaaarrghh! Aduuuhhh!! Ampuuun!! Ahh! Ahhh! Aa-kkuu binatang jalaaang!!<br /><br />Memang jalang kamu ini. Puas kamu dirobek-robek memeknya? Puas puas puasssss? tanya Tukul dengan sedikit berteriak.<br /><br />Tamara mengangguk-angguk sambil terpejam dan masih menahan kenikmatan yang makin lama makin memuncak di selangkangannya. Aku puasss, Mas Tukul! Aku puasss!!<br /><br />Tak perlu waktu lama bagi Tukul membuat Tamara mengeluarkan cairan cinta yang langsung membanjir di dalam memeknya, penis Tukul yang masih keluar masuk vagina Tamara berkecipak-kecipuk seperti seekor kodok di tengah empang, becek sekali rasanya. Walaupun Memek Tamara sudah pernah mengeluarkan seorang bayi, tapi perawatan tubuh yang rutin membuat memek itu terasa masih sempit bagi Tukul, baru saat banjir inilah, memek itu menjadi longgar. Tukul puas sekali merasakan air cinta Tamara membasahi penisnya, sementara janda cantik itu mengembik dan menangis tanpa bisa menghentikan gerakan Tukul yang terus memompa batang kemaluannya keluar masuk liang vaginanya. Tiba-tiba tubuh Tukul mengejang, hal yang paling ditakuti Tamara hampir menjadi kenyataan.<br /><br />Aduuuh! rengek janda cantik itu, jangaaan, Mas Tukul! Keluarin di luar! Cabut! Cabut! Saya mohon jangan, mas! Di luar ajaaa!! Nanti kalau saya hamil gimana? Anak saya kayak apa nanti?? Jangaaaaan!!<br /><br />Terlambat. Ujung gundul penis Tukul yang masih tertanam di memek Tamara meledak dan mengeluarkan cairan bening diiringi dengan deru nafas lega sang pemilik kemaluan. Tamara menjerit-jerit menolak dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Tukul, sayangnya pria katro itu lumayan kuat. Semprotan pejuh Tukul ludes ditelan memek Tamara. Walaupun sudah mencapai klimaks, Tukul tidak melepaskan pelukannya.<br /><br />Ampuuun, Tamara bergumam, udah dong, Mas Tukul saya capek<br /><br />Tukul terdiam.<br /><br />Udah, Mas. Saya harus ke belakang. Saya kebelet pipis<br /><br />Tukul masih tetap cuek dan membiarkan penisnya di dalam memek Tamara sampai mengecil sendiri. Beberapa orang penonton di studio yang sudah tidak kuat menahan nafsu akhirnya memutuskan untuk coli karena pemandangan yang sangat indah itu.<br /><br />Udah aja ya, Mas kata Tamara memohon ampun, wajahnya yang cantik terlihat memelas dan makeupnya belepotan karena terkena airmata. Mas Tukul kan sudah mengeluarkan a-air ma-maninya di dalam, aku takut nanti aku hamil, Mas<br /><br />Lho? Tamara ini gimana sih? Ini kan belum selesai! kata Tukul dengan percaya diri, lalu dia kembali menggerakkan penisnya yang walaupun sudah lemas tapi belum terlalu mengecil. Sensasi kenikmatan menyetubuhi wanita secantik Tamara dan hangatnya lubang memek sang bintang membuat penis Tukul menegang kembali.<br /><br />Jangan, Tamara berbisik pada dirinya sendiri, jangan lagi, aku tidak mau, jangan<br /><br />Tukul menarik penisnya keluar dari lubang memek Tamara, bentuknya yang gagah dan hitam belepotan cairan cinta yang tercampur di dalam memek sang bintang, hal itu memukau penonton yang langsung bertepuk tangan. Tukul melirik ke arah laptop dan langsung meneriakkan kalimat khasnya, Kembali ke laptop!<br /><br />Untuk Tamara Arwana, bagaimana kalau penis Mas Tukul dibikin tegang lagi? kata Tukul sambil membaca kalimat di layar monitor laptopnya.<br /><br />Ba-bagaimana? suara Tamara yang lemah terdengar nyaris seperti bisikan.<br /><br />Pakai tangan!<br /><br />Tamara melirik ke arah Rafly yang menatapnya dingin, wanita cantik itu duduk bersimpuh untuk menservis kemaluan sang pembawa acara yang katro. Walaupun penis itu sebenarnya baru saja dipakai, tapi sentuhan lembut janda cantik seperti Tamara membuatnya cepat menegang kembali. Sepertinya gerakan Tamara amat kaku, ketahuan kalau dia jarang melakukan hal ini sebelumnya, duh, pantesan cerai, yang begini aja jarang-jarang.<br /><br />Setelah benar-benar keras, Tukul membimbing tubuh Tamara agar nungging dengan bersandar pada kursi sofa. Pantatnya yang indah terpampang jelas di depan Tukul dan pemirsa semua. Dengan nakal Tukul menampar pantat itu berulang-ulang sampai merah.<br /><br />(Penonton kembali berteriak Masukin!, masukin, masukin!!)<br /><br />Uuuunggghhh!! Tamara menggigit bibirnya sendiri saat Tukul kembali melesakkan penis ke dalam memeknya.<br /><br />Pria ndeso itu segera memompa vagina Tamara, kali ini dengan kecepatan yang lebih cepat dan stabil, pemirsa di rumah bisa mendengar kantung kemaluan Tukul yang menampar-nampar bibir vagina Tamara.<br /><br />OHHHHH! Tamara menjerit-jerit keenakan. AHHHH!<br /><br />Tukul diam saja saat penisnya maju mundur menyetubuhi Tamara. Bukannya tidak mau ngomong apa-apa, tapi pada saat ini Tukul sedang asyik berkonsentrasi dan menikmati tubuh indah Tamara Bleszynski, kapan lagi bisa begini? Mumpung ada kesempatan! Pria ndeso itu tengah berusaha keras membuat Tamara mengeluarkan cairan cinta berulang-ulang sebelum dia sendiri mengeluarkannya. Belum pernah sepanjang hidupnya Tamara disetubuhi sedemikian cepatnya sehingga dia terus saja mengeluarkan pelumas di dalam liang vaginanya.<br /><br />Tukul memeluk pinggul Tamara lebih erat sambil terus menggiling kemaluan model dan bintang sinetron itu. Tamara sudah mulai lupa kalau adegan ini adalah siaran langsung yang disebarkan ke seluruh penjuru negeri. Dia berubah menjadi seorang wanita haus seks yang seakan tidak mau lagi peduli pada apapun, dia hanya menginginkan seks, seks dan seks.<br /><br />Tukul bisa merasakan memek Tamara mengejang saat wanita cantik itu hampir mencapai klimaks sekali lagi. Pria ndeso itu hanya berhenti sebentar untuk mencengkeram buah dada Tamara yang sentosa dengan kedua tangannya, lalu kembali meneruskan kegiatannya menyetubuhi sang janda.<br /><br />Ja-jangan!! Aku mohon, Mas Tukul! Jangan! Tidaaak mauu!! Jangaaan!! Jangan buat aku orgasme lagi! Jangaan! Kumohoon! ARRGGHHHHHH!!!<br /><br />Tamara tidak dapat menahannya lagi, begitu pula dengan Tukul. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, Tukul menembakkan isi kantung kemaluannya kepada sang pemilik vagina yang indah. Tamara menggeliat erotis saat sperma Tukul ditembakkan dalam-dalam di liang rahimnya. Pria berwajah ndeso itu akhirnya jatuh karena lemas kelelahan dan menubruk punggung Tamara dengan penis yang masih tertanam di dalam memeknya.<br /><br />Tetap di empat mata XXX suara Tukul terdengar lemah saat jeda iklan muncul.<br /><br />###<br /><br />Tukul berdiri dan mengenakan pakaiannya lagi sementara Tamara diam saja terbaring di lantai studio, pantatnya yang bulat merekah menantang langit dan cairan cinta bening yang kental menetes di antara kakinya. Dia tidak mengira keputusannya ikut bergabung dengan acara yang dipandu oleh Tukul ini akan berakhir dengan persetubuhan yang harus dijalaninya. Wajah Tamara terlihat kuyu dan sangat lelah, dia hanya ingin tidur dan beristirahat.<br /><br />Rafly tersenyum puas melihat mantan istrinya itu tergolek tak berdaya usai dikerjai oleh Tukul. Rasain! Itu bayarannya buat istri yang seenaknya sendiri minta cerai! Kamu pengen ketemu Rasya? Huh! Jangan harap! Itu upahnya buat istri katro! Puas kamu dientotin Mas Tukul? Puass? Kamu pikir kita sudah mengadakan perjanjian? Dasar bloon, yang kamu tandatangani tadi justru keterangan resmi dari kamu untuk menyerahkan hak kepengasuhan Rasya total kepadaku. Kamu tidak diperbolehkan lagi menemuinya! Rasain! Makanya baca dulu sebelum tanda-tangan! Mampus!<br /><br />Rafly meninggalkan ruangan dengan tertawa terbahak-bahak.<br /><br />Tamara menangis sesunggukan. Sialan! Dia sudah ditipu mentah-mentah! Si cantik itu hanya bisa menutup ketelanjangannya dengan tangan dan berharap mudah-mudahan karirnya di Indonesia belum tamat karena skandal ini.<br /><br />Tukul bangkit dan menyapa pemirsa untuk kali terakhir.<br /><br />Baiklah, usai sudah Empat Mata XXX hari ini, semua yang terjadi hari ini hanyalah just kidding, just for laugh, pokoknya tetep positive thinking. Tunggu aksi Tukul mengupas artis-artis cantik lain dengan lebih dalam lagi walaupun dalam balutan lelucon wong ndeso yang sederhana dan katro. Siapa bintang tamu selanjutnya?<br /><br />Saksikan, hanya di EMPAT MATA XXX!!stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-62071223284889768442010-07-22T03:18:00.001-07:002010-07-22T03:26:43.315-07:00Tiga Malam Yang IndahTiga Malam Yang Indah<br /><br />Saat itu aku masih duduk di kelas 1 SMA di salah satu SMA swasta di kotaku. Hari pertama masuk SMA, aku sangat Percaya diri karena badanku yang dulunya gemuk akibat aku sakit lever selama sebulan menjadi langsing. Dan tentunya dengan ini aku semakin percaya diri. Ditambah lagi wajahku yang memang menawan. Bisa membuat pria mudah jatuh hati.<br /><br />Pertama masuk, aku sudah mengenal hampir setengah kelas karena memang berasal dari SMP yang sama. Di belakang tempat dudukku ada segerombolan cowok. Diantaranya ada seorang cowok Yang lumayan tampan, putih dan menarik. Sering kali aku merasa dia sering memperhatikanku secara diam-diam.<br /><br />Setiap hari aku berangkat dan pulang sekolah naik angkutan umum. Sampai suatu hari, seusai pelajaran tiba-tiba Tom mendekatiku. Dia menawarkan untuk mengantarku pulang. Kupikir dari pada naik kendaraan umum akhirnya aku setuju saja dia mengantarku. Ternyata dia juga sudah membawakanku helm. Hari itu sehabis mengantarku pulang tiba-tiba cuaca berubah jadi mendung dan hujan. Aku pun menyuruh dia masuk ke rumah sambil menunggu hujan reda. Sejak hari itu kamipun jadi dekat. Setiap hari dia mengantar jemput aku walaupun sebenarnya rumahnya sangat jauh dari tempat tinggalku.<br /><br />Pada hari Valentine karena kami sama-sama tidak mempunyai pasangan, dia menawariku untuk keluar nanti malam. Aku pun setuju. Pulang sekolah aku siap-siap, aku cuci rambut dan blow layaknya orang yang mau pergi berkencan, kupilih baju yang kuanggap paling oke. Kira-kira jam 16:00 dia datang menjemputku. Lalu kita berangkat ke bioskop. Dan aku benar-benar tidak menduga ternyata di dalam bioskop dia menyatakan perasaannya kepadaku. Bagaikan di sambar geledek, aku pun mengangguk. Karena memang selama ini diam-diam aku telah merasa sayang padanya.<br /><br />Hubungan kami berlanjut terus sampai 2 bulan kemudian kita bertengkar hebat sekali. Lalu keesokan harinya dia meminta maaf padaku. Karena sekolah kami libur selama semingu, kami pun merencanakan untuk menginap di luar kota. Kemudian aku minta ijin kepada orang rumah karena yang ada di rumah hanya nenekku, aku pun bilang padanya akan ke luar kota selama 4 hari dengan teman-teman. Tentunya itu hanya alasan supaya aku bisa pergi. Sesuai waktu yang di janjikan aku menunggu Tom di rumah sahabatku. Kemudian kami pun berangkat ke luar kota di daerah pegunungan.<br /><br />Sesampainya di sana kami mencari penginapan yang sesuai lalu check in. Ruangan yang kami tempati tidak terlalu besar namun terlihat sangat nyaman. Disana ada sebuah ranjang berukuran king size yang di sisi kanan kirinya terdapat meja kecil dan lampu. Lalu ada satu set sofa dan meja. Disisi yang lain ada televisi lengkap dengan VCD playernya. Sementara di kamar mandinya dilengkapi dengan bed tub dan shower. Walaupun tidak begitu bagus namun lumayan enak tempat tersebut.<br /><br />Karena kurasa seluruh tubuhku tidak fresh aku pun pergi mandi. Sementara Tom masih keluar untuk membelikan majalah dan camilan. Aku Mandi dengan air hangat dan berendam sesaat. Setelah selesai aku mengenakan lingerie warna merah menyala yang sengaja kubeli sebelumnya. Warnanya yang merah sangat kontras dengan kulitku yang kuning pasti akan membuat siapa saja yang melihatku terangsang. Kemudian kupakai Kimono kamar mandi dari hotel tempat kami menginap. Dan aku berbaring di ranjang sambil nonton TV.<br /><br />Tak lama kemudian Tom kembali. Setelah meletakkan belanjaan dia pun pergi mandi. Sengaja kumatikan lampu kamar kemudian lampu baca di meja kunyalakan remang-remang. Suasana ini benar-benar romantis, kimono pun kubuka dan kulempar begitu saja. Kemudian kutata bantal dan guling di ranjang sedemikian rupa sehingga aku bisa bersandar dengan enak. Kuusap-usap tubuhku sambil memperhatikan lingerie yang baru pertama kali kupakai.<br /><br />Tak lama kemudian Tom keluar dari kamar mandi sambil melilitkan handuk di pinggangnya. Dia pun tercengang melihatku, kemudian sambil tersenyum dia berkata, "Kamu benar benar sexy sayang.." Diapun mendekatiku sampai di bibir ranjang, aku pun berdiri dengan bertumpu pada kedua lututku. Kubelai rambut Tom yang baru setengah kering, kuciumi wangi rambutnya. Kemudian ciumanku pun turun, hidungnya kukecup, bibirnya kukecup dan kulumat dengan mesra. Dia melingkarkan tangannya di pinggangku sambil sesekali mengusap punggungku. Kurasakan ciuman Tom makin hebat, lidah kami saling berpagutan, kurasakan bibirnya perlahan namun pasti turun menjelajahi leherku yang membuat jantungku makin keras berdetak. Sementara tangannya yang lain mengusap-usap buah dadaku yang kelihatan hampir tidak muat di dalam lingerie yang kupakai karena ukurannya memang besar, 36C.<br /><br />Kurasakan lidah Tom turun dari leher menyusuri dadaku kemudian tangannya menurunkan lingerie-ku di bagian dada yang menyebabkan tersembullah dua bukit indahku. Matanya tak pernah lepas dari dadaku sambil dia berkata, "Oh buah dadamu memang indah sayang.. aku tak pernah sanggup menahan diriku bila melihatnya.." Aku pun hanya tersenyum sambil mataku mengerling nakal, yang membuatnya makin tidak tahan. Dia meremas-remas dengan mesra buah dadaku sambil dipilin-pilin putingnya. Kemudian dia jilati bergantian sambil dikulumnya. Kulihat benar-benar tidak muat buah dadaku dalam genggamannya. Ya inilah salah satu kebanggaan diriku, keindahan yang kumiliki. Aku pun mengerang, "Aaacchh.. Tom.. kau pandai sekali menghisapnya.. aacchh.." tanpa kusadari tanganku sudah membuka handuk yang dipakai Tom yang kubiarkan jatuh begitu saja. Dan dapat kulihat jelas kejantanannya yang panjang dan besar telah berdiri dengan tegak seolah-olah menantangku. Memang kuakui batang kejantanan Tom sangat besar, panjangnya mungkin hampir 19 cm, dan hal inilah yang mungkin membuatku selalu ketagihan untuk bermain seks dengannya.<br /><br />Kuusap-usap kepala kemaluannya, kurasakan ada lendir kenikmatan telah membasahi kepala kejantanannya yang membuatku makin terangsang. Kutundukkan kepalaku lalu kujilat-jilat kepala kemaluannya lalu seluruh batangnya kujilat sambil kuusap-usap. Kemudian kudorong tubuh Tom sampai dia terduduk di sofa, lalu aku berjongkok di depannya, kujilati terus batang kejantanannya kemudian kumasukkan seluruhnya ke dalam mulutku sambil lidahku berputar-putar di dalamnya. Kontan saja Tom mengerang, "Aahcchh.. sayaangg.. nikmatt sekalii.." Aku merasakan batang kejantanannya semakin tegang, urat-uratnya mulai menonjol keluar tentu saja aku semakin bergairah melihatnya.<br /><br />Aku mulai mengeluar-masukkan batang kejantanan Tom, makin lama gerakanku makin cepat sambil kugenggam dan kuputar-putar. Dia mengerang lagi, "Sayaang.. kamuu benar-benar hebat.. aacchh.." Aku tak menghiraukannya, kukocok batang kejantanannya makin lama makin cepat kemudian kuhisap-hisap, kurasakan tubuh Tom menegang, "Aku mau keluaarr saayy.. akuu nggaak tahann.." Makin kupercepat kocokan tanganku, kemudian kuhisap kuat-kuat batang kejantanannya dan.., "Creett.. ccrereett.." Kurasakan air mani Tom memenuhi mulutku, langsung kutelan sambil tetap kujilat batang kejantanannya kemudian kujilati seluruh permukaan bibirku sambil kuremas-remas buah dadaku, kulihat Tom lemas sesaat..<br /><br />Saat aku sedang asyik meremas-remas buah dadaku sendiri, sambil kulirik dia dengan pandangn sayu dan sexy. Tiba-tiba Tom mengangkat tubuhku dan membaringkannya di ranjang. Dia mengulum buah dadaku sambil dihisapnya kemudian perlahan ciumannya turun mencium lingerie di bagian perutku sambil tangannya merambat ke bagian kemaluanku dan mengusap-usap klitorisku yang rasanya sudah membesar. Aku menggeliat sambil engerang, "Aacchh.. Tom.. nikmat.."<br /><br />Kemudian dia berdiri dengan berlutut di ranjang, dia lepaskan celana dalam merahku yang sangat sexy itu. Dia usap-usap klitorisku yang memang bersih dari rambut-rambut. Kemudian pelan namun pasti dia jilat klitorisku sambil jari tengahnya dia masukkan ke liang kewanitaanku. Benar-benar nikmat kurasakan, kugigit bibirku sambil tanganku tak henti-hentinya memilin putingku sambil sesekali kujilati buah dadaku sendiri. Karena buah dadaku besar, aku tidak kesulitan untuk menjilatinya. Sementara Tom sedang sibuk di bawah sana, membuatku menggelinjang-gelinjang kenikmatan. Aku pun tak sabar lagi, aku berkata pada Tom, "Ayo.. Tomm.. masukkan pelermu.. aku.. akuu.." rupanya Tom telah paham maksudku, sebelum aku menyelesaikan kalimatku.. tiba-tiba.., "Slepp.." aku memekik, "Aaacchh.. yeeahh.." sambil menahan nikmat yang luar biasa kudapat. Belum sampai selesai kurasakan nikmat, Tom sudah menggoyangkan batang kejantanannya keluar masuk dari liang senggamaku dengan sangat cepat, rupanya dia masih ingat seperti itulah favoritku. Aku memang suka digoyang sangat cepat dari pertama sehingga rasanya luar biasa nikmatnya.<br /><br />Goyangan Tom pun makin cepat. Kurasakan batang kejantanannya sangat keras menghujam di dalam liang kewanitaanku. Aku pun hanya bisa memekik, "Tomm.. aachh.. nikmat sekali sayangg.. pelermu emmang nikmat.." Tom pun tak bereaksi mengurangi goyangannya, makin lama makin cepat dia bergoyang sampai aku berkata, "Tomm.. aku mau keluarr sayaangg.. akuu nggak tahann.." dia pun berkata, "Kita sama-sama sayaang.." batang kejantanan Tom makin cepat ritmenya. Kemudian kurasakan nikmat yang luar biasa, tubuhku menegang, melengkung hingga bagian dadaku terbusungkan, "Aaacchh.. Tomm.. aku keluarr.." Kurasakan liang kewanitaanku sangat hangat. Tiba-tiba Tom menghentikan goyangannya dan tubuhnya menegang juga, "Aachh.. akuu juga sayang.." dan, "Creett.. crett.." Air mani Tom kurasakan menyemprot dinding rahimku, terasa sangat hangat, mengalir perlahan di dalam liang kewanitaanku. Kemudian kami berdua tergeletak sambil dia terus menciumiku dan membisikkan kata-kata cintanya, diusap-usapnya rambutku yang membuatku ketiduran sejenak.<br /><br />Ketika aku terbangun, aku langsung menuju kamar mandi untuk berbilas. Kuisi bed tub dengan air panas sampai penuh kemudian kumasukkan aroma parfume kesukaanku dengan sedikit minyak lalu aku berendam di dalamnya, benar-benar nikmat. Aku hampir ketiduran ketika kurasakan ada jari-jari halus membelai dan mengusap rambutku. Kubuka mataku, kulihat Tom sedang berjongkok di sana, masih dalam keadaan telanjang bulat. Kulihat senyumannya yang mesra. Kemudian dia mencium keningku, terus menyusur hidungku hingga akhirnya kami berciuman lagi. Tangannya mengusap-usap buah dadaku, membuat birahiku bangkit kembali. Kemudian kuusap-usap batang kejantanannya yang memang sejak dia berjongkok telah tegak berdiri.<br /><br />Dia masuk ke bed tub, aku pun menggeser badanku hingga aku terduduk di tepi bed tub. Kemudian dia naikkan pahaku sampai posisiku mengangkang, kutarik batang kejantanannya sampai menyentuh kemaluanku lalu kuusap-usapkan di klitorisku. Aku menggelinjang kenikmatan. Perlahan aku masukkan kepala kejantanannya di depan liang senggamaku dan Tom mendorong pantatnya yang otomatis menyodokkan batang kejantanannya ke liang kewanitaanku. "Aaachh.. kamu nakal Tomm.." erangku. Kemudian bibir kami saling berciuman dengan ganasnya, saling lumat dan saling memagut. Sementara itu kurasakan gerakan Tom sudah makin cepat dan cepat, dia naikkan kaki kiriku ke bahunya sambil setengah melingkar ke lehernya. Dia gerakkan memutar pantatnya, kuremas-remas buah dadanya sambil kami terus berciuman. Tiba-tiba dia melepas ciumannya dan.., "Aaacchh.. sayaang.." dia memekik sambil memeluk erat tubuhku. Kurasakan kebali air maninya membasahi dinding rahimku. Kemudian kucium dia dengan mesra sambil kubelai-belai. Setelah istirahat sebentar, kami mandi bersama. Aku menyabuni dia dan dia menyabuniku bergantian. Kemudian kami memesan sate yang biasa mangkal di depan hotel tersebut.<br /><br />Selesai makan kami nonton VCD yang memang sudah disediakan di sana. Waktu kami nonton blue film, kembali nafsu kami bangkit dan kami pun melakukan seperti yang ada di film. Seharian kami bisa bermain sampai Tom mencapai 7 kali orgasme dan aku sudah tak terkira lagi berapa kali orgasme. Ini kami lakukan selama 4 hari 3 malam. Benar-benar seperti orang yang sedang berbulan madu. Sampai pada akhirnya kami harus kembali ke kota kami. Aku dan Tom begitu bahagia. Meskipun kami sekarang sudah tidak bersama lagi. Kuharap jika kamu membaca ini kamu pasti tahu ini kisah kita Tom dan aku ingin kamu tahu bahwa aku tak pernah melupakan kenangan tentang kitastevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-91072917729000455412010-07-22T03:10:00.001-07:002010-07-22T03:10:57.596-07:00Akibat Menjadi ModelAkibat Menjadi Model<br /><br />Lisa baru saja selesai mandi pagi, tubuhnya kini terasa segar. Senin pagi ini ia harus menemui pak benny ketua jurusan fakultas hukum di kampusnya. Dia berusaha memakai pakaian serapih mungkin, diluar kebiasaanya setiap ke kampus yg selalu memakai pakaian casual.<br />Lisa sudah menduga cepat atau lambat ia akan dipanggil oleh fihak kampus berkaitan dengan gambar gambarnya yg dimuat di subuah majalah khusus pria.<br /><br />biaya kuliah saat ini sangat mahal, apalagi usaha orang tuanya agak tersendat sehingga otomatis aliran uang pun tersendat. Beruntung seorang kawan menawarinya pekerjaan menjadi model di sebuah majalah khusus pria dewasa, syaratnya tentu saja harus berani tampil hot.<br />Lisa menerima tawaran itu dan gambarnya pun kerap menghiasi majalah pria dewasa, uang yg diterima nya pun cukup lumayan. Namun meski begitu, tetap saja penghasilannya belum cukup memenuhi seluruh kebutuhan hidup dan kuliahnya , oleh karena itu di waktu luang ia juga menjadi “escort”.<br /><br />Lisa bercermin untuk terakhir kalinya, mengagumi tubuhnya sendiri, rambut panjang , body ideal dan buah dada yg membanggakan. Lisa tak pernah memakai make up berlebih , ia mempunyai kecantikan alami , kecantikan yg banyak membuat mata para lelaki terbelalak. hari ini lisa sengaja memakairok hitam diatas lutut dan blouse putih yg ketat mencetak buah dadanya.<br /><br />DIa tiba di ruang ketua jurusan sedikit terlambat akibat macet. Lisa mengetuk pintu dan masuk , ia sedikit terkejut karena selain pak benny , disana ada pak lukas pembantu rektor, dan pak aris dosen di fak hukum.<br />di meja kerja pak benny tergeletak majalah dewasa yg memuat gambar gambar panas lisa yg semi nude.<br />Lisa sedikit panik, karena ia tak menyangka harus bertemu tiga orang itu, tadinya ia akan sedikit “merayu” ketua jurusan seandainya ia akan kena sanksi ..tapi sekarang..?<br /><br />“silakan duduk ” kata pak benny<br />“pagi pak…” jawab lisa dan duduk<br /><br />“lisa…kamu dipanggil kemari sehubungan dengan gambar kamu yg dimuat di majalah ini , kamu tahu ini bisa mencoreng nama baik kampus ini..” kata pak benny.<br /><br />“tapi pak…gambar ini punya estetika seninya , bukan gambar tabloid murahan..apalagi majalah ini punya reputasi yang bagus…” lisa membela diri<br /><br />“meski begitu bukan berarti kamu bisa bebas seperti ini , ingat reputasi terhormat kampus kita, apalagi dimana kamu kuliah tertulis jelas disitu.” kata pak lukas<br /><br />lisa menyadari bahwa percuma ia berdebat , ia pasti kalah. namun ia tetap mencari cara bagaimana ia bisa keluar dari masalah ini. Lisa berusaha menarik simpati mereka.<br /><br />“maaf pak…sekarang ekonomi keluarga saya sedang bermasalah, sementara kebutuhan saya banyak terutama untuk membayar uang kuliah pak…” kata lisa sedikit memelas.<br /><br />“tapi kan kamu bisa bilang…atau setidaknya mengajukan permohonan beasiswa…” kata pak aris<br />“maaf lisa, namun demi nama baik kampus kita ..kamu bisa saja kami keluarkan ” kata pak benny kemudian.<br /><br />Lisa sedikit panik , ia sudah setngah jalan di fakultas hukum, ia tak mau jika harus berhenti di tengah jalan, dan menyia nyiakan tahun tahunnya.<br /><br />“aduh…pak…tolong..saya mohon kebijaksanaannya……saya siap melakukan apa saja pak…” kata lisa<br /><br />ruangan itu mendadak sunyi. Lisa kemudian menyesali ucapannya , ia bisa merasakan ketiga mata lelaki itu memandanginya dengan penuh minat, keringat dingin keluar dari dahi lisa.<br /><br />“kita bisa mempertimbangkannya kembali kok lisa..tapi tentu saja sesuai kata kata kamu…kamu harus melakukan sesuatu”<br /><br />“maksud bapak…?” lisa mulai meduga apa yg ada di balik otak dosennya itu<br />“kamu terlihat sangat berbakat di majalah ini..sekarang….seberapa jauh kamu bisa memanfaatkan “bakat” kamu itu untuk menolong kuliah kamu….” kata pak benny sambil tersenyum nakal<br /><br />Lisa mengerti maksud perkataan itu , ia memang tak punya banyak pilihan , namun ia juga sedikit enggan harus melayani ketiga dosen bejadnya ini.<br /><br />“saya mengerti pak..tapi saya juga punya syarat..semuanya hanya dilakukan hari ini , di tempat ini dan tidak berlanjut ke hari atau waktu lain..” kata lisa<br /><br />ketiga orang itu terlihat ragu , mereka saling memandang. Lisa tahu ia harus memanfaatkan keraguan mereka. Lisa pun berpindah tempat duduk ke sofa, disana ia sengaja memamerkan pahanya yg mulus, membuat ketiga pria ia itu menelan ludah.<br /><br />“bagaimana pak setuju…..?” kata lisa sambil membuka dua kancing blousenya dan menyibakan rambutnya ke belakang.<br /><br />Pak benny org pertama yg menghampiri lisa, celananya terlihat menggembung. Pak benny kemudian berlutut diantara kaki lisa. Lisa menyambutnya dengan melebarkan kakinya , ia membiarkan tangan pak benny menyusuri kaki dan pahanya sampai ke pangkal paha.<br /><br />Pak lukas menyusul mendekati lisa, dengan sedikit kasar ia meremas buah dada lisa dan mencubit putingnya. sementara pak benny melepaskan rok mini dan Cd lisa, ia terpana melihat keindahan vagina lisa yg tertutup sedikit rambut halus. Pak benny mendorong lisa agar berbaring di sofa untuk kemudian ia menjilati vagina lisa penuh nafsu dengan jilatan yang hangat dan basah<br /><br />“kamu cantik sekali lisa….” kata pak lukas sambil melepas blouse lisa dan branya<br />“dan ingat kamu harus melakukan apa saja hari ini sesuai perintah kami..” kata pak lukas kemudian<br /><br />Lisa kembali berkeringat dingin , kata kata pak lukas membuatnya berpikir , apakah ada yg lebih buruk dripada harus melayani nafsu bejad ketiga dosennya ini..?<br />“tapi…aahh..” lisa tak dapat melanjutkan kata katanya, ketika pak lukas menyedot buah dadanay dengan kasar, sementara buah dada satunya jadi mainan pak aris.<br /><br />serangan bersamaan pada tubuhnya menimbulkan efek yg luar biasa bagi lisa, ini pertama kalinya ia harus melayani tiga pria sekaligus. lisa merasakan ada sesuatu dalam tubuhnya yg siap meledak.<br />sementara bagai kelaparan pak benny masih menjilati vagina lisa , tak lama kemudian lisa merasakan sesuatu yg hangat dan basah mengalir diantara kakinya, dan tubuhnya seolah kehilangan tenaga<br /><br />rasa geli dan nikmat muncul ketika pak lukas menjilati seluruh tubuh lisa, dari leher sampai perut, tangannya tak lepas dari buah dada lisa. Lisa mencoba menikmati dan meresapi semua rangsangan yg ia dapatkan dari tiga org ini.<br /><br />perlahan tapi pasti jilatan jilatan pak benny membuat lisa mencapai kembali orgasme,<br /><br />“aahh..ahhhh…pak…aauhhhh….” rintih lisa tubuhnya kembali melemas<br /><br />belum sempat lisa mengumpulkan tenaga, tiba tiba pak benny bekata<br /><br />“yahh..belum apa apa udah lemes…..sekarang kan baru kita mau mulai…”<br /><br />lisa terkejut melihat penis pak benny saat ia melepas celananya. besar dan panjang menegang, ia khawatir tak snggup menghadapinya, ia menggeleng dan sedikit protes..<br /><br />“nanti dulu pak…bentar..saya masih lemas……bentar lagi…”<br /><br />‘hehehe..ingat perjanjiannya kan…..? apalgi kamu bilang harus hari ini dan saat ini juga..hehehe…siap atau enggak ya harus mau… hehehe..” kata pak benny tak mempedulikan perotes lisa, lalu memasukan penisnya ke vagina lisa, setiap inchi penis pak benny masuk sebuah kesakitan dirasakan lisa, yg walau bukan virgin namun vaginanya masih sempit.<br />Lisa mengerang saat kepala penis menerobos masuk, namun ia sedikit tertolong oleh cairan yg keluar akibat rangsangan sebelumnya. Setelah beberapa lama . penis pak benny terlihat terbenam di dalam vagina lisa, ia menggeram puas, ia kemudian mengatur posisi untuk siap menggenjot tubuh lisa<br /><br />Lisa menangis kesakitan saat gigi pak aris menggigit buah dadanya sampai lecet, namun belum juga penderitaannya berakhir pak lukas ikut ikutan menggigit buah dada lisa yg satunya, hingga kedua buah dadanya menjadi lecet<br /><br />“awww..sakit…jangan..kasar kasar..pak…tolong…..” ucap lisa kesakitan<br /><br />mereka berdua malah menjilati dan menyedot buah dada lisa tepat dilkukanya, membuat lisa menangis kesakitan.<br /><br />menahan sakit lisa menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, ia menyesali perkataanya tadi . ia tak sengaja bicara seperti itu, bahwa ia siap melakukan apa saja. sedikit kesadaran membuatnya ia tiba tiba berontak.<br /><br />Dengan penis yg masih menancap di vagina lisa, benny berkata<br /><br />‘eeitt..mo kemana sayang….ingat kamu berjanji memberikan bakat kamu ke kita bertiga hehehehe…”<br />lisa lemas tak berdaya, ia hanya bisa pasrah sekarang, ia tak menyangka akan menjadi begini.<br />Penderitaan lisa makin bertambah saat tiba tiba pak benny mempercepat genjotannya, vagina lisa terasa sangat sakit harus menerima beban di luar kapasitasnya.<br />menit demi menit berlalu , menit menit penuh kesakitan bagi lisa.<br /><br />diantara rasa sakit lisa merasakan cairan hangat mengalir diantara kakinya, sebentar lagi akan mencapai orgasme, pak lukas dan pak aris sudah melepaskan mulutnya dari buah dada lisa, namun mereka masih tetap meremas remas buah dada lisa yg terlihat sudah memar dan lecet.<br /><br />tiba tiba, pak benny mencabut penisnya dari vagina lisa, sambil tiba tiba membalikan tubuh lisa.<br />tanpa basa basi lagi ia menusukan penisnya ke anus lisa.<br />lisa tak sempat menjerit karena, mulutnya telah disumpal oleh penis pak lukas<br /><br />dengan menahan sakit ia juga harus mengocok penis pak lukas dengan mulutnya, akhirnya karena tak tahan kesakitan lisa akhirnya tak sadarkan diri.<br />entah berapa lama lisa pingsan namun ketika sadarkan diri , rasa sakit itu belum hilang , bahkan penis pak aris kini sedang menancap di vaginanya, di buah dadanya terasa cairan putih kental juga di mulutnya.<br /><br />“hehehe…..sudah bangun sayang……tenang sebntar lagi bapak selesai kok..” kata pak aris.<br /><br />lisa agak sedikit lega sampai tiba tiba pak lukas berkata,<br /><br />“setelah ini kamu harus melayani kita bertiga sekaligus…..kalo sampe pingsan…kita akan panggil engkus satpam kampus untuk menikmati tubuh kamu juga ..hahahahah…”<br /><br />lisa terdiam lemas , lelah tak berdaya berharap hari ini cepat berlalu.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-49384622903248934492010-07-22T03:09:00.000-07:002010-07-22T03:10:57.605-07:00Sepupu Dan Adiknya Yang PerawanSepupu Dan Adiknya Yang Perawan<br /><br />Waktu itu tahun 1996, bulan September, aku baru saja pulang dari KKN di desa, di daerah Kabupaten Blora (sekarang masuk Kabupaten Cepu), dua hari setelah sampai di rumah, ada telepon dari salah satu sepupuku, katanya dia sedang Study Tour ke kotaku. Sepupuku ini masih sekolah di SMUK di daerah Madiun, sebenarnya aku belum pernah bertemu langsung dengan dia, jangan heran ya, sebab dia sepupu jauh sekali. Sepupuku ini baru sempat bertemu dengan orang tuaku dan kakakku saja sewaktu mereka pergi ke daerah asal sepupuku di Jawa Timur. Nah, ketika dia Study Tour ke kotaku, dia ingin mampir dan menginap di rumahku, terus dia minta dijemput di depan salah satu bank di dekat Jalan yang jadi trade marknya kotaku. Maka, aku bersama kakakku menjemput dia.<br /><br />Jam 4:25 sore, aku sampai di depan bank tersebut. Mobil kuparkir, lalu aku bersama kakakku sambil membawa dua payung menghampiri bis-bis yang diparkir di depan bank, agak lama juga aku mencari sepupuku ini, maklum aku belum pernah bertemu dia dan kakakku sendiri agak lupa dengan wajahnya. Setelah kurang lebih 5 menit, akhirnya bertemu juga. Kemudian kami pulang ke rumahku, dia senang sekali bisa bertemu denganku. Awalnya dia berencana mau menginap 1 hari tetapi kemudian dirubah jadi 2 hari. Sepupuku ini tidak punya saudara laki-laki, jadi ketika kami bertemu, dia senang sekali dan menganggap aku seperti kakak kandungnya. Selama dia menginap di rumah, dia selalu ingin dekat denganku terus. Aku menganggap biasa-biasa saja dan tidak ada pikiran lain.<br /><br />Ketika dia mau pulang, dia mau pulang sendirian, orang tuaku sepertinya tidak tega melepas dia pulang sendirian, akhirnya aku disuruh mengantar dia pulang ke Jawa Timur, padahal waktu itu aku sedang berobat jalan karena aku mengidap alergi serpihan kulit manusia (aneh ya..? aku saja dulu tidak percaya). Aku harus datang ke dokter pribadiku setiap hari Selasa dan Jum’at buat disuntik. Tetapi, menurutku tidak apa-apa karena kupikir nanti jika sudah sampai di sana, aku langsung pulang saja pikirku. Jadilah aku mengantar dia pulang ke Jawa Timur. O.. iya, sebelum terlalu jauh aku bercerita, kuperkenalkan dahulu diriku, namaku Padi dan nama sepupuku Ana. Di jalan kami bercerita tentang daerah asalnya yang ternyata ada di kawasan pantai utara Jawa Timur.<br /><br />Kami mampir ke Madiun dulu, karena katanya dia mau mengambil baju-bajunya yang mau dibawa sekalian dicuci di rumah. Sampai di Madiun, kira-kira pukul 5:00 sore, kami menuju tempat kosnya yang sederhana di komplek Akabri. Setelah selesai dengan urusan di Madiun, kami langsung pergi lagi meneruskan perjalanan. Di perjalanan, aku bertanya dengan dia.<br />“Eh, An.. dari sini sampai ke kotamu berapa lama sih..?” tanyaku.<br />“Ya… mungkin kira-kira 8 jam Mas..” katanya.<br />Dalam hati aku berpikir, “Wah, bakalan capek di jalan nih.. sialan…”<br /><br />Waktu berlalu, kira-kira pukul 9 malam, kami masih ada di atas bis jurusan ke kotanya. Malam itu kurasakan sangat dingin, apalagi ditambah tiupan angin yang sangat kencang. Di dalam bis yang lumayan penuh itu, aku duduk di kursi kedua dari belakang sejajar dengan Ana. Pintu bis yang ada di sebelah kananku ternyata tidak bisa ditutup, karena kuncinya rusak kata kernetnya. Ana yang merasa kedinginan terkena tiupan angin, bingung mau bagaimana sebab dia tidak membawa jaket atau sweater buat penghangat, sedangkan aku sendiri tidak masalah. Kemudian kutawarkan dia untuk pindah tempat duduk di sebelah kananku, yah.. lumayan dia terlindung dari angin oleh badanku.<br /><br />Sekitar 10 menit setelah itu, dia bilang katanya dia merasa mengantuk, aku tawarkan dia untuk tidur saja di pangkuanku. Dia mau dan langsung dia rebahkan kepalanya di pahaku, waktu itu aku sebenarnya agak kawatir dengan penumpang lainnya. Jangan-jangan ada yang berpikiran macam-macam tentang kami, meskipun begitu aku akhirnya memutuskan untuk santai saja. Si Ana dengan cepat tertidur dengan pulasnya, tanganku kutaruh di atas punggungnya biar dia merasa lebih hangat. Tawaranku untuk tidur di pahaku ternyata berbekas sekali di hati sepupuku ini, sepertinya dia merasa ada sesuatu yang lain yang dirasakannya setelah dia merebahkan kepalanya di pahaku. Mungkin karena dia masih anak SMU yang belum pernah merasakan kasih sayang dari seorang cowok, tetapi kok ya kebetulan justru dengan kakak sepupunya sendiri.<br /><br />Tidak terasa, bis telah memasuki terminal di kotanya. Waktu itu jam 1 pagi. Kami langsung mencari becak untuk pulang ke rumahnya. Sampai di rumahnya yang sederhana (bapaknya bekerja sebagai sipir penjara dan ibunya guru SD), aku langsung disambut oleh Omku. Kami berbincang-bincang sejenak sambil nonton MTV. Tidak lama kemudian, Omku minta diri untuk tidur. Aku mempersilakan Omku untuk tidur. Aku sendirian yang belum merasa mengantuk dan meneruskan melihat TV. Si Ana sendiri ada di kamarnya sedang bicara dengan adiknya. Kira-kira 5 menit kemudian, kudengar ada orang datang masuk ke ruang TV dimana aku berada, yang Ternyata Ana.<br /><br />Aku bertanya pada dia, “Lho.. An, kamu ngga tidur? Kan udah malem, bahkan pagi nih!”<br />“Lah.. mas sendiri gimana? Kok ngga tidur juga?” dia balik bertanya.<br />“Mas kan udah biasa melek sampai pagi, lagian acaranya bagus nih, MTV music Awards.”<br />“Iya deh… tapi Ana boleh nemenin Mas ngga?”<br />“Boleh aja, asal bikinin Mas kopi panas dong…”<br />“Ih.. Mas curang.. Oke deh Ana buatin.”<br />Kemudian dia beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untukku. Sewaktu dia jalan ke dapur, dia melewati ruangan makan yang gelap, sedangkan ruang dapurnya sendiri dibiarkan terang, sebab Omku orangnya suka makan, jadi kalau malam dia sering ke dapur untuk cari makanan.<br /><br />Sewaktu dia melewati kamar makan yang kebetulan bisa terlihat dari tempat dudukku, aku agak kaget karena kulihat dasternya kelihatan menerawang terkena cahaya dari dapur. Si Ana ini sebenarnya tidak hanya manis tetapi juga cantik, tubuhnya agak gemuk, tinggi sekitar 158 cm, ukuran dadanya berapa ya? Tidak tahu.. Kulitnya sawo matang dan yang paling menarik adalah matanya yang khas cewek Jawa, tidak besar juga tidak kecil. Sekilas kulihat bentuk tubuhnya sewaktu dia melewati ruang makan. Jantungku merasa agak berdebar karena aku kan laki-laki, jadi lihat yang seperti itu kan, ya gimana gitu. Selesai dia membuat kopi, segera dia menuju ke arahku, terus dia bergabung nonton MTV. Sejenak aku lupa akan kejadian yang mendebarkan tadi (menurutku lumayan mendebar kan lho).<br /><br />Kami berbincang-bincang sambil mengomentari pemenang-pemenang yang sedang diumumkan di TV.<br />Tiba-tiba dia nyeletuk, “Mas.. tadi enak lho tiduran di pangkuannya Mas..”<br />“Kenapa emangnya? Mau lagi ya, sini deket-deket Mas..?” kataku.<br />“Oke deh!”<br />Kemudian dia mendekat ke arahku dan merebahkan kepalanya di pahaku lagi. Nah, sekarang aku mulai berpikiran macam-macam nih, karena kan dia hanya memakai daster dan di dalam dasternya hanya ada CD dan BH saja. Mau tidak mau batangku mulai bereaksi pelan-pelan, tetapi dia tidak tahu. Masih sekitar 10 menit kami berbincang-bincang, tanganku kutaruh di atas pinggulnya, dan kurasa dia tidak keberatan. Lama-lama sepertinya dia mengantuk dan mulai sembarangan kalau menjawab pertanyaan atau komentarku.<br /><br />“An.. geser dikit dong, soalnya pahaku kesemutan nih! Sebentar, ganti pake bantal aja yah…?”<br />Kemudian kuangkat kepalanya, kupindahkan dia ke bantal yang ada di sofa, sedangkan kakinya kuangkat ke atas pahaku. Singkat cerita, dia sudah tertidur dengan pulas. Pikiranku mulai keluar pikiran iseng, tanganku aku rabakan di kakinya. Sambil pura-pura memijat, dari bawah pelan-pelan naik ke atas, terus turun lagi, naik lagi… lama-lama aku memijatnya terlalu naik sampai hampir menyentuh pangkal pahanya. Rupanya dia terbangun.<br />“Ngapain Mas..?”<br />“Eh.. ngga kok cuman mijitin, kan kamu capek barusan abis naik bis jarak jauh?”<br />“Mmm.., boleh juga.. tapi mijitnya jangan keras-keras ya Mas…”<br />“Oke An..”<br /><br />Nah, aku teruskan kembali memijatnya, tetapi kali ini mijatnya lain, aku kan sedikit-sedikit pernah baca tentang pijatan erotis, maka aku mencoba untuk mempraktekkannya sekarang. Pertama kuletakkan tanganku di telapak kakinya, terus kucari simpul yang bisa membangkitkan gairah seksnya.<br />“Nah, ketemu nih…” batinku.<br />Pelan-pelan kupijat bagian itu sambil tanganku yang satunya juga memijat-mijat paha kanannya.<br /><br />Setengah sadar dia bertanya, “Mas, kok enak banget sih pijitannya?”<br />“Tenang aja deh, yang ini belum apa-apa, entar ada yang lebih hebat.” jawabku.<br />Lama kelamaan dia jadi tidak merasa ngantuk, tetapi menikmati pijatan-pijatan tanganku sambil mengeluarkan suara lenguhan yang sangat merangsang, “Nngggh… ngghh… enak loh Mas… agak naik dikit Mas.. yang ini lho di atas dengkul…, ya.. di situ… terus.. terus..”<br /><br />Aku tahu dia tidak sadar kalau sedang aku kerjain. Lama-lama kulihat dia sepertinya mau bangkit dari tidurnya. Kemudian waktu kubiarkan, ternyata dia tiba-tiba memelukku dan berusaha mencium bibirku. Aku sendiri menyambut ciumannya dengan bersemangat.<br />“Wah, lha ini nih yang kunanti,” batinku.<br />Ciumannya lumayan dahsyat, sampai lidahnya masuk ke mulutku seperti ular. Lidahku sendiri jadi tidak mau kalah menyambut lidahnya yang masuk ke mulutku (heran juga anak ini kok bisa senekat ini pikirku). Dan ternyata, kok luar biasa ciummannya untuk ukuran anak SMU yang belum pernah pacaran, tangannya melingkar di punggungku dan berusaha masuk ke dalam t-shirtku.<br /><br />Gerakan tubuhnya terlihat sekali terbakar oleh rangsangan yang kuberikan melalui pijatan tadi, tubuhnya naik turun sambil sesekali bergoyang ke kiri dan ke kanan. Lama-lama daster yang dia kenakan tertarik ke atas oleh karena gerakannya tersebut, dan tanganku pun bisa leluasa untuk memegang pantatnya. Dia memakai celana dalam yang tipis berenda. Pelan-pelan kumasukkan tanganku ke dalam CD-nya dari atas. Aku berhasil memegang pantatnya, wah.. seketika aku merasakan suatu gelora dalam diriku, sepertinya aku sendiri mulai terserang rangsangan yang sangat kuat. Aku pijat-pijat pantatnya, sementara kami masih saling berpagut, dia sendiri terlihat sangat menikmati pijatan tanganku pada pantatnya. Lalu aku mulai menaikkan tanganku, berusaha untuk membuka dasternya. Tanpa hambatan, aku berhasil menaikkan dasternya sampai ke bagian leher, kudorong dia pelan-pelan ke belakang, dia berusaha untuk tetap memelukku.<br /><br />Aku berbisik padanya, “An.. tolong kamu mundur sebentar, aku tolong kamu nglepasin dastermu.”<br />Dia mengangguk pelan, lalu kubuka dasternya. Kulihat tubuhnya yang mulus hanya ditutupi BH dan CD saja.<br />“An.. gimana kalo semuanya aku buka…?” tanyaku.<br />Ternyata ia mengangguk mengiyakan, “Silakan Mas…”<br />Kubuka pelan-pelan BH-nya sambil kubelai dua bukit di dadanya dengan lembut.<br />“Ehm… Mas.., Ana sayang sama Mas…” katanya.<br />Aku tidak menjawab perkataannya. Kemudian kudekatkan wajahku ke buah dadanya dan mulai mengulum-ngulum pucuk bukitnya. Dia terlihat sangat menikmati perlakuanku tersebut, matanya terlihat sayu dan sepertinya mengharap yang lebih dari sekedar dikulum pucuk bukitnya.<br /><br />Aku menengok ke arah jam dinding yang terletak di atas pintu, jarum menunjukkan pukul 12:08 malam. Aku sempat berpikir, sebenarnya bahaya kalau tiba-tiba Om atau Tanteku memergoki kami yang sedang asik di sini. Sekejap aku memutar otak, aku lalu berbisik ketelinga Ana.<br />“An.. kita pindah ke kamarku aja yah?”<br />Dia tersentak mendengar bisikanku. Aku sendiri kaget, “Apaan nih? Kok jadi medadak berubah?”<br />Aku rasakan ternyata Ana sepertinya tersadar atas apa yang sedang diperbuatnya. Dengan terburu-buru, dia menyambar pakaiannya dan berusaha lari menuju kamarnya. Cepat sekali kejadian itu berlalu, aku sendiri tidak sempat melakukan apa-apa, aku hanya melongo seperti Mandra diputus Munaroh. Gila, pembaca tahu sendiri kan? Lagi enak-enak bercumbu, tidak tahunya putus di tengah jalan. Tetapi aku sendiri maklum, sebenarnya Ana adalah anak yang taat beribadah. Dan kuyakin yang barus saja kualami, sebenarnya dia melakukannya di bawah sadar.<br /><br />Paginya, aku bangun sekitar pukul 9:00, ternyata aku semalam ketiduran di depan TV. Aku ngucek-ucek mataku sambil mencari dimana kacamataku, agak lama kucari, tetapi tidak ada.<br />“Mana ya?” aku bergumam pelan.<br />Kebetulan Tante yang berjalan melewati ruang TV menuju dapur mendengar gumamanku.<br />“Cari apa Di?” tanya Tanteku.<br />“Tante liat kacamata Padi ngga?”<br />“Ngga tuh.. mungkin jatuh di bawah meja, coba cari lagi,” sambil dia berjalan menuju ke arahku ingin membantu mencari.<br />Dicari-cari sudah lama, tetap tidak ketemu, “Yep.. nanti dicari lagi deh Tante.. biar Padi mandi dulu.” kataku.<br />“Oke lah, nanti Tante bantu lagi carinya.”<br />“Oke Tante..” sahutku.<br />Aku bergegas menuju ke kamarku, mengambil peralatan mandiku.<br /><br />Kamarku terletak di sebelah kamar Ana, sempat kulihat dari celah kamar yang tidak tertutup semua. Ana masih kelihatan pulas tidurnya. Mungkin dia tidak bisa tidur setelah kejadian tadi malam. Habis mandi aku menuju ke ruang TV lagi untuk mencari kacamataku yang masih sembunyi. Ternyata tante sudah ada di sana sedang nonton TV.<br />Aku tanya ke tante, “Ketemu ngga kacamatanya Tante?”<br />“Ngga tuh Di.. udah tante cari dimana-mana ngga ada, sampai-sampai sekalian Tante ngebersihin ruang ini deh.”<br />“Waduh… gimana nih… susah deh. Aku kan ngga bisa baca kalo ngga pake kacamata,” pikirku, “Ya apa mau dikata, kalo lagi apes, gini deh jadinya.”<br /><br />Pukul 9:30, kulihat kamar Ana sudah terbuka, beberapa menit kemudian Reni (ini nama adiknya) bergabung dengan kami di ruang TV sambil membawa nampan berisi 4 gelas teh.<br />Aku tanya dia, “Kok cuman empat gelasnya Ren?”<br />“Ooo, Papa kan udah berangkat kerja Mas.., jadi Reni bikinnya cuman 4.” jawabnya.<br />“Gitu ya?” sahutku.<br />Kami lalu berkumpul membicarakan keadaan Kota Tuban, tiba-tiba si Reni bertanya ke Tante.<br />“Ma.. kacamata yang di kamar Reni itu punya siapa sih?” tanyanya.<br />“Eit! lha ini dia nih si kacamata.. ternyata ngumpet di sana,” spontan aku menyahut, “Heh! Itu pasti kacamataku.”<br />“Betul.. itu pasti kacamatanya Mas Padi, Ren!” sahut Tante, “Sana cepet ambilin!”<br />Reni lalu berdiri dan mesuk kamar untuk mengambil kacamataku. Aku berpikir, mungkin kacamataku semalam kesangkut di bajunya Ana. Sesaat kemudian Reni kembali membawa kacamataku, aku sempat was-was, moga-moga Tante tidak curiga kenapa kok kacamataku sampai bisa mampir kesana. Memang ternyata dia tidak curiga sama sekali.<br /><br />Pukul 10:00, Tante pamit mau berangkat ke pasar yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumahnya, si Reni ikut. Aku ditinggal sendirian. 5 menit waktu berlalu, aku mulai bosan, terus aku menuju teras depan ingin merokok. Di teras ternyata ada koran edisi hari itu, aku tertarik untuk membacanya. Kubolak-balik halamannya, tidak ada yang menarik. Bosan lagi deh, ngelamun jadinya. Aku teringat kejadian tadi malam.<br />Dalam hati aku berpikir, “Sekarang di rumah cuman ada aku berdua sama Ana. Wuih! kalo… hehehe kalo… misalnya aku iseng gimana ya?”<br />Akhirnya, ternyata aku nekat juga.<br /><br />Aku bangkit dari tempat dudukku, masuk ke dalam. Sampai di depan pintu kamarku, aku punya ide. “Mmmm harusnya pintu depan kututup ya, terus aku pasangkan kaleng krupuk di bagian dalam, biar kalo kebuka dari luar kalengnya kegeser dan bikin suara brisik.” pikirku.<br />Cepat-cepat kukembali ke ruang tamu dan melakukan rencanaku. Setelah itu, aku kembali lagi ke kamar, hati-hati kuintip ke dalam kamarnya Ana, ternyata dia masih pulas tertidur. Aku berjingkat masuk ke kamarnya, perlahan aku duduk di samping tidurnya. Dia tidurnya mengorok hingga aku mau tertawa waktu itu, tetapi kutahan karena takut dia terbangun. Dengan hanya diterangi lampu baca (kamarnya tidak ada jendelanya), kupandangi wajahnya lama. 5 menit lebih kupandangi dia, semakin lama semakin manis.<br />“Gila ya, dengan adik sepupu kok seperti itu?” tapi pikirku, “Biarin aja lah, iseng-iseng berhadiah.”<br /><br />Kemudian aku mulai mencoba membelai rambutnya, pelan tetapi pasti. Dia tidak bereaksi, dia tidurnya brukut (memakai selimutnya sampai menutupi leher). Aku berusaha membuka selimutnya perlahan, kutarik ke bawah dan dia tetap tidak bereaksi. Kumasukkan tanganku ke dalam selimutnya sambil berusaha mencari payudaranya. Dengan tanpa kesulitan, tanganku sudah memegang payudaranya, tetapi masih terhalang dasternya.<br />“Eit… nanti dulu… ternyata dia ngga pake BH! Berarti semalam dia ngga pake BH-nya lagi dong, wah asik nih…” pikirku.<br />Lalu kumasukkan tanganku melalui lubang di antara kancing dasternya. Tidak susah juga, tanganku sudah memegang daging empuk dengan tonjolan di puncaknya.<br /><br />Ana menggeliat, agak keras menggeliatnya, dia terbangun.<br />“Mampus gua,” pikirku.<br />Dia melotot sambil teriak, “Lepasin dong Mas… apa-apaan nih Mas?”<br />Aku gelagapan berusaha mencari alasan, “An… kamu ngga inget semalem ya?”<br />“Lupain aja Mas! Ana ngga mau lagi, ngga boleh, entar dosa Mas!”<br />“Tapi Ana semalem udah ngelakuin dosa lho… kenapa ngga sekalian aja?” rayuku.<br />Kali ini dia benar-benar marah. Ana teriak-teriak menyuruhku keluar dari kamarnya. Aku turut saja, untung letak rumahnya berjauhan dengan tetangga, jadi aku tidak takut teriakannya terdengar tetangganya.<br /><br />Wah… gagal nih ceritanya.., aku akhirnya hanya meraba-taba batang kemaluanku yang menganggur karena tidak jadi dipakai. Aku duduk di ruang TV lagi. Melihat acara tarian Bangkok, lumayan lah buat obat, melihat penyanyi Thailand yang cantik-cantik. Sebentar kemudian Ana keluar dari kamarnya, dia menuju ke arahku. Aku berusaha tidak peduli, dia lalu duduk di dekatku.<br />Katanya, “Mas maapin Ana ya? Ana udah bentak-bentak Mas…”<br />“Ngga papa An.., Mas yang salah.” balasku.<br />“Sebenarnya Ana sayang sama Mas, tapi kita kan masih bersaudara, apalagi nanti kalo ketahuan ama Papa-Mama kan bisa berabe Mas!” jelasnya.<br />“Ya sudah.. lupain aja An, toh kamu masih muda. Nanti juga pasti ada cowok lain yang lebih pantas buat kamu.” lanjutku.<br />“Iya Mas, Mas… Ana mau ngasih sesuatu buat Mas.”<br />“Apa An?” tanyaku.<br />“Liat sini deh Mas..” (dia mulai tidak kaku lagi)<br /><br />Aku menoleh ke arahnya, tiba-tiba dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku.<br />“Mmpphh…”<br />“Plas!” jantungku spontan berdegup keras, “Kok tau-tau nyium sih?” pikirku, tetapi kunikmati saja, enak sih.<br />Pertamanya dia hanya mau mengecup saja, tetapi kulingkarkan tanganku di lehernya, dan kudekap dia. Dengan lembut kukecup bibirnya, dia tidak berontak ternyata, aku pererat dekapanku, dada kami sudah saling menempel. Aku merasakan kalau dia masih belum memakai BH-nya. Dengan perlahan kubelai punggungnya, dasternya yang terbuat dari sutera terasa halus sekali, sensasinya justru membuatku jadi semakin ON saja. Coba saja pasangan anda disuruh pakai lingerie yang bahannya sutera, ditanggung kalau diraba pasti enak sekali. Lama kami berciuman dengan posisi itu, akhirnya capai juga aku. Kulepas pelukanku dan mengakhiri ciuman.<br /><br />Aku berkata pada Ana, “Sini An… Mas pangku..”<br />“Ngga ah Mas… nanti kayak tadi malem deh jadinya…!”<br />“Percaya deh sama Mas… ngga sampe ngelakuin yang ngga-ngga kok, okey?”<br />Dia akhirnya mengalah, mungkin dia masih ada rasa ingin juga, dia juga tahu kalau sekarang kami hanya berdua saja di rumah, So? Why not?. Dia duduk di pangkuanku menghadap TV, tanganku bergerak dengan bebas di dadanya.<br />Kuraba dadanya sambil berkata, “An.. Ana ngga marah-marah lagi nih?”<br />“Biarin lah Mas.. udah terlanjur nih, tapi janji ya jangan kebablasen…” pintanya.<br />“Okey An!”<br />Dari belakang, sambil tanganku membelai payudaranya, kulihat dia memejamkan matanya menikmati belaian tanganku. Tanganku meraba payudaranya dengan hati-hati, penuh perasaan aku membelainya, aku sendiri memejamkan mataku jadinya. Pelan tapi pasti, tanganku bergerak turun menuju perutnya. Agak dekat dengan V-nya kugunakan kuku jariku yang agak panjang untuk membangkitkan rangsangan di perutnya. Kulirik dia, terlihat dia menahan perutnya dengan membuat kaku daerah itu.<br /><br />Dia menikmati perbuatanku, perlahan dasternya kutarik ke atas, dia diam saja, ujung dasternya sudah sampai ke pahanya. Sedikit lagi pasti aku bisa meraih celana dalamnya. Akhirnya sampai juga, CD-nya sudah tidak tertutup lagi, sekilas kulihat bercak basah di ujung V-nya. Tanpa berpikir lama, kupindahkan tanganku ke sana, tanganku merasakan memang di daerah itu sudah basah. Kusimpulkan pasti dia sudah terangsang berat. Lalu kuselipkan tanganku ke dalam CD-nya, tetapi dia kali ini menahan tanganku supaya tidak masuk ke sana. Aku urungkan niatku untuk itu, tanganku hanya menggosok-gosok dari luar saja. Kemudian terlihat dia mengeluarkan lenguhan dan badannya menegang, seperti menahan sesuatu. Orgasme rupanya. Lalu badannya melemas lunglai di pelukanku.<br /><br />Tanganku yang masih berada di selangkangannya merasakan kalau CD-nya bertambah basah. Kemudian Ana memandangiku. Lama kami berpandangan.<br />Ana kemudian bicara, “Mas, kita lakukan yuk. Ana udah ngga tahan…”<br />Wah, benar-benar kejutan..! Ana tiba-tiba berubah pikiran. Hal ini tidak akan kusia-siakan. Tanpa bicara lagi, langsung kucium dan kuremas dadanya yang masih tertutup daster. Ana melenguh keenakan karena remasan itu. Kemudian aku melepas remasannya. Kupandangi dadanya di balik dasternya, kupandangi seluruh tubuhnya, kulitnya yang sawo matang. Kemudian aku melepas dasternya karena akan merepotkan saja.<br /><br />Kini ia polos tanpa satu benang pun menutupi tubuhnya. Kemudian aku membopongnya ke kamar tidurku dan kubaringkan ia di tempat tidur, lalu kuciumi seluruh tubuhnya. Tubuh Ana bergetar hebat, menandakan bahwa dia baru pertama kali ini melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Kemudian aku mencium dan menjilat bagian perutnya dan mulai ke bawah dan mulai meraba serta membuka kedua pahanya degan kedua tanganku. Tangan kananku membuka belahan vaginanya sedangkan seluruh bagian mulutku mulai mengolah bibir-bibir vaginanya. Tangan kiriku masih meremas buah dadanya yang sebelah kanan. Aku merasakan adanya cairan yang mulai membasahi permukaan bibir vaginanya. Aku terus menyedot dan menggigit-gigit perlahan labia mayoranya dengan asyik, sedangkan tangan kiriku sekarang meraba-raba klitorisnya dengan cairan pelumas dari lubangnya.<br /><br />Asyik sekali, karena terlalu keasyikannya, secara tidak sadar, ada dua tangan menjambak rambutku, aku tidak menghentikan aktivitasku. Mulanya kupikir hanya gerakan kenikmatan yang diterimanya secara erotis. Eh, kok tambah lama terasa ada goyangan perlahan di bagian selangkangannya. Begitu pula tanpa kusadari, ada suara-suara nafas tertahan dan jambakan di rambutku bukan lagi jambakan pasif, tetapi mulai membelai dan memegang kupingku. Aku tiba-tiba sadar. Dia benar-benar menikmatinya. Aku termanggu duduk di antara selangkangannya dan melihat ke arah wajahnya.<br />“Kok.., berhenti Mas..?” suaranya berat perlahan dengan tatapan wajah yang sayu.<br />“Ehh.. terusin Mas… hhh… kurang dikit lagi..!” suaranya tertahan.<br /><br />Aku masih terduduk bingung dan memandangnya dengan pandangan bodoh. Dan yang menjengkelkan, batang kejantananku tidak berkompromi. Dia tegak mengacung, sehingga mencuat di antara kaosku. Kepalanya tampak licin karena cairan bening yang keluar. Sebenarnya batang kejantananku lumayan besar dan panjang, sehingga tampak mencuat tinggi. Tiba-tiba Ana bangun, dan duduk di hadapanku, memandangku dengan sayu. Tiba-tiba tangannya mulai bergerak ke arah batangku, dan memegang lama sambil tersengal-sengal sehabis melumatnya. Kemudian memandangku perlahan dan meletakkan dirinya telentang di ranjang. Ana berdiri di atas tempat tidur dan berjongkok di depanku. Kemudian dia membuka kedua pahanya dan mengangkat lututnya ke atas sehingga lubangnya terlihat.<br /><br />Ia meraba permukaan vaginanya sambil perlahan memandangku dan berkata, “Ayo Mas… masukin..!”<br />Aku seperti tersihir, antara bingung dan nafsu, menggerakkan diri untuk berlutut di antara kedua pahanya dan memegang kepala batangku yang licin terkena ludahnya dan mengarahkannya ke lubang merah mengkilat itu. Sejenak aku lupa bahwa dia masih belasan tahun, yang kurasakan secara reflek setelah dikenyot habis-habisan olehnya, ialah bahwa ia sudah tidak perawan lagi.<br />Dan, “Ssleeeppp..” ketat tetapi tidak begitu menjepit dan tanpa hambatan sama sekali (benar dugaanku). Aku menusukkan seluruh panjang batangku ke dalam lubang itu, dan hebatnya seluruh panjangnya batang kejantananku itu masuk total ke dalamnya serta membiarkannya sejenak merasakan denyutan hangatnya. Ana melenguh agak keras. Aku khawatir juga karena dia akan merasakan sakit di bagian dalam vaginanya. Tetapi karena malaikat nafsu lebih berkuasa, ya sudah aku santai saja dan mulai menarik batangku itu dari dalam lubangnya dan memasukkannya lagi seluruhnya.<br /><br />Entah karena apa, aku tidak begitu merasakan rasa nikmat yang cepat naik. Memang terasa basah, licin dan enak tetapi, ya lebih karena ini memang sedang bersetubuh. Aku mulai berpraktek dengan berbagai macam cara menusuk dan arah tusukan ke dalam lubang vaginanya. Yang mulai mencemaskanku, Ana sama sekali tidak berusaha menahan suaranya. Ia mulai melenguh dan mengerang keras-keras ketika aku mulai mempercepat gerakanku. Aku antara cemas dan mulai nikmat, tidak peduli lagi. Lagi pula suaranya mulai merangsangku dan ini membuatku menusuk-nusuk dengan gerakan yang cepat dan keras.<br />“Aaahhh… aayooo Mass… aaduhh… cepat Masss..!” pintanya dengan nafsu.<br />Dia mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. Bunyi beradunya kemaluan kami mulai terdengar keras, berkecepak-kecepak dan aku mulai merasakan lereng gunung telah kucapai. Tinggal mendaki cepat dan sampai di puncak.<br /><br />Tiba-tiba Ana menghentikan gerakanku, dan menutup kedua pahanya sehingga terasa ada jepitan yang luar biasa di sekujur batangku. Kemudian dia memandangku sayu. Aku tahu apa yang dimaksudkannya dan mulai menggenjot lagi. Aku menjepitkan kedua betisnya di antara leherku dan bertumpu pada kedua tangan, sedang aku membentuk busur dengan tubuhku, merapatkan kedua pahaku sehingga terasa batangku membesar dan mulai menusuk-nusuknya cepat.<br />“Aaahhh… sss…” terdengar bunyi-bunyian antara suaranya yang merangsang dan bunyi kecepakan kemaluan kami yang beradu, sedangkan aku sendiri mengeluarkan suara helaan nafas yang cepat.<br />Beberapa menit kemudian, aku merasakan aliran yang semakin cepat memenuhi pinggul dan seluruh tubuhku. Keringatku telah mengucur deras.<br /><br />Dan, “Annn… Annaaa… aaadduuhhh… ssss… Ann..!” spermaku menyemprot deras ke arah perutnya. Aku mengerang keras dan terus mengocok batang kemaluanku. Kemudian tanganku yang mulai begerak ke arah vaginanya segera menusuk-nusukannya. Lama aku terus menusuk-nusuk lubangnya karena rasa nikmatnya terus mengalir hingga tidak berapa lama kemudian Anna berkata, “Masss… aaa… Maass… ssshhh… aaddduuhh..!”<br />Ana menaikkan pelvisnya dan menerima tusukan-tusukan terakhirku dengan denyutan dinding vagina yang terasa cepat dan kenyal. Aku menindih tubuhnya yang kecil dan merasakan detak jantung yang cepat di dadanya dan dengusan nafas hangat di ubun-ubunku. Jariku masih menancap dalam di dalam vaginanya dan merasakan denyutan yang tidak kunjung reda.<br /><br />Kemudian aku tergeletak di sampingnya, aku berkata kepada Ana, “An… kamu sekarang mandi saja ya..? Kayaknya kamu bau deh…”<br />“Sialan… iya deh, Ana mandi, makasih ya Mas… Ana udah dikasih pelajaran sama Mas.”<br />“Sama-sama An..”<br />Aku tidak merasa menyesal karena tidak dapat seperti yang kubayangkan (gadis yang benar-benar perawan). Yah, lumayanlah bisa meraba-raba kan? Ana lalu berdiri hendak menuju ke kamar mandi, sebelum dia pergi dia menoleh ke arahku lalu menunduk dan menciumku sebentar. Aku belaikan tanganku ke dadanya dan V-nya. Dia tersenyum memandangku, lalu bergegas menuju kamar mandi. Saat dia menutup kamar mandi, aku sempat dengar langkah kaki berlari menjauh dari arah pintu ruang tamu. Aku cepat-cepat menuju ruang tamu ingin mengetahui siapa yang baru saja dari sana. Sempat kulihat warna bajunya, biru seperti yang dipakai Reni. “Mungkinkah..?” batinku.<br /><br />Aku kembali ke ruang TV, sambil menebak-nebak, “Apa iya.. tadi itu si Reni, terus kalau benar, berarti dia tahu dong kita lagi ngapain..? Waduh, terlalu serius sih tadi… jadinya begini deh.”<br />Kurang lebih 20 menit, Tante dan Reni datang dari pasar, Tante katanya mau masak Sop buntut dan membuat Rujak cingur. Siang jam 12:30, Ana mengajakku untuk makan. Saat makan, Reni kelihatan agak canggung melihatku, pikiranku lalu menghubungkan dengan peristiwa yang tadi kualami.<br />“Berarti tadi memang benar Reni..” pikirku.<br />Kami tidak bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore pun tiba, Omku sudah datang sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan bermain playstation dengan Ana, sedangkan Reni dari tadi berada di dalam kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia, betah-betahnya di dalam kamar terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu masak, kebetulan tetangga ada yang sedang punya hajat.<br /><br />Jam 8:00 malam, aku membaca-baca majalah di ruang tamu. Ana dan Reni di ruang TV sedang nonton HBO, tidak tahu apa film-nya. Tante sudah tidur di kamar belakang, lelah sehabis membantu tetangga. Si Om malam ini mendapat tugas jaga malam. Jam 9:00, Ana ke ruang tamu, dia bicara padaku kalau mau tidur duluan, Reni masih mau nonton TV menunggu opera sabun kegemarannya di HBO kata Ana. Ana suruh aku menemani Reni di ruang TV, soalnya si Reni anaknya sedikit penakut katanya. Jadi aku pindah ke ruang TV, kubawa majalah yang sedang kubaca. Aku rebahkan badanku di sofa panjang di depan TV. Reni sendiri duduk di kursi favoritnya, tanpa sekali pun menengok ke arahku. Aku teruskan baca artikel yang sempat terputus tadi, sambil sekali-sekali aku melihat ke arah televisi. Aku lihat ke arah jam tanganku, ternyata sudah jam 11:13.<br /><br />Aku berkata kepada Reni, “Ren.. kamu ngga ngantuk?”<br />Dia tidak menjawab, kuulangi lagi dua kali baru dia menjawab, “Belum ngantuk kok Mas, lagian film-nya barusan mulai nih.”<br />“Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu ya..?”<br />“Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis… kan Reni takut nonton sendirian, film-nya agak horor nih!” pintanya.<br />“Sofanya dibuka aja… jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ aja.” katanya lagi.<br />“Emang bisa Ren..? Oke deh Mas coba.”<br />Aku coba deh usul Reni, dan aku akhirnya tidur di sofa yang sudah diubah menjadi tempat tidur itu. Tidak tahu berapa lama aku tertidur di situ, tiba-tiba aku terbangun merasakan tanganku ada yang memegang. Aku buka mataku sedikit-sedikit, terlihat olehku Reni memegang tanganku, digosok-gosokkannya tanganku ke selangkangannya. Terasa olehku bulu-bulu halus di ujung jariku. Kulirik mukanya, dia mendesah amat pelan. Wajahnya menghadap ke arah televisi, aku jadi curiga, jangan-jangan?<br /><br />Aku lalu mencoba melihat ke layar televisi, ternyata di sana terlihat film-nya sudah bukan HBO lagi. Kesimpulanku, si Reni ternyata suka nonton sampai malam berarti hanya untuk menyetel VCD porno. Wow! berarti kakaknya kalah dong sama adiknya. Perlu diketahui, jarak umur antara Ana dengan Reni hanya 1 tahun lebih sedikit, apalagi Reni anaknya agak bongsor, tingginya sepundakku, tidak begitu gemuk tetapi cukup berisi. Singkat kata, aku beruntung kali ini, karena mendapat daun muda nih. Perlahan, tanganku yang masih bebas berusaha melorotkan celana dalamku ke bawah. Sementara Reni masih asyik dengan kegiatannya yang semakin lama semakin menjadi, dia seperti terobsesi dengan film dari VCD tersebut. Lenguhannya kadang-kadang terdengar keras.<br /><br />Lalu perlahan-lahan tanganku yang dia pegang kutarik ke arah kemaluanku. Setelah dekat, tanganku yang satunya dengan cepat kurangkulkan ke pinggangnya dan menariknya ke atas tubuhku. Dia kaget sekali, hampir dia berontak, tetapi selanjutnya dia justru memegang batang kejantananku dan mulai mengocok-ngocok dengan lembut. Aku pun lalu mengimbanginya, kuubah posisiku agar lebih enak dengan bersandar ke belakang, ke sandaran sofa. Dia menoleh ke arahku, terlihat wajahnya yang khas ABG, mengingatkanku kepada cewek-cewek yang suka nongkrong di mall-mall. Posisi tubuh kami akhirnya saling berhadapan, dia menggesekkan tubuhnya naik turun. Payudaranya ditempelkan ke dadaku. Nafasnya terdengar keras, khas orang yang sedang terangsang berat, “Sshhhsshhsshhss…” seperti itu deh kalau tidak salah.<br /><br />T-shirtnya yang gombrong mulai basah terkena keringatnya, memang malam itu udara terasa sangat panas, aku sendiri juga merasa kepanasan. Aku peluk dia, tanganku kutelusupkan ke dalam t-shirtnya dari belakang, sedangkan bibirku tidak tinggal diam begitu saja, kucium belakang kupingnya dengan pelan, kuhembuskan nafas secara perlahan ke daun telinganya. Terasa olehku Reni semakin menggila, terasa dari gerakan tubuhnya yang turun naik dengan cepat, digesekkannya dadanya ke dadaku, juga selangkangannya dia gesek-gesekkan ke kemaluanku dengan bernafsu. Tanganku yang berada di punggungnya, akhirnya kugeser ke pantatnya, dari atas punggung kugerakkan ke bawah, masuk ke celananya sebelum sampai ke pantat. Kuputar ke samping dengan agak cepat, lalu kuteruskan ke pinggang mencari celana dalamnya, kuraba dari luar celana dalamnya, pantatnya yang empuk kuremas dengan gemas. Aku menyesuaikan dengan irama gerakannya yang maju mundur. Kontan dia makin menggila, tangannya naik ke atas, rambutnya menyuguhkan gerakan yang erotis sekali. Dia berusaha menanggalkan t-shirtnya.<br /><br />Setelah t-shirtnya lepas, dia pegang kepalaku, menariknya ke arahnya dan melumat bibirku dengan sangat bernafsu. Reni tidak memakai BH, payudaranya yang berukuran lumayan besar terlihat mengkilat karena basah oleh keringat. Aku menjilat-jilat payudaranya, kukulum putingnya yang kecil dan tidak begitu menonjol.<br />Dia berteriak pelan, “Mas..!”<br />Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil, kulumat dengan bernafsu bibirnya itu. Dia mendesah keenakan, akhirnya dia tidak tahan lagi.<br />“Ayo Mas, kayak yang di VCD itu lho Mas…” pintanya.<br />Kujawab, “Yang gimana Ren..?”<br />“Cepetan dong Mas… Reni udah ngga tahan nih..”<br />“Emang Reni udah pernah..?”<br />“Belum Mas… makanya Reni pengen coba, cepetan dong Mas…”<br /><br />Kami lalu berdiri berhadapan, aku melepas pakaian yang melekat di tubuhku, dia begitu juga melepas semua pakaian di tubuhnya. Dengan bernafsu dia pegang batang kemaluanku untuk dikocok-kocok, sensasinya, wuah! Tidak tergambarkan. Dipegang oleh anak baru umur 18 tahun! Lalu sebentar kemudian, dia melepas batang kemaluanku dan membalikkan tubuhnya, berpegangan pada lemari buku. Posisinya sekarang agak menungging membelakangiku, pantatnya yang belum begitu besar terlihat kenyal. Dari belakang, aku melihat kemaluannya sudah merekah, ada daging yang keluar dari kemaluannya, entah apa itu namanya. Mungkin itu kli yang dinamakan clitoris. Tetapi pemandangan itu menjadikan batang kejantananku menjadi berdenyut-denyut ingin merasakannya.<br /><br />Kudekati dia, kugesek-gesekkan kepala senjataku ke daging yang menyembul keluar itu. Tangan Reni dengan tergesa-gesa menarik batang kejantananku untuk segera dimasukkan ke dalam liang kemaluannya. Terasa agak sulit untuk memasukinya, kutusukkan dengan keras karena aku sudah sangat bernafsu. Aku melihat ke arah wajahnya. Pandangannya ternyata ke arah layar televisi, sambil sesekali bibirnya mengeluarkan desahan-desahan merangsang.<br />“Gila!” pikirku, “Dia ternyata maniak sama VCD porno.”<br />Aku tingkatkan kecepatanku dalam menggoyang. Lama-lama aku merasa pinggangku capek, dan aku coba mengarahkan dia untuk mengganti posisi classic, aku tiduran dan dia yang di atasku. Dia menurut. Sambil memegang pantatnya, aku tiduran dan menikmati goyangannya. Badannya terlihat mungil bila dibandingkan dengan tubuhku, suara desahannya terdengar melengking lirih di telingaku.<br /><br />Pada puncak kenikmatannya, dia melengkungkan tubuhnya ke belakang, tangannya menahan berat badan tubuhnya dengan gemetar. Rasa hangat yang terasa oleh batang kejantananku menjadi bertambah seiring dengan tercapainya puncak kenikmatannya. Sedangkan aku sendiri belum merasakan puncak. Reni merangkulku dengan lemas. Setelah itu, dia berbisik ke kupingku.<br />“Makasih ya Mas, Mas telah memberi Reni melebihi dari mbak Ana…”<br />“Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata memang benar. Reni telah melihatku bermesraan dengan kakaknya.” daliam hatiku.<br />“Loh, jadi tadi Reni ngelihat Mas padi gituan sama mbak Ana to?”<br />“Heeh Mas… Reni kepingin, lagian Reni sering ngeliat di VCD. Kayaknya enak banget deh Mas… dan ternyata memang bener.”<br />“Oke deh, tapi Mas Padi belom sampai puncak nih.. gimana dong? Kan kasihan Reni udah capek.”<br /><br />“Begini aja Mas… dari tadi siang emang Reni udah merencanakan ini, gini rencana Reni, tadi waktu Reni ngeliat Mas sama Mbak Ana gituan, sebenarnya Reni mo ngambil Dompet Mama yang ketinggalan. Trus Reni punya rencana, Reni beli CTM (obat tidur) buat dikasih ke minuman Mama ama Mbak Ana, nah.. tadi Mbak Ana sama Mama udah minum obatnya (dicampur sama teh) masing-masing 3 butir.. hehehe.”<br />“Terus gimana dong?” sahutku.<br />“Sekarang Mbak Ana kan pasti pules banget tidurnya, diapa-apain pasti ngga bangun deh. Kan tempat tidur sebelahnya lagi kosong…”<br />“Heh!” aku spontan tahu apa yang dimaksudkannya, “Sip deh! Oke Ren! Sekarang kita pindah aja ke kamarmu…”<br />“Ayo..!”<br /><br />Kemudian kami berdua berdiri dan menuju ke arah kamar Ana. Memang benar Ana tertidur lelap. Hanya iseng saja, aku membuka dasternya dan menyentuh kewanitaannya Ana dan memasukkan jari telunjuk dan tengah. Ternyata memang tidak bangun! Hanya saja dia mengeluarkan sedikit lenguhan-lenguhan nikmat yang dia rasakan. Kemudian aku mulai memainkan vaginanya sampai basah. Tetap saja Ana tidak bangun sama sekali.<br />“Mas, udah dong. Kok malah Mbak Ana yang dimaenin. Giliran Reni dooong…” keluh Reni karena sudah terbalut nafsu yang tinggi.<br />Padahal tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu karena tadi dalam permainan pertama belum selesai.<br /><br />Kemudian aku melepaskan jilatan pada vagina Ana dan berpaling ke Reni ysng sudah mulai memuncak nafsunya. Kemudian aku mulai naik ke atas ranjang dan menidurkan Reni. Secara intense, kami pun mulai pagutan. Tetapi ketika kami berciuman, beda sekali dengan yang pertama. Seperti disirap, kucium pipinya, mulutnya, berhenti lama di situ. Mulut kami berpagut seperti memecah ribuan rindu. Lidah kami bermain di sana. Tidak lama kemudian, kuturunkan lidahku ke arah lehernya, dia menggelinjang, matanya terpejam, tangannya bergidik seperti menahan gelombang perasaannya sendiri. Ketika putingnya kuraba, dia mulai melenguh. Dengan gerakan halus, aku mulai meremas-remas sehingga Reni merasa keenakan. Sementara bibirku sudah beralih, tidak lagi di bibirnya tetapi sudah menjilati telinga, dan lehernya.<br /><br />Karena buah dadanya sudah terbuka, mulutku pun bergeser ke puting susunya yang sudah menegang. Ketika kumainkan dengan lidahku, lenguhannya semakin panjang. Tangan kananku pindah ke arah vaginanya dan mulai meremasnya. Sambil memainkan klitorisnya, aku terus menjilati kedua payudaranya. Ketika aku merasakan kemaluannya sudah sangat basah, aku mulai bernafsu untuk melakukan foreplay yang lebih lama. Tidak lama kemudian, mulutku menjilat ke arah perut, pinggang dan sasaran terakhir adalah klitorisnya yang merah. Karena tidak tahan, Reni berontak dan ingin merubah posisi.<br />“Ren, duduk di depan mukaku…” pintaku sambil menolongnya berpindah posisi.<br />Dia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya.<br />“Aughhh…” setengah berteriak dan kedua tangannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.<br /><br />Tiba-tiba Reni berteriak, keras sekali, “Aahhh… ahhh,” matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku.<br />“Aku.. keluar,” sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-sentak.<br />Mungkin inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih menciumi dan menjilatinya.<br /><br />“Aduh… Mass.. enak banget. Lemes deh.” katanya. Dia terkulai menindihku.<br />“Enak?”, tanyaku.<br />“Enak banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks kayak tadi.”<br />“Akh, yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain.” kataku mengingatkan pada permainan pertama kami.”<br />“Tapi, uuhh… lebih enak yang ini..”<br />Ternyata Reni masih menikmati sisa-sisa klimaksnya. Tetapi karena belum puas, langsung saja kujilat kembali liang kemaluannya. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil.<br />“Mass… nakal ahhh… kok… akkhh… dimaenin lagi… ouuchh… siiich… uwuuhh ooo… sstt akhs… akhs… akhs… ooohhh aahh… sstth,” sambil tubuhnya agak bergerak tidak karuan, mungkin jilatanku tidak seberapa tetapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku.<br /><br />Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Walaupun tadi sih berani. Tetapi takut si Ana bangun. Kemudian aku memberanikan untuk bicara.<br />“Ren, aku masukin lagi yaaa… Tadi kan belum puass…”<br />Reni tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena malas bermain sambil berdiri, aku mendorong Reni hingga tertindih oleh badanku. Reni mengerang keras karena vagina tertindih oleh adikku yang sudah menegang tinggi. Kemudian mulai lagi kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Reni meremas kedua tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya.<br /><br />“Ssshh… ssshhh!” Reni mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu.<br />Kembali aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya.<br />“Aaahhh… ssshhh,” Reni mengerang lirih.<br />Aku menikmati aroma kewanitaannya yang semerbak bersamaan keluarnya cairan dari liang kemaluannya. Kubenamkan wajahku ke liang kemaluannya sambil menjilati bibir kemaluannya. Klitorisnya yang berwarna merah jambu kukulum sambil kumainkan dengan lidahku. Tubuh Reni menggelinjang bergetar.<br />“Uuuhffsss… aaahhh!” Reni menjerit menahan kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi ranjang.<br />Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan penuh kepuasan.<br /><br />“Masss… masukin sekarang.. aku ngga tahan nih..” Reni lirih memohonku untuk segera memasuki tubuhnya.<br />Aku segera menempatkan tubuhku di atas tubuhnya yang ramping, seksi serta kencang itu. Berdesir darahku melihat Reni terbaring polos telanjang. Ini bukan kesekian kalinya aku mengaguminya. Badan Reni kurus tetapi kencang dan atletis seperti pelari sprinter tetapi untungnya tidak sampai berotot.<br />“Maass… cepat doong… aakkhh.. ngga tahan nih…”<br />“Ok, tenang aja..”<br /><br />Sejenak sempat kudengar Reni mendesis saat meraih kemaluanku.<br />“Uuu… besar dan kuat..” ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri.<br />Begitu ujung kepala batang kejantananku menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam liang kemaluannya.<br />“Uuhhss… yess, Masss… uuuffssh,” Reni mengerang sambil mendongakkan kepalanya.<br />Dengan satu dorongan berikutnya, batang kemaluanku sudah masuk secara penuh ke dalam liang kenikmatan Reni yang hangat dan tebal. Reni mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.<br /><br />Aku mulai gerakan memompa liang kemaluannya.<br />“Yess… ufff Maas…” Reni menjerit halus sambil memejamkan matanya.<br />Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang semakin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Reni yang merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku.<br />Tiba-tiba Reni membuka matanya dan berbisik lirih, “Mas ganti posisi… aku mau nih keluar nih..”<br />Kami segera ganti posisi, badan Reni membalik dalam posisi menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.<br /><br />Aku menuruti permintaan Reni yang jelas dalam posisi ini aku jadi bisa melihat postur Reni lebih lengkap. Biarpun Reni ramping, tetapi dia memiliki pantat yang padat dan berisi sehingga dengan pinggangnya yang ramping makin membuat pantatnya montok. Aku segera mengarahkan batang kemaluanku kembali, kali ini penetrasi dari belakang.<br />“Srrrt…” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Reni makin basah.<br />Reni menggenggam pegangan ranjang degan kedua tangannya. Aku menciumi lehernya dari belakang sambil kadang-kadang menggigit pundaknya. Ternyata Reni sangat aktif dalam posisi ini. Dia semakin aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju mundurku, pinggulnya pun bergoyang mengocok batang kemaluanku.<br /><br />“Reni… pinggul kamu hebat banget,” aku berbisik terengah-engah.<br />Reni menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah.<br />Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku, “Ouuchhh.. sayang… lebih cepat!” suaranya diikuti deru nafas yang memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks.<br />Aku pun meresponnya dengan gerakan yang lebih cepat dan keras. Kutusukkan batang kemaluanku makin dalam ke liang kemaluannya seiring perasaan klimaks yang sudah di ambang.<br />“Aaahhh Uuuh Sssh… teruuus Mas… ahhh…” Reni menjerit sambil bergerak makin liar sampai ranjangnya berderik-derik.<br /><br />Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar Reni.<br />Ana masih tidur ketika Reni tiba-tiba menjerit, “Aaah… uuhhhfffssshhh… Masss…” kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku.<br />Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang memenuhi karet kondom yang kupakai.<br />“Uuu… yess…” Reni mengakhiri gelombang kenikmatan dan mengerang sambil menikmati sisa-sisa orgasmenya.<br />“Ouuhhh.. Masss, kamu hebat sekali… aahh…”<br />Mungkin bisa dibilang ini adalah permainan terbaikku dibandingkan dengan Ana. Kemudian kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar Ana.<br /><br />Jam 5 pagi Reni balik ke kamarnya dan aku pun tidur di kamarku sendiri. Pukul 10:00, aku bangun dan mempersiapkan diri untuk kembali pulang ke kotaku. Aku diantar Om ke terminal bus, aku tidak sempat pamit dengan Ana dan Reni karena mereka belum bangun. Reni kelelahan karena habis bertempur denganku sepanjang malam, sedang Ana masih terpengaruh CTM. Tante sendiri belum bangun juga. Si Reni memang gila seks. Hari itu hari Kamis, jadwalku adalah harus berobat ke dokter spesialisku. Tetapi sial, di jalan perutku terasa sakit, sepertinya diare. Aku terpaksa turun di jalan dan mencari restoran terdekat untuk buang hajat. Sampai di rumahku pukul 8 malam dan itu berarti aku tidak jadi ke dokter. Tetapi aku tetap tersenyum simpul, kalau mengingat baru saja aku mendapatkan dua perawan ting-ting.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-28689033118366835632010-07-22T03:05:00.000-07:002010-07-22T03:08:13.867-07:00Diperkosa Lima MahasiswaDiperkosa Lima Mahasiswa<br /><br />Meskipun usia pernikahanku dengan Mas Eka telah menginjak enam tahun, kami belum juga dikaruniai anak. Padahal hubungan seksku dengan suamiku berjalan seperti yang dilakukan banyak orang.<br /><br />Sebut saja namaku Agnes (29 tahun). Aku selisih lima tahun dengan Mas Eka. Jujur kuakui, suamiku itu memang orangnya ganteng dengan badan yang atletis. Dalam segi materi pun, dia mencukupiku bahkan berlebih-lebihan.<br /><br />Mobil Jaguar saja ia belikan untukku. Setiap hari aku selalu disibukkan oleh acara-acara yang kubuat sendiri. Mulai creambath di salon, spa, maupun mandi sauna. Di hampir semua restoran mewah, aku selalu disambut dengan hangat karena aku memang sering makan di sana dan biasa memberikan tips berlebih.<br /><br />Di usia pernikahanku ini yang sekarang ini, suamiku masih tetap menyayangi dan terus memanjakanku. Demikian juga denganku. Apapun yang dia minta selalu kuberikan, meskipun pernah suatu saat aku sudah tertidur kecapekan, Mas Eka dengan manja memintaku untuk bercinta. Aku tak segan-segan untuk melayaninya.<br /><br />Seperti biasa, saat aku melayani kebutuhan biologis suamiku, dia selalu mencumbuiku dengan penuh nafsu dan digoyangnya tubuhku dengan penuh gairah sampai tersentak-sentak. Satu saja kelemahannya, seperti biasa Mas Eka hanya bisa menggoyangku tak sampai sepuluh menit. Dalam waktu selama itu, aku bahkan seringkali masih belum orgasme.<br /><br />Karena rasa sayangku padanya, aku pun hampir selalu berpura-pura sampai ke puncak bersamanya. Sayang, sebagai wanita biasa lama-kelamaan aku juga menginginkan kepuasan dan klimaks dalam permainan cinta yang intim.<br /><br />Bahkan kurasakan gairah seksku makin lama bergejolak tak terbendung. Sebagai pelampiasan, aku mencoba memuaskan gairah seksku degan berbagai vibrator yang kubeli di sex shop. Dengan vibrator dan ditemani keping-keping VCD porno, aku berusaha memuaskan nafsu seksku.<br /><br />Hanya saja, itu semua kulakukan tanpa sepengetahuan suamiku. Aku khawatir bila ia tahu. Tentunya ia akan sangat terpukul bahkan mungkin akan jadi minder.<br /><br />Namun, di lain pihak, semua usaha yang kulakukan untuk memuaskan sendiri nafsu seksku ternyata membuatku merasa semakin gila. Gairah seksku yang menggebu-gebu justru semakin tidak terpuaskan. Bahkan ketika aku sudah menambah kesibukanku, tetap saja gairah-gairah itu muncul mengganggu.<br /><br />Di antara kegundahanku itu muncul seorang teman lamaku yang menawarkan usaha membangun rumah di daerah sekitar kampus di Cawang untuk dijadikan tempat kost mahasiswa. Karena kupikir aku mempunyai deposito cukup banyak, maka kuputuskan mengkonsultasikan hal itu kepada Mas Eka.<br /><br />Karena cintanya padaku, Mas Eka pun mendukung rencanaku itu. Sebenarnya dulu aku pernah kuliah arsitektur meskipun tidak lulus karena keburu menikah dengan Mas Eka. Karena itu, aku beranikan diri memimpin sendiri projek pembangunan rumah kost itu walaupun tentunya tetap dibantu oleh perusahaan kontraktor rekan Mas Eka. Yang jelas, semua desain rumah itu, aku sendiri yang buat sesuai dengan seleraku.<br /><br />Setelah rumah itu berdiri, beberapa mahasiswa mulai ngekost di tempat itu. Di dalam rumah itu aku sengaja membuat suatu ruang kamar yang cukup besar dan tidak disewakan. Pikirku, mungkin suatu saat bisa kugunakan sebagai tempat bersantai bersama suamiku.<br /><br />Ruangan itu kulengkapi dengan berbagai perlengkapan rumah tangga seperti furniture, televisi, lemari es, dan AC. Selain itu, di dalamnya juga tersedia kamar mandi sendiri beserta dapur. Ruangan itu juga kadang kugunakan pada awal bulan untuk istirahat sekaligus menarik uang kost. Ruangan itu sendiri letaknya dikelilingi oleh kamar-kamar kost yang jumlah seluruhnya 20 kamar. Ini memang baru tahap awal. Nanti aku berencana untuk menambah lagi jumlahnya.<br /><br />Di rumah kostku yang besar itu, sekarang baru dihuni oleh tiga belas orang mahasiswa berusia 19-22 tahun yang kebanyakan berasal dari seberang. Kebanyakan dari mereka sebenarnya masih saling mengenal ataupun saudara jauh. Biasalah, setelah satu orang merasa cocok, ia lalu mempromosikannya kepada yang lain. Merekalah penghuni awal rumah kostku yang baru kubuka. Sebagian dari mereka membawa komputer, bahkan televisi dan VCD player.<br /><br />Saat itu sebenarnya bukan awal bulan. Tidak biasanya memang aku datang ke rumah kost di saat seperti itu. Hal itu kusengaja. Aku hanya ingin mengecek keadaan. Sekalian melepas kepenatan sehabis belanja di mal.<br /><br />Tanpa sengaja, aku melihat dua, tiga, .... lima orang mahasiswa penghuni kostku sedang asyik menonton VCD porno di salah satu kamar yang terbuka pintunya. Aku mengenali mereka semua dengan baik: Edo, Parlin, Franki, Jo, dan Ben. Karena pesawat televisinya menghadap ke pintu, aku juga bisa melihat jenis VCD yang sedang mereka tonton. Gangbang... bukan main... anak-anak muda jaman sekarang memang sudah lebih maju.... Dengan geli, kulihat sebagian dari mereka sambil menonton televisi, juga menggosok-gosok bagian selangkangannya yang menyembul.<br /><br />Aku tertawa kecil melihat tingkah mereka dan timbul keisenganku untuk mengganggu mereka. Saat itu mereka belum sadar dengan kedatanganku, maka kutimbulkan sedikit kegaduhan dengan menutup keranjang sampah yang terbuat dari seng dengan cukup keras. Ya, sekarang mereka tahu kalau aku datang....<br /><br />Lalu aku membuka blazerku sehingga sekarang aku mengenakan tank-top warna pink yang menempel ketat di tubuhku dan tertarik sebagian ke atas sehingga memamerkan pusar dan perutku yang rata. Aku yakin, dari jarak sekitar lima meter, mereka pun bisa melihat kedua putingku yang menonjol dari balik tank-top ketatku karena aku memang tidak mengenakan bra. Kebetulan, saat itu aku pun mengenakan rok super mini tanpa stocking, yang dipadu dengan sepatu berhak tinggi merk Gucci. Aku merasa horny sekali... apalagi waktu tahu mereka terganggu keasyikannya menonton dan mencuri-curi pandang kepadaku...<br /><br />Kugembok pintu gerbang besar untuk masuk ke rumah kostku. Sengaja juga kulakukan itu dengan suara yang cukup keras... untuk memastikan bahwa kelima penghuni kostku mendengarnya. Lalu sambil melenggang seksi, aku berjalan menuju ruangan pribadiku. Kebetulan ruangan itu letak pintunya berhadapan langsung dengan pintu kamar tempat kelima mahasiswa itu sedang nonton vcd bokep.<br /><br />Aku membuka kunci pintu kamarku. Dalam hati aku merasa geli bercampur dengan horny. Dari pantulan jendela kamarku, aku bisa melihat kalau kelima anak muda itu sekarang tidak sedang menonton VCD lagi, melainkan sedang memperhatikan diriku. Senang sekali rasanya bisa menggoda anak-anak muda itu..... Aku pun masuk, dan sengaja pintu tidak kututup dengan rapat. Masih ada sedikit celah yang terbuka....<br /><br />Di dalam, aku membuka gorden jendela kamarku yang lebar. Ketika terbuka, aku bisa melihat kelima mahasiswa itu jadi buru-buru berpura-pura tak mengamatiku. Aku jadi semakin geli sendiri.... Dengan santai, kunyalakan AC dan kurebahkan tubuhku sejenak di sofa depan jendela sambil menyalakan televisi.<br /><br />Sesaat kemudian, sambil menyiapkan minuman dingin, aku beranjak ke kamar mandi dan mempersiapkan bathtub dengan air hangat.<br /><br />Nah, sekarang tibalah saatnya.... aku merasa deg-degan juga. Aku bangkit, dan sambil pura-pura berjalan ke sana kemari membereskan barang-barang, aku yakinkan kalau kelima mahasiswa itu masih mencuri-curi pandang mengintipku... Setelah yakin, aku pelan-pelan mulai mencopoti pakaianku... Tank-topku... Rok miniku... dan terakhir, CD-ku yang berenda merk Victoria's Secret...<br /><br />Dalam hati aku tertawa sekaligus horny, karena tahu sekarang kelima anak muda itu pasti sedang melotot dan menahan air liurnya.... Aku sendiri merasakan selangkanganku melembab.... Lalu aku melenggang ke dalam kamar mandi. Pintu kamar mandi tetap kubiarkan terbuka lebar....<br /><br />Kuceburkan tubuhku ke dalam bathtub. Sesekali kubasuh tubuh mulai dari wajah, leher, sampai ke kaki. Kunikmati sesaat kehangatan air sambil kutenangkan pikiranku... Beberapa saat pikiranku melayang... bagaimana seandainya saat ini aku bisa menyalurkan gairahku... dan mencapai puncak kenikmatan....<br /><br />Setelah selesai, aku lalu menggunakan shower untuk membersihkan tubuhku... Posisiku saat itu menghadap ke arah pancuran dan membelakangi pintu...<br /><br />Secara tak sengaja, aku dikejutkan oleh sesosok tangan yang memelukku dari belakang. Ia berusaha menciumiku sambil tangannya menggerayangi dan meremasi kedua payudaraku.<br /><br />Dengan rasa terkejut, kurasakan remasan-remasan tangan itu begitu penuh nafsu. Orang itu terus mencumbuiku dengan ganas. Dengan sekuat tenaga, aku membalikkan tubuhku...<br /><br />"Ya ampun, Edo....!!" jeritku. "Bagaimana kau bisa masuk ke sini?!"<br /><br />Edo tak menjawabku. Sebaliknya ia kini berusaha mendekap tubuhku dari depan. Ternyata ia pun sudah dalam keadaan bugil. Senjatanya yang keras kurasakan menggesek-gesek bagian-bagian tubuhku...<br /><br />"Edo, jangan....!!" Aku berusaha melepaskan diri dari dekapan dan cumbuannya. Apa daya, tenagaku kalah jauh dengannya. Tubuh kekarnya dengan keras dan mantap mencengkeramku sampai aku ngos-ngosan... Sementara itu mulutnya terus bekerja mencumbui seluruh bagian tubuhku yang terjangkaunya....<br /><br />Meskipun aku sudah berteriak namun Edo tetap saja melakukan aksinya. Aku pun tahu tak ada orang luar yang akan bisa mendengarku... karena pintu gerbang depan yang kokoh sudah kugembok sendiri.... Akhirnya aku gagal mempertahankan kehormatanku... Sambil berdiri, ia melakukan penetrasi ke dalam tubuhku dan menggoyangku habis-habisan.... Aku sempat terhenyak karena tak siap saat menerima penetrasinya. Penisnya ternyata sangat keras dan tubuhku dihunjaminya tanpa ampun.....<br /><br />Bahkan setelah itu Edo membalikkan tubuhku dan terus menggoyangku selama beberapa saat sampai akhirnya ia ambruk setelah mencapai klimaksnya.<br /><br />Lalu Edo pun ngeloyor pergi. Dengan tubuh masih basah oleh air sabun dan keringat serta air mani Edo, segera kuraih handuk untuk mengeringkan tubuhku. Dengan pikiran yang masih kalut, kukenakan kimono dan keluar dari kamar mandi...<br /><br />Namun, begitu keluar kamar mandi, aku sangat terkejut ketika Franki tiba-tiba muncul dan menubrukku. Aku baru sadar kalau teman-teman Edo sudah menunggu di luar.... Didorongnya tubuhku dan disandarkannya ke dinding.<br /><br />"Franki.... jangan...." Aku hanya sempat mengeluh pendek karena Franki tak peduli dan tak mau pula menyia-nyiakan kesempatan...<br /><br />Dalam keadaan berdiri, kimonoku disingkapnya lalu kembali aku disetubuhi dalam keadaan berdiri oleh Franki dengan ganas dan penuh nafsu.... Aku yang sudah kecapekan tak bisa berbuat banyak....<br /><br />Tubuhku sampai terangkat-angkat dan salah satu kakiku diangkat Franki ke atas. Selama disetubuhi Franki, sekilas aku melihat sekeliling. Parlin, Jo dan Ben tampak sedang menonton aksi kami dengan pandangan nanar.... Sementara Edo entah ke mana... Gorden dan pintu kamarku telah tertutup rapat.<br /><br />Akhirnya, Franki sampai pada puncaknya. Sementara air maninya masih meleleh keluar dari penisnya yang memenuhi vaginaku... kedua tangannya mencengkeram kedua pergelangan tanganku ke tembok... Sementara itu mulutnya dengan ganas menciumi bibirku sampai aku kehabisan napas....<br /><br />Ketika ia melepasku, aku pun ambruk ke lantai karena kecapekan.... Jo lalu menghampiriku dan memberiku segelas minuman dingin... Aku tidak tahu apa yang dimasukkan Jo ke dalam minuman itu. Yang jelas rasanya agak aneh... dan tak lama kemudian menimbulkan efek yang aneh juga pada tubuhku....<br /><br />Jo menolongku berdiri lalu melepaskan kimonoku yang acak-acakan. Kemudian ia membopong tubuhku ke tempat tidur. Di sana kembali aku menjadi bulan-bulanan mereka. Jo menciumi dan mencumbuku penuh nafsu. Tanpa kusadari, tubuhku mulai merespon permainan mereka... Ketika Jo mulai tidak sabar menggoyangku, aku pun mulai menggeliat mengimbangi goyangan Jo yang dahsyat itu. Aku juga mulai merintih-rintih nikmat.<br /><br />"Jooo.... aaah.... oooohhh.... Jooo..."<br /><br />Melihat reaksiku yang berbeda terhadap rekan-rekannya yang terdahulu, tentu saja membuat Jo semakin semangat. Kelihatan sekali ia ingin memberikan yang terbaik untukku... Aku pun sama sekali tak memberikan perlawanan terhadap Jo. Aku bahkan memperlakukan Jo sama seperti ketika aku sedang bercinta dengan suamiku...<br /><br />Melihat itu, Ben jadi tak tahan dan mulai menyerbu juga... Ia memaksaku untuk mengulum penisnya... Mulanya aku ragu-ragu... Aku belum pernah melakukan hal seperti itu.... Tapi sepertinya aku mulai mendapatkan kekuatan entah dari mana... Tanpa pikir panjang, kukulum penis Ben yang sudah sangat mengeras....<br /><br />Lama-lama aku merasakan kenikmatan. Gairah-gairahku yang selama ini terpendam, akhirnya seperti lunas terbayar. Bahkan ketika Jo sudah mencapai klimaks dan gantian Ben yang menggoyangku, aku sudah tidak menolak lagi....<br /><br />Sekarang Ben yang menindih dan berpacu denganku seperti sepasang kekasih sehingga kami berdua mencapai puncak bersama....<br /><br />Terakhir, masih ada Parlin yang harus kulayani.... Ia pun rupanya sudah tak sabar menunggu gilirannya yang terakhir.... Bagaikan banteng ketaton, ia menindih dan menggoyangku... Kali ini aku mencapai orgasme beberapa kali.... Rupanya Parlin yang paling berpengalaman di antara keempat rekannya... Ia pandai mengatur tempo... dan ia pun tampak senang melihatku beberapa kali mencapai orgasme lebih dulu.... Setelah lima belas menit lebih, ia pun menyiramkan spermanya ke tubuhku... Pada saat yang bersamaan, aku pun mencapai orgasme untuk yang ketiga kalinya bersamanya...<br /><br />Sambil penisnya tetap tertanam di tubuhku, kami berpelukan erat seolah tak mau saling melepas. Bibir kami pun saling memagut dan berciuman seperti sepasang kekasih yang sudah lama tak saling berjumpa....<br /><br />Akhirnya.... kami berenam pun saling bergeletakan di berbagai tempat di kamarku selama beberapa saat. Ada perasaan takut dan dosa yang kami rasakan... bercampur dengan rasa nikmat yang tiada tara....<br /><br />Setelah kejadian itu, jika aku datang ke sana, mereka seringkali berusaha secara tiba-tiba mengeroyokku dan menyetubuhiku bersama-sama. Kadang aku bisa menghindar, kadang aku pun membiarkan mereka melakukannya, terutama jika suasana di tempat kost sedang sepi....<br /><br />Aku tidak tahu apa aku harus menyesal atau bahkan merasa bahagia karena sekarang aku bisa merasakan kepuasan seks yang luar biasa.... walaupun itu dengan cara dikeroyok oleh lima pemuda di tempat kostku.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-9784079796989858732010-07-22T03:03:00.000-07:002010-07-22T03:08:13.873-07:00Kamu GilaKamu Gila<br /><br />Nasib itu ada di tangan Tuhan. Seringkali aku memikirkan kalimat ini. Rasanya ada benarnya juga. Tapi apakah ini nasib yg digariskan Tuhan aku tidak tau mungkin lebih tepat ini adalah godaan dari setan. Seperti pagi ini ketika di dalam bus menuju ke kantor aku duduk di sebelah cewe cantik dengan tinggi 150 cm, umur sekitar 27 tahun, bertubuh sekal dan berkulit putih. Mula-mula aku tidak perduli karena hobiku untuk tidur di bis sangat kuat namun hobi itu lenyap seketika ketika cewe di sebelahku menarik tas dipangkuannya untuk mengambil hp-nya yg berdering. Sepasang paha putih mulus menyembul dari rok biru tua yang dipakainya. Pemandangan itu cukup menarik sehingga menggugah seleraku menjadi bangkit. Aku lantas mencari akal bagaimana memancing percakapan dan mencari informasi.<br /><br />Sepertinya sudah alamnya ketika kita kepepet seringkali ada ide yg keluar. Saat itu setelah dia selesai menelefon tiba-tiba mulutku sudah meluncur ucapan :<br />"Wachhh... hobinya sama juga yach !" Sejenak dia memandangku bingung, mungkin berpikir orang ini sok akrab banget sich.<br />"Hobi apaan ?" tanyanya.<br />"Itu nitip absen", sahutku dan dia tertawa kecil.<br />"Tau aja kamu. Dasar tukang nguping", sahutnya.<br />Akhirnya obrolan bergulir. Selama percakapan aku tidak menanyakan nama, pekerjaan maupun teleponnya, tapi lebih banyak cerita lucu. Sampai akhirnya dia ngomong "kamu lucu juga yach.., nggak kaya cowo yang laen."<br />"Maksud kamu ?" tanyaku lagi.<br />"Biasanya mereka baru ngobrol sebentar udah nanya nama terus minta nomor telepon." Obrolan terus berlanjut sampe dia turun di Thamrin dan aku terus ke kota.<br /><br />Dua hari kemudian aku bertemu dia lagi. Dia menghampiriku dan duduk disebelahku. Dia bercerita bahwa teman-temannya penasaran karena dia hari itu punya banyak cerita konyol. Pagi itu kami menjadi lebih akrab. Sambil bercanda tiba-tiba dia berkata :<br />"Kamu pasti suka maen cewe yach, soalnya kamu jago ngobrol banget. Pasti banyak cewe di bis ini yang kamu pacarin."<br />Sumpah mati aku kaget sekali denger omongan dia. Kayanya maksud aku buat kencan ama dia udah ketauan. Akhirnya karena udah nanggung aku ceritain aja ke dia kalo aku sudah beristri dan punya anak. Ech rupanya dia biasa aja, justru aku yang jadi kaget karena ternyata dia sudah bersuami dengan satu anak. Wuichhh, nggak nyangka banget kalo doi udah punya anak.<br /><br />Selanjutnya sudah bisa ditebak. Obrolan sudah lebih ringan arahnya. Akupun mulai memancing obrolan ke arah yang menjurus sex. Keakraban dan keterbukaan ke arah sex sudah di depan mata. Sampai suatu sore setelah dua bulan perkenalan, kami janjian pulang bareng. Posisi duduk kami sudah akrab dan menempel. Bahkan dia tidak sungkan lagi mencubit aku setiap dia menahan tawa atau tidak tahan aku goda. Beberapa kali ketika dia mencubit aku tahan tangannya dan dia tampaknya tidak keberatan ketika akhirnya tangan kirinya aku tumpangkan di pahaku dan aku elus-elus lengannya yang berbulu cukup lebat sambil terus ngobrol.<br />Akhirnya dia sadar dan berbisik, "Wachh, kok betah banget ngelus tanganku, entar bersih lho."<br />"Habis gemes aku liat bulunya, apalagi kumis tipis kamu," sahutku sambil nyengir.<br />"Dasar gila kamu," katanya sambil menyubit pahaku.<br />Serrrrrr..., pahaku berdesir dan si junior langsung bergerak memanjang. Aku lihat bangku sekelilingku sudah kosong sementara suasana gelap malam membuat suasana di dalam bis agak remang-remang. Aku angkat tangan kirinya dan aku kecup lembut punggung jarinya. Dia hanya tersenyum dan mempererat genggaman tangannya. Akhhhhh... sudah ada lampu hijau pikirku. Akhirnya aku teruskan ciuman pada punggung jarinya menjadi gigitan kecil dan hisapan lembut dan kuat pada ujung jarinya. Tampaknya dia menikmati sensasi hisapan di jarinya. Wajahnya tampak sendu dan akhirnya dia menyender ke samping pundakku. Akhirnya ketika bis memasuki jalan tol, aktivitas kami meningkat. Tangan kananku sudah mengusap payudaranya yang putih berukuran 36 B. Terasa padat dan kenyal. Putingnya semakin lama semakin mengeras dan terasa bertambah panjang beberapa mili. Sementara itu tangannya juga tidak tinggal diam mulai mengelus-ngelus penisku dari luar. Setelah beberapa menit tiba–tiba sikapnya berubah menjadi liar dan agresif. Dia tarik ritsletingku dan terus merogoh dan meremas penisku yang sudah tegang. Tanganku yang di dada ditarik dan diarah kan ke selangkangannya. Aku tidak dapat berbuat banyak karena posisinya tidak menguntungkan sehingga hanya bisa mengelus pahanya saja.<br /><br />Turun dari bis aku bilang mau anter dia sampai dekat rumahnya. Aku tau kita bakal melewati pinggir jalan tol. Daerah itu sepi dan aku sudah merencanakan untuk menyalurkan hasratku di daerah itu. Tampaknya dia memiliki pikiran yang sama. Ketika berjalan, tanganku merangkul sambil mengelus payudaranya dari luar dan ketika kita melewati jalan yang sepi tersebut aku langsung mencium dan menghisap bibirnya. Dengan cepat dia menyambut bibirku, menghisap dan menyedotnya. Tangannya langsung beraksi menurunkan ritsleting celanaku dan aku sendiri langsung mengangkat roknya. Rrrretttttt... aku tarik kasar cdnya..., jariku langsung menyelusup masuk ke vaginanya terasa hangat dan licin. Rupanya dia sangat terangsang sejak di bis tadi.<br /><br />Di tengah deru nafasnya dia berdesah : "Ayo mas... masukin aja... aku kepengen banget nech. Hhhhhh..."<br />"Sebentar sayang", sahutku, "Kita cari tempat yang aman."<br />Aku tarik dia melewati pagar pengaman tol dan ditengah rimbun pohon aku senderkan dia dan mengangkat kaki kanannya. Dengan bernafsu aku buka celanaku dan megarahkan penisku ke vaginanya tapi cukup sulit juga. Akhirnya dia menuntun penisku memasuki vaginanya. Luar biasa, itulah sensasi yang aku rasakan ketika ujung penisku mulai menyeruak memasuki vaginanya yang sudah dibasahi cairan nafsu. Ditengah deru mobil yang melintasi jalan tol aku memompa pantatku dengan gerakan pelan dan menghentak pada saat mencapai pangkal penisku. Dia menyambut dengan menggigit pundakku setiap aku menghentak penisku masuk kedalam vaginanya.<br /><br />"Ooochhhh... auchhhh... Masssss... oochhh...", desahnya. Birahi dan ketegangan bercampur aduk dalam hatiku ketika terdengar suara orang melintasi jalan dibalik pagar. Namun lokasi kami cukup aman karena gelapnya malam dan terlindung pohon yang cukup lebat. Bahkan mungkin orang yang berjalan itu tidak akan berpikir ada sepasang manusia yang cukup gila untuk ber cinta di pinggir jalan tol tersebut.<br /><br />"Gantian mas... aku cape", katanya. Aku lantas duduk menyandar dan dia berjongkok mengarahkan vaginanya. Ketika penisku kembali menyeruak diantara daging lembut vaginanya yang sudah licin, sensasi itu kembali menerpa diriku. Sambil memegang bahuku, dia mulai menekan pantatnya dan menggerakan pinggulnya dengan cara menggesek perlahan, maju mundur sambil sesekali memutar. Kenikmatan itu kembali mendera dan semakin tinggi intensitasnya ketika aku membantu dengan menekan keatas pinggulku sambil menarik pantatnya. Desahan suaranya makin keras setiap kali kemaluan kami bergesekan, "uchhhhh... ssshhh... uchhhhh...". Mataku sendiri terpejam menikmati rasa yang tercipta dari pergesekan bulu kemaluan kami sambil terus menggerakkan pinggul mengimbangi gerakannya.<br />"Terus sayang... ayo terus", desahku.<br /><br />Keringat sudah membasahi punggungnya dan gerakan kami sudah mulai melambat namun tekanan semakin ditingkatkan untuk mengimbangi rasa nikmat yang menjalar disekujur tubuh kami dan terus bergerak ke arah pinggul kami, berkumpul dan berpusar di ujung kemaluan kami. Berdenyar dan ujung penisku mulai siap meledak, sementara dia mulai mengerang sambil menjepitkan vaginanya lebih keras lagi.<br /><br />"Hegghhhhhh... hhhegghhhh... heghhh... terus mas... sodok... sodok terussss... mas... yachhh... disitu... terus... terussss... ooocchhhhhhh", dengan desahan panjang sambil mendengakkan kepalanya, dia menekan dan menjepit keras penisku sementara vaginanya terus berdenyut-denyut.<br />Aku hanya bisa terdiam sambil memeluk tubuhnya menunggu dia selesai orgasme. Ketika jepitannya mulai mengendur aku langsung bereaksi meneruskan rasa yang tertunda itu, tanpa basa basi rasa nikmat itu mulai menerjang kembali, berkumpul dan meledak menyemburkan cairan kenikmatanku ke dalam vaginanya. Aku sodokan penisku sambil menekan pinggulnya sementara kakiku mengejang menikmati aliran rasa yang menerjang keluar dari tubuhku itu.<br /><br />Setelah beristirahat beberapa menit kami saling memandang... akhirnya tersenyum dan tertawa.<br />"Kamu memang bener-bener gila, tapi jujur aku sangat menyukai bercinta dengan cara seperti ini. Aku belum pernah senikmat ini bercinta." akunya.<br />"He.. h.. he.. sama donk", kataku sambil mengecup bibirnya yang tipis berkumis itu sementara kemaluanku mulai mengendur di dalam vaginanya.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-73244752015641503912010-07-22T03:00:00.000-07:002010-07-22T03:01:29.182-07:00Wawancara TragisWawancara Tragis<br /><br />Kita semua mengetahui di daerah Papua sekarang sedang terjadi suatu kegitan yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itulah maka sebuah stasiun televisi swasta mengirim seorang presenternya untuk meliput dari dekat kegiatan dari organisasi Papua Merdeka yang dipimpin oleh seorang Papua yang bernama Weweko. Untuk itu sebagai reporter ditunjuk Ariana Herawati yang dikenal bagus dalam wawancara ditambah telah berpengalaman. Karena ditugaskan oleh Dewan Redakturnya maka Ariana yang saat itu sedang menikmati bulan madunya yang baru 1 bulan tidak dapat mengelak, sedang suaminya memang agak keberatan karena Arie harus bertugas di pedalaman Papua selama 1 minggu. Ia khawatir akan keselamatan istrinya yang baru 1 bulan dinikahinya, namun karena tidak ingin menghambat karir istrinya dengan terpaksa Dono mengijinkannya.<br />Setibanya di bandara Timika Papua, Ari dijemput oleh rekan krunya. Dari bandara mereka langsung menuju hotel dan mempersiapkan peralatan yang akan mereka bawa. Dari hotel, keesokan harinya rekan Ariana dijemput dengan sebuah mobil dan langsung berangkat ke tempat yang telah mereka rencanakan. Rombongan tersebut terdiri dari 1 orang kru kantor, dan satu orang lagi penunjuk jalan ditambah dengan Ariana sendiri.<br />Setibanya di tempat tujuan, kru tersebut harus menyeberangi sungai yang amat deras dan dalam mempergunakan sebuah perahu. Ketika sampai di seberang sungai mereka harus berjalan kaki lagi selama 5 jam dari tempat itu, perjalanan itu melewati hutan pedalaman yang amat besar. Di tempat yang telah disepakati dengan OPM tersebut mereka menunggu dengan sangat khawatir sebab mereka telah terlebih dahulu tiba. Kurang lebih 1 jam menunggu, para OPM tersebut datang dengan pasukannya lengkap. Di dalam gubuk yang telah disediakan, Ariana diperkenalkan dengan Weweko yang memimpin pasukan pemberontak tersebut, namun mereka terlebih dahulu digeledah peralatannya tidak terkecuali pakaian Ariana mereka geledah. Ini adalah tahap pertama Ariana mengalami pelecehan sexual dengan nakal. Para tentara OPM menggerayangi pakaian dan anggota tubuhnya dengan kasar. Hal ini membuat Ariana agak sedikit takut dan menyalahkan dirinya sendiri yang ia akui hanya ia sendiri yang wanita dalam rombonggan itu. Ariana agak bergidik ketakutan jika melihat sorot mata Weweko, sebab saat bersalaman tadi mata Weweko tidak jauh dari memandang daerah sensitif tubuhnya, ditambah para pengawal yang sangat sadis kelihatannya.<br />setelah wawancara dilalukan selama 1 jam, teman-teman Ariana disuruh pulang ke tempat semula dengan mata ditutup tidak terkecuali Ariana. Sambil senjata ditodongkan ke arahnya para teman Ariana bergerak keluar daerah pertemuan. Ariana dibawa ke dalam hutan tanpa sepengetahuannya karena matanya ditutup. Di dalam hutan belantara itu Weweko menggiring Ariana sampai di tendanya yang dikawal ratusan pasukan OPM. Sebagai pimpinan ia amat berkuasa dan ditakuti anak buahnya. Setibanya di tenda, Weweko memerintahkan anak buahnya untuk membuka penutup mata Ariana. Dengan kaget bercampur takut Ariana bertanya mengenai teman-temannya namun dengan santai Weweko mengatakan bahwa Ariana akan mereka tawan sebagai sandera, Ariana sadar bahwa ia telah masuk ke dalam jebakan Weweko dengan terpisahnya ia dari temannya.<br />"Mau diapakan saya!" tanya Ariana galak. Ariana berteriak keras.Dengan senyum menakutkan, Weweko berkata, "Sebaiknya nona diam dan menuruti kemauan saya... sekarang kamu adalah milik saya dan saya berkuasa atas diri nona. Tidak seorangpun mampu membebaskan nona dari hutan papua ini.""Sudah lama saya tidak mencicipi tubuh wanita apalagi secantik nona... Apakah nona mau jadi istri saya?" kata Weweko kemudian.Ariana bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan kebuasan pria Papua ini dalam bercinta. Jika ia diperkosa sudah pasti ia tidak dapat melepaskan diri. Ia hanya diam dan memandang sosok Weweko yang tinggi, hitam, bau dan menjijikan nalurinya. Ia terbayang bagaimana buasnya Weweko menggagahinya jika itu terjadi. Ia masih ingat pesan suaminya, namun nasi telah menjadi bubur, ia telah jatuh ke tangan OPM. Ariana hanya diam duduk dalam keremangan malam yang dingin di dalam tenda yang hanya beralaskan bulu hariamau. Sementara di luar tenda ia melihat para pengawal Weweko dan Weweko sedang berpesta pora dengan menikmati daging babi panggang dan meminum arak. Mereka bernyanyi sepuasnya. Berbeda dengan Ariana, di dalam tenda ia hanya diam dan merasakan dinginnya malam di hutan Papua yang terkenal ganas dan dingin itu. Sesaat kemudian datanglah Weweko membawa makanan untuk Ariana juga minuman untuk menghangatkan badan, namun Ariana hanya memakan sedikit daging ikan. Ia tidak menyukai daging babi, ia tidak terbiasa makan babi, namun atas paksaan Weweko ia akhirnya memakannya juga. Ia juga meminum arak sedikit supaya badannya hangat. Sedang ia dari tadi merasakan dinginnya hutan Papua sampai ketulangnya dan membuat Ariana menggigil.<br />Dengan mata berbinar, Weweko mendekati Ariana dan berusaha memegang dagunya, namun dikibaskan oleh Ariana. Saat itu, Weweko hanya memakai Koteka dan muka dicat seperti pakaian tradisional Papua, sedang di bagian vitalnya yang panjang hanya ditutupi penutup seadanya, seakan ia akan mengadakan hubungan sexual."Jangan marah manis?" Weweko berujar."Alangkah asyiknya jika malam yang dingin ini kita berbagi kehangatan dan saling memberi kemesraan." katanya."Cis!" Ariana meludah."Tidak sudi aku bermesraan dengan kamu, biadap!" katanya.Dengan senyum simpul sambil menjilat ludah yang dibuang Ariana tadi, Weweko berusaha memeluk dan menaklukan Ariana. Bau tubuh Weweko membuat Ariana ingin muntah, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan.<br />Di dalam tenda itu hanya ada ia dan Weweko. Dengan paksa Weweko membuka baju kemeja Ariana dengan robekan di dadanya sehingga tersembul dada montok yang putih tertutup BH. Ini membuat Weweko semakin berusaha untuk menaklukan Ariana. Dengan tangannya Ariana memalangkan tangannya pada dada yang terbuka itu. Payudara yang montok itu tidak bisa ditutupi seluruhnya. Sambil memegang tangan dan memeluknya, Ariana akhirnya menyerah dalam pelukan Weweko. Tidak ada yang terucap dari bibirnya, ia hanya diam, pasrah menanti apa yang akan terjadi. Dengan sekali sentak Ariana ditelentangkan di atas bulu alas tenda itu. Kesempatan ini tidak disia-siakan Weweko ia terus menjelajahi dada dan bibir Ariana dengan buas. Inchi demi inchi tidak luput dari perhatian Weweko ia terus memburu setiap sudut di tubuh Ariana. Saat itu BH Ariana telah tanggal dari tempatnya. Dengan tangannya, Weweko berusaha memilin dan menggigit ujung dari susu Ariana, membuat Ariana hanya menutup matanya, ia tidak sanggup melihat apa yang dikerjakan Weweko atas tubuhnya. Secara naluri seks, birahinya mulai bangkit ditambah udara malam yang begitu dingin.<br />Sejurus kemudian, celana jeans Ariana dibuka Weweko dan terpampanglah batang paha mulus yang di tengahnya ditutupi segitiga pengaman berwarna merah. Langsung saja tangan Weweko menggusur CD Ariana itu dan dengan jari-jarinya yang besar dan kasar, ia masukkan ke dalam lubang kewanitaan Ariana. Sementara itu mulut Weweko tidak beranjak dari dada Ariana. Dengan naluri binatangnya Weweko melebarkan kaki Ariana dan terkuaklah belahan kewanitaan Ariana yang ditumbuhi bulu dengan daging kecil di belahan itu. Goa itu mulai basah oleh tingkah laku jari tangan Weweko, dan tidak lama kemudian dengan lidahnya Weweko mejilat daging kecil itu selama 15 menit. Secara tiba-tiba mulut Weweko disemprot oleh air mani Ariana dan tertelan oleh Weweko. Inilah saat bagi pria Papua yang ditunggu-tunggu. Apabila sampai menelan air mani wanita maka ia akan menambah keperkasaannya. Dengan merubah posisi, Weweko membuka penutup batang kemaluannya yang terbuat dari tumbuhan itu maka terlihatlah kelaminnya yang panjang dan besar tersebut. Ia bersiap-siap untuk memasukkan batang kemaluannya ke dalam mulut Ariana, namun Ariana yang sudah orgasme harus ia ransang dulu dengan memilin payudara dan mengorek-ngorek isi lubang kemaluannya dulu.Tidak lama kemudian, Ariana telah teransang, barulah Weweko memasukan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluan sempit itu."Nona harus mencoba punya saya, jangan coba curang, ya?" kata Weweko dengan kasar.Ariana yang sudah tidak mengerti dengan keadaan dirinya hanya menurut dan seluruh batang kemaluan Weweko telah masuk kedalam mulutnya dan mencoca menjilatnya dengan gerakan maju mundur. Tidak kurang dari 14 menit, barulah Weweko menyemprotkan maninya ke mulut Ariana. Ariana diharuskan menelannya karena sesuai kepercayaan Papua, apabila seorang wanita telah menelan mani prianya, maka wanita itu akan sulit melepaskan diri dari pria Papua yang menyenggamainya. Beberapa saat setelah Weweko berusaha kembali merubah arah dan posisi mereka, yang saat itu telah berhadap-hadapan dengan tubuh penuh keringat, kedua insan dua ras tersebut berusaha menyudahi perjalanan kenikmatan ragawinya pada tahap akhir.<br />Dengan terlebih dahulu Weweko memegang kendali, Weweko memancing birahi Ariana. Ariana teransang dan penetrasi tahap akhir akan dilakukan. Dengan menelentangkan tubuh Ariana di atas bulu itu, kedua paha Ariana ia buka dan di pinggulnya Weweko meletakan buntalannya sehingga terlihat isi kemaluan Ariana. Kedua kaki Ariana diangkat ke bahu Weweko yang bidang. Saat itu batang kemaluan Weweko tegak menghadap ke lubang kemaluan Ariana yang dengan supernya ingin mengaduk-aduk isi lubang kemaluan Ariana. Beberapa saat kemudian, dengan sedikit paksa, batang kemaluan Weweko masuk sebagian ke dalam lubang kemaluan itu. Beberapa saat kemudian, ia tembakkan langsung dengan ganas, memaju-mundurkan batang kemaluannya di dalam lubang kemaluan itu. Ariana sempat kesakitan dan air matanya keluar, namun mulutnya telah ditutupi oleh bibir Weweko. Sementara itu tangan Weweko memegang pantat Ariana supaya selama ia bergerak tidak terlepas. Ia khawatir Ariana akan mengeluarkan batang kemaluannya dari lubang kemaluannya saat Ariana kesakitan. Ariana hanya dapat memegang tangan dan bahu Weweko hingga berdarah tercakar sebab Ariana amat kesakitan akibat gerakan dan gesekan batang kemaluan Weweko mengaduk-aduk lubang kemaluannya. Akhirnya Ariana pingsan beberapa saat dan pada saat ia mulai sadar kembali, Weweko melakukan aktifitasnya yang tertunda tadi, kurang lebih 20 menit, ia menggenjot batang kemaluannya keluar masuk lubang kemaluan sempit itu.<br />Akhirnya ia melepaskan air maninya di dalam lubang kemaluan Ariana sebanyak-banyaknya. Ia tidak memperdulikan kesakitan bagi Ariana. Yang ada pada dirinya adalah agar kepuasanya terpenuhi karena ia sudah berbulan bulan tidak merasakan tubuh wanita.<br />Sampai pada pagi harinya, Weweko terus berusaha memuaskan nafsunya kepada tubuh Ariana yang tidak berdaya itu beberapa kali. Sampai pada akhirnya, pada saat pelariannya, Weweko selalu mengikut-sertakan Ariana di dalam hutan Papua itu, ia menganggap Ariana adalah istrinya dan Ariana harus mau mengikuti kemauannya baik itu dalam hubungan seksual maupun dalam masalah pelariannya.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-29313640421293397512010-07-22T02:50:00.000-07:002010-07-22T02:51:23.150-07:00Perawan MetropolitanPerawan Metropolitan<br /><br />Setelah seminggu aku keluar dari rumah sakit, aku berangkat berlibur ke Bandung bersama temanku Kiki. Kami berangkat dengan pesawat mampir ke Jakarta dan bermalam 1 hari di sana, aku bermalam di rumah Sammy di daerah Pondok Indah, kebetulan rumah itu kosong dan aku dapat pinjaman, di sana hanya dijaga 2 orang pembantunya yang selalu siap membersihkan dan menjaga rumah tetap bersih dan siap dihuni setiap saat. Sebenarnya aku bisa saja nginep di rumah Kak Johnny yang di Jakarta di daerah Tebet atau di rumah orang tuaku di Jl. Sam Ratulangi Menteng demikian juga dengan Kiki, rumahnya sendiri hanya ibunya dan 1 adik perempuannya saja yang tinggal ditemani oleh seorang pembantu tua.<br />Tapi kami sengaja mau sembunyi dari keluarga kami dan tidak ingin kedatangan kami diketahui oleh keluarga yang lain, lagian seharian kita cuman di rumah aja... kebetulan di rumah Sammy ada kolam renang di halaman belakang, jadi ya... kita asyik di sana. Temanku Kiki ini orangnya bertubuh tinggi sekitar 169 Cm, ukuran dada 36C dan berkulit putih, rambut sepunggung.<br /><br />Sampe di rumah Sammy sekitar jam 5 sore, dan kami tiba dengan taxi dari Bandara... dalam rumah yang cukup besar itu kami diberi kamar tamu yang posisinya di sebelah kamar Sammy, kamar Sammy sendiri menghadap ke kolam renang...sedang kamar Donna adiknya ada di lantai 2. Semua kamar di sini memiliki kamar mandi dalam yang cukup luas... untuk kamar tamu yang kami gunakan kamar mandinya paling tidak ukuran 4 x 6 meter dengan semua perabotan dari granit dan dinding marmer Italy... di sudut kamar mandi ada bath cup corner. Di samping salah satu sisnya ada kaca besar menghadap ke taman samping... dan kamar itu sendiri berukuran sekitar 6 x 8 meter.<br />Setelah meletakkan barang bawaan kami, kamipun berganti pakaian renang, Kiki menggunakan bikini mini sekali berwarna kuning muda dan aku pake celana renang mini warna hitam. Kamipun menuju ke kolam renang... sementara Kiki membasahi tubuh di shower dekat kolam renang aku langsung loncat ke tengah dan melakukan renang gaya bebas beberapa kali panjang kolam sebelum akhirnya menepi dan menunggu Kiki masuk dalam kolam. Kami bermain dan berenang sambil becanda... sampe aku merasa cukup akupun istirahat di bibir kolam dengan tiduran terlentang, aku pejamkan mataku beberapa menit sampe tiba-tiba aku merasakan jari lentik Kiki mengelus pahaku dan dilanjutkan dengan menelusuri permukaan celana renangku... beberapa menit Kiki melakukannya dan aku diam saja... tapi aku juga merasakan meriamku mulai menegang mendapat elusan dari Kiki. Aku buka mata memandang langit yang mulai remang mo gelap... aku lihat balkon loteng yang tampak dari posisiku, aku lihat pembantu Sammy yang ada di balkon itu sedang melihat aku dielus Kiki, dan aku lihat dari bawah maka aku dapat melihat pahanya yang mulus... orangnya tidak terlalu tinggi, kulitnya putih ( maklum orang Sunda ), meriamku makin menegang memandang pemandangan paha tersebut dan sadar aku lihat diapun mengalihkan perhatian dan pura-pura terus mengelap pagar balkon yang terbuat dari stainless steel itu.<br /><br />Kiki rupanya ngga' puas dengan cukup mengelus dari luar... dia mulai turunkan celana renangku dan mengeluarkan meriamku dan dikulumnya meriamku dengan hangat dan penuh nafsu. Kembali aku lihat pembantu yang tadi melihat lagi kearah kami dan kali ini cuman sebentar karena melihat aku sedang memandang ke atas. Lama juga Kiki ngisep meriamku... saat sudah meradang banget... tiba-tiba kakiku ditariknya dan akupun keceber ke kolam... kami berdiri sambil berciuman dan tangan Kikipun masih meremas-remas meriamku... aku coba membuka celananya dengan menarik tali kecil di pinggulnya... sret... terbuka sudah celana itupun langsung tenggelam.<br /><br />Aku mulai memasukkan meriamku ke sela-sela paha Kiki... disambut dengan tuntunan oleh Kiki dan diarahkannya langsung ke dalam lobangnya yang menjanjikan kehangatan. Kamipun berpelukan sambil pinggulku bergoyang kanan dan kiri perlaha karena dalam air rada sulit menggerakkan badan... cukup lama kami bermain sambl berdiri... sampe Kiki bilang " Joss dari belakang aja " dan diapun mencabut meriamku dan bersandar dibibir kolam yang agak rendak sekitar sepinggang... dan akupun menyodoknya dari belakang dan Kikipun menunggingkan pantatnya. Aku sadar sesadar-sadarnya bahwa permainanku diintip dari atas oleh si pembantu tadi... pasti itu. Berlagak tidak sadar aku teruskan permainanku.... sampe pada saatnya aku sudah hampir mencapai klimak... aku ajak Kiki ke kolam yang agak rendah... aku duduk ditangga kolam... terendam sampe ke pinggulku dalam posisi duduk... dan Kiki menaikiku dari atas... dia menghadap ke arahku... dia maju mundurkan pinggulnya dan aku meremas dadanya yang menggiurkan itu... diapun mengerang tanpa berpikir lagi bahwa tidak hanya kita berdua saja yang ada di dalam rumah itu. Erangannya makin panjang dan akhirnya diapun mengejang hebat... aku juga ngga' mau ketinggalan aku percepat goyanganan pinggulku dan kamipun mengalami ejakulasi bersamaan... di antara orgasme itu aku sempatkan melemparkan pandanganku ke atas dan aku sempat melihat pembantu yang tadi masih mengintip dan tidak sempat lari sembunyi karena saking terpakunya.<br /><br />Kami keluar dari kolam dengan apa adanya... aku telanjang bulat dan Kiki hanya menggunakan BH bikininya yang menggantung di lehernya... karena sudah terbuka saat permainan tadi... dan CDnya ditentengnya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya menggandeng pundakku. Kami berjalan ke arah dalam rumah untuk selanjutnya mau mandi dan istirahat... tapi pas melewati ruang makan kami terkejut karena saat itu ada pembantu yang lainnya lagi sedang membereskan meja makan untuk makan malam kita. Pembantu itupun kaget karena melihat kami sedang telanjang... danm sudah dapat diduga apa yang terjadi sebelumnya pada kami. Diapun buang muka dengan acuh melintas ke dapur melanjutkan kerjanya seakan tidak melihat kami... dan kamipun langsung masuk kamar...<br /><br />Abis mandi Kiki hanya mengenakan kimono handuk tanpa daleman... dan duduk di ranjang... " Ki... kamu tau ngga' waktu kita main di kolam tadi ada pembantu yang lihat kita ? " tanyaku. " Yang mana ? " tanya kiki ngga' tau. " Yang satunya Ki yang badannya tinggian " kataku. " Kok kamu ngga' bilang kalo kita lagi diintip... malu khan ? " kata Kiki lagi. " Tanggung Ki lagi enak main ntar ngrusak acara " jawabku asal. " Gimana kalo kita kasih pelajaran 'tuh pembantu ? tanyaku.<br />" Pelajaran gimana... ? " tanya Kiki bego. " Kita ajak dia main sama kita bertiga " usulku. " Boleh juga... tapi enak di kamu donk " sungut Kiki.<br /><br />Selesai makan malem kita nonton TV di kamar sampe jam 9 malem dan pas berita... aku panggil pembantu tersebut ke kamar untuk memijit aku... dan saat dipijit aku hanya menggunakan CD minim banget... warna cream... tapi pijitnya mulai dengan kaki dan aku tengkurap... Kiki duduk di samping ranjang dan asyik baca majalah...<br />Pijitannya akhirnya sampe di pangkal pantatku dan aku minta agak lama di situ karena capek aku bilang... setelah dipijit-pijit daerah itu aku mulai konak dan aku balik badan... sehingga meriamku yang setengah berdiri tampak sekali " Sekarang depannya " kataku... diapun mulai memijit paha depanku... dia duduk di lantai samping ranjang dan aku tiduran di tepi ranjang... tangan kiriku dapat agak bebas dan dengan mata terpejam aku gerakkan sedikit-sedikit tanganku untuk mencari dadanya... akhirnya dapat... kesenggol dikit... dikit lagi... dan makin lama makin sering kesenggol... kaya'nya dia cuek aja... " Kaki kanannya sekarang " kataku untuk mulai pijit paha kananku... dengan demikian tangannya akan melalui atas meriamku... dia mijit sekitar pinggul kananku. Dan sesekali lengannya memang nyenggol meriamku yang setengah meradang... itu yang aku usahakan dari tadi... dan tangan kiriku beberapa kali telah menyenggol dan mengusap dikit-dikit ke dadanya. " Agak tengahan mijitnya " perintahku... dan tangannyapun pindah lebih ke tengah dan hampir mencapai meriamku... Sepuluh menit kira-kira telah berlalu dan aku perintahkan lagi " Agak ketengahan lagi ".<br /><br />Dan kali ini telapak tangannya benar-benar menindih meriamku... dan diapun tetap memijit terus... tapi pijitannya sudah tidak terlalu keras... mungkin capek atau apa aku ngga' jelas... yang aku rasakan cuma nikmat... tanganku aku beranikan mulai mengelus... kalo tadi cuman pura-pura nyenggol sekarang sengaja ngelus dadanya...<br />Dia diam tidak bereaksi... sampe lama aku makin berani dan aku selusupkan tanganku dalam bajunya.... aku elus permukaan dadanya di atas BHnya dan dia masih diam saja... aku masukkan jari-jarikuku dalam BHnya dan mulai meremas dadanya... mencari putingnya... dan pijitannya mulai berubah menjadi remasan di meriamku... aku ikuti dengan menggoyang pinggulku sehingga pijitannya terasa naik turun di meriamku. Aku lorotkan CDku dengan tangan kanan dan " Coba bantu aku lepas celana ini " kataku. Diapun membantunya... sampe lolos CDku. Aku pegang tangannya dengan tangan kananku dan aku atur supaya dia mengocok meriamku... setelah tangannya menggenggam meriamku aku pegang tangannya dari luar dan aku kocokkan... " Nah gini " lalu aku lepas tangan kananku dan tangan kiriku masih memainkan dadanya... aku coba buka kancingnya dan meloloskan tali BHnya... sekarang BHnya sudah tersingkap dan aku lebih mudah untuk meremasnya... sampe aku sudah ngga' kuat lagi karena nafsuku makin tinggi dan meriamku makin membesar... aku minta dia untuk isep meriamku... " Ampun Den... " katanya menolak... tapi aku tetap maksa... " Ayo isep... tadi khan kamu sudah dapet pelajarannya... kamu khan sudah lihat caranya, sekarang kamu praktekkan " kataku. " Ampun Den... jangan saya takut " blep... selesai ngomong langsung aku benamkan kepalanya dan meriamkupun masuk dalam mulutnya... terus aku ayun kepalanya dengan tanganku supaya maju mundur... akupun duduk di sisi ranjang dan dia ngisep dari depanku sambil tetap duduk di lantai.<br /><br />Tanganku kini bebas dan mulai melucuti pakaiannya... dia agak meronta ( malu kali... soalnya ada Kiki dalam kamar itu ). Baju dan BHnya sudah terlepas... dan kini dengan kedua tanganku aku mainkan dadanya... Kiki ngga' lama kemudian bangkit dan mulai duduk di sampingnya serta mulai mengelus tengkuknya... membantu memberi rangsangan... seperempat jam kira-kira aku diiesep kaya' gitu... sampe aku udah ngga' tahan lagi ingin melahap tubuhnya yang sekel banget.... akupun berdiri dan aku tuntun tangannya membantu dia untuk berdiri dan aku perintahkan dia untuk rebahan di ranjang... Setengah kita paksa akhirnya pembantu itupun tiduran di ranjang... aku rentangkan pahanya dan langsung aku tindih... tangannya mendorongku dan bilang " Ampun Den... jangan... saya belum pernah beginian... " katanya memelas. " Kamu tadi khan sudah lihat seekarang kamu rasakan... gimana enaknya " kataku setengah marah ( pura-pura galak ) dan kiki mambantu memegang kedua tangannya dari atas kepalanya... sehingga dia hanya bisa gerak kanan kiri... aku tindih abis dia dan aku langsung arahkan meriamku keliang senggamanya. Aku paksakan menekannya agak keras... gagal... aku coba lagi... aku bantu dengan tuntunan tanganku... aku gosokkan meriamku di bibir liangnya... liangnya sedikit basah... karena terangsang tadi saat ngisep dan diremas dadanya... aku paskan kepala meriamku dan aku genggam batangnya lalu dengan tenaga penuh aku dorong pinggulku... masuk sebagian saja kepalanya.... aku tahan dan kembali aku tekan lebih keras lagi... kini masuk sudah setengah batangnya.... aku putar sedikit kanan kiri pinggulku dan aku akhirnya berhasil membobol kegadisannya... diiringi dengan jeritan kesakitannya dan tangisnya... " Aduh..... Den... sakit... udah Den... jangan.... stop Den sakit... " gitu rengeknya... buat aku ibarat desahan rangsangan yang makin meninggikan semangat juangku dan aku tidak menggubrisnya malah aku makin menggila mengayun pinggulku... tanganku memeluk pundaknya dari belakang sehingga benar-benar tidak bisa bergerak dia...<br />pembantu itu tetap merintih dan minta aku berhenti... sekitar 20 menitan dan aku berhenti... aku cabut meriamku... " Sudah ya Den... " katanya sambil mau keluar... aku langsung menarik lagi lengannya dan aku suruh dia membungkuk di samping ranjang dan Kikipun ambil posisi tiduran di pinggir ranjang dengan mengangkangkan pahanya... aku suruh dia ( pembantu itu ) nungging sambil ngejilatin memek kiki... lalu dari belakang aku embat lagi... aku berpegangan pada pinggulnya dan gerakanku kali ini tidak kalau dasyatnya dengan sebelumnya... Kiki memengangi kepalanya dan mengajarinya ngejilat yang bener.<br /><br />Aku ngerasa sekali kalo meriamku mentok di dasar liangnya dan sengaja aku kucek abis liangnya... lama juga aku main dengan gaya itu... sesekali tanganku berpindah dari pinggul ke dada... lalu balik pinggul lagi... sampe akirnya tidak ada lagi penolakan terasa... dan ngga' lama kemudian aku merasakan kalo tubuhnya mengejang... rupanya dia sudah mencapai orgasme dan berarti pula dia bisa menikmati...<br />Dia mulai lemas dan jilatannya pada Kiki kurang berasa... itu tampak dari Kiki yang menggoyang kepala si pembantu makin keras... aku sodok makin keras sehingga secara tidak langsung kepalanya ikut goyang maju mundur dan dia tinggi julurkan lidahnya sudah terasa oleh Kiki... Kiki mulai mengerang... tanda sebentra lagi mo selesai... akupun menggiatkan ayunanku sambil meremas dada si pembantu tadi... aku akhirnya keluar juga... aku semprotkan di dalam liangnya... dan Kiki juga mencapai puncaknya pada saat yang bersamaan denganku. Akupun rebah mendorong si pembantu itu menindih kiki... " He..eek " terdengar dari mulut Kiki.<br /><br />Tak lama kemudian aku bangkit dan aku lihat si pembantu itu masih kelelahan dan tubuhnya masih menindih Kiki... aku kunci pintu kamar dan aku bawa ke kamar mandi... aku cuci badan dari keringat dan aku lihat darah perawan di antara meriamku. Aku sengaja mengambil kunci terseut takut kalo si pembantu lari keluar... karena aku masih mo nambah lagi malam ini.<br />Setelah aku selesai cuci aku suruh Kiki dan si pembantu tadi cuci juga... dan aku ajak sekalian tidur bertiga... dan akhirnya kesampaian kami tidur bertiga dan malam itu aku bersama Kiki menghajar habis dalam beberapa kali permainan... sampe si pembantu itu lemas... dan dia bilang " Udah Den... saya mau nglayani Aden main gini... tapi sekarang sudah ngga' kuat badan saya lemes banget Den... "<br /><br />Pagi sekitar jam 5 dia bangun dan membangunkanku " Den bangun Den... saya mau keluar... nanti temen saya tau kalo saya tidur di sini nanti dibilangin sama neng Sammy... saya takut Den " katanya... lalu aku berikan kunci kamar itu dan diapun keluar kamar... sementara aku tidur lagi dengan memeluk Kiki... kami baru bangun setelah jam 9 pagi. Sebelum aku berangkat ke bandung aku panggil pembantu tadi dan memerintah dia supaya mencuci sprei yang kita pake tadi malem karena ada noda darah di sana... ngga' lupa aku kasih di uang 200 ribu sebagai imbalan atas perawannya. Dia menolak dan aku bilang " Ini buat kamu beli pakaian nanti ". " Ngga' usah Den... saya juga suka kok tadi malem... pertamanya sich takut... tapi enak kok " katanya sambil senyum.<br />" Nanti pulang dari Bandung ke sini lagi ya Den... sama neng Kiki... nanti kita gitu lagi kaya' semalem " katanya sambil senyum... senyumnya kali ini aku ngga' ngerti maksudnya. Tapi dalam hatiku... wah dia mulai ketagihan.<br />Jam sebelas kami baru meninggalkan Jakarta dengan sejuta kelelahan... tapi nikmat...stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-43757114124124873812010-07-22T02:48:00.000-07:002010-07-22T02:51:23.160-07:00Persetubuhan TerlarangPersetubuhan Terlarang<br /><br />Ini adalah kisah pengalamanku yang sengaja aku beberkan untuk pertama kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku sendiri tinggal di Bandung. Kejadian yang aku alami ini kalau tidak salah ingat, terjadi ketika aku akan lulus SMA pada tahun 1998. Sungguh sebelumnya aku tak menyangka bahwa aku akan meniduri adikku sendiri yang bernama Ratih. Dia termasuk anak yang rajin dan ulet, sebab dia adalah yang memasak dan mencuci pakaian sehari-hari. Ibuku adalah seorang pedagang kelontong di pasar, sedangkan ayahku telah lama meninggal. Entah mengapa Ibu tidak berniat untuk menikah lagi. Yang ibu lakukan setiap hari adalah sejak jam 4 subuh dia sudah pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib, aku pun sekali-sekali pergi ke pasar untuk membantu beliau, itu pun kalau terpaksa sedang tidak punya uang. Sedangkan adikku karena seringnya tinggal di rumah maka dia kurang pergaulan hingga kuperhatikan tampaknya dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku dengan adikku hanya terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia masih duduk di kelas 1 SMA. ***** Baiklah, aku akan mulai menceritakan pengalaman seks dengan adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru pulang dari rumah temanku Anto pada siang hari, ketika sampai di rumah aku mendapati adikku sedang asyik menonton serial telenovela di salah satu TV swasta. aku pun langsung membuat kopi, merokok sambil berbaring di sofa. Saat itu serial tersebut sedang menampilkan salah satu adegan ciuman yang hanya sebentar karena langsung terpotong oleh iklan. Setelah melihat adegan tersebut aku menoleh kepada adikku yang ternyata tersipu malu karena ketahuan telah melihat adegan tadi. "Pantesan betah nonton film gituan" ujarku. "Ih, apaan sih" cetusnya sambil tersipu malu-malu. Beberapa menit kemudian serial tersebut selesai jam tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya, rupanya dia sedang mencuci piring. Karena acara di televisi tidak ada yang seru, maka aku pun mematikan TV tersebut dan setelah itu aku ke WC untuk buang air kecil. Mataku langsung tertuju pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok karena mencuci piring. "Ratih, ikut dulu sebentar pingin pipis nih" sahutku tak kuat menahan. Setelah aku selesai buang air kecil, pikiranku selalu terbayang pada bongkahan pantat adikku Ratih. Aku sendiri tadinya tak mau berbuat macam-macam karena kupikir dia adalah adikku sendiri, apalgi adikku ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi dasar setan telah menggoyahkan pikiranku, maka aku berpikir bagaimana caranya agar dapat mencumbu adikku ini. Aku seringkali mencuri pandang melihat adikku yang sedang mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku langsung saja berjalan menghampiri adikku dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil mencium tengkuknya. Mendapat serangan yang mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit terkejut dan berusaha melepaskan diri dari dekapanku. Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa yang telah aku lakukan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya. Melihat hal itu aku langsung mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup pintu aku sudah berhasil ikut masuk dan mencoba untuk menjelaskan perihal peristiwa tadi. "Maafkan.. Aa Ratih, Aa tadi salah" "Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu" Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang. "Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu" kataku agak takut. "Aa jahat" jawab adikku sambil menangis. "Ratih maafin Aa. Aa berbuat demikian tadi karena Aa nggak sengaja lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini putus ama Teh Dewi" kataku. "Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih" jawab adikku lagi. "Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu" "Kenapa sama Ratih" jawabnya. Setelah itu aku tidak bisa berbicara lagi hingga keadaan di kamar adikku begitu sunyi karena kami hanya terdiam. Dan rupanya di luar mulai terdengar gemericik air hujan. Di tengah kesunyian tersebut lalu aku mencoba untuk memecah keheningan itu. "Ratih, biarin atuh Aa meluk kamu, kan nggak akan ada yang lihat ini" Adikku tidak menjawab hanya bisa diam, mengetahui hal itu aku mencoba membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara. "Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?" bujukku. "Tapi Aa, kita kan adik kakak?" jawabnya. "Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, supaya entar kalo pacaran nggak canggung" Entah mengapa setelah aku bicara begitu dia jadi terdiam. Wah bisa nih, gumanku dalam hati hingga aku pun tak membuang kesempatan ini. Aku mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan mencoba untuk meraih pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir, Ratih lalu berkata.. "Aa, Ratih takut" "Takut kenapa, Say?" tanyaku. "Ih, meuni geuleh, panggil Say segala" katanya. "Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok", rayuku. "Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu" jawabnya. Setelah mendengar perkataannya, aku bukannya memberi alasan melainkan bibirku langsung mendarat di bibir ranum adikku yang satu ini. Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak kulihat adikku terkejut sekali, karena baru pertama kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang laki-laki yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku. "Mmhh, mmhh.., Aa udah dong" pintanya. Aku menghentikan pagutanku, dan kini kupandangi wajah adikku dan rasanya aku sangat puas meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir adikku yang begitu merah dan tipis ini. "Ratih, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa" kataku. "Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah akan Aa.." belum sempat aku habis bicara.. "Udah akan Aa apain" bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini. "Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau kan jadi pacar Aa", tanyaku lagi. Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara.. "Tapi pacarannya nggak beneran kan" Katanya sedikit ragu. "Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan ini rahasia kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu" jawabku meyakinkannya. Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukan jam 4 sore. "Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah", kataku kemudian. Maka aku pun bangkit dan segera pergi meninggalkan kamar adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak habis pikir, apakah benar yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku. "Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada makan belum?" kata Ibuku. "Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?" aku melihat Ibuku membawa bungkusan. Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli bakso, kemudian Ibuku memangil Ratih dan kami bersama-sama menyantap Baso itu. Untungnya setelah kejadian tadi siang kami dapat bersikap wajar, seolah tidak terjadi apa-apa sehingga Ibuku tidak curiga sedikit pun. Malamnya aku sempat termenung di kamar dan mulai merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar aku ingin sekali mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian ingin tidur sambil mendekap tubuh adikku yang montok. Keesokannya rupanya setan telah menguasaiku sehingga aku terbangun ketika Ibu berpamitan kepada adikku sambil menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Setelah itu aku mendekati adikku yang akan bergegas masuk kamar kembali. "Ehmm, ehmm, bebas nih", ujarku. Adikku orangnya tidak banyak bicara. Mengetahui keberadaanku dia seolah tahu apa yang ingin aku lakukan, tetapi dia tidak bicara sepatah kata pun. Karena aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsu, maka aku langsung melabrak adikku, memeluk tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia diam saja sewaktu aku memeluk dan menciumi tengkuknya. Dinginnya udara subuh itu tak terasa lagi karena kehangatan tubuh adikku telah mengalahkan hawa dingin kamar ini. Kontolku yang mulai ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan pantatnya. "Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?" pintaku. "Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar.." "Entar kenapa?" timpalku. Belum sempat dia bicara lagi, aku langsung membalikkan tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang membuat pikiranku melayang. Aku kemudian langsung mendorongnya ke arah dinding dan menghimpit hangat tubuhnya agar melekat erat dengan tubuhku. Aku mencoba untuk menyingkap dasternya dan kucoba untuk meraba paha dan pantatnya. Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi tangannya berusaha untuk mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku tersadar bahwa ciumannya kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih hot dan mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun menikmatinya dan mencoba menggerakkan lidahnya untuk menari dengan lidahku. Aku tertegun karena ternyata diam-diam adikku juga memiliki nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini karena selama ini adikku belum pernah merasakan nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis. Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba untuk menyelinapkan tanganku untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku terasa berdebar-debar dan denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini adalah untuk pertama kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan pacarku aku belum pernah melakukan ini, karena Dewi pacarku lebih sering memakai celana jeans. Dengan Dewi kami hanya sebatas berciuman. Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah satu, yaitu aku ingin sekali meraba, menikmati yang namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda) wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku untuk menyelinap di antara sisi-sisi celana dalamnya. Belum juga sempat menyelipkan jariku di antara heunceutnya, Ratih melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti ikan mas koki yang megap-megap dan memeluk erat tubuhku kemudian menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku sambil menekan-nekan pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih telah mengalami orgasme. "Aa.. aah, eghh, eghh" rintih Ratih yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya. Sesaat setelah itu Ratih menjatuhkan kepalanya di atas bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun sangat menyayanginya, kemudian aku bopong tubuh yang telah lunglai ini ke atas tempat tidur dan kukecup keningnya. "Gimana Sayang, enak?" bisikku. Aku hanya bisa melihat wajah memerah adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat wajah adikku ini manisnya seperti Nafa Urbach. "Gimana rasanya, Sayang?" tanyaku lagi. "Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?" Eh, malah ganti bertanya adikku tersayang ini. "Iya Sayang, gimana, enak?" jawabku sambil bertanya lagi. "He-eh, enakk banget" jawabnya sambil tersipu. Entah mengapa demi melihat kebahagian di wajahnya, aku kini hanya ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk melanjutkan aksiku untuk mengarungi lembah belukar yang terdapat di kemaluannya hingga sesaat kemudian karena kulihat matanya yang mulai sayu dan mengantuk akibat orgasme tadi maka aku mengajaknya untuk tidur. Kami pun terus tertidur dengan posisi saling berpelukan dan kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya. Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang ada dalam pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku menikah nanti, pantas saja di jaman sekarang banyak yang kimpoi entah itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa aku pun sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah menunjukkan jam 9 lewat dan adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia hari ini tidak sekolah, pikirku. "Ratih, bangun kamu nggak sekolah?" tanyaku membangunkannya. Ratih pun mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah berlalu begitu cepat, sehingga dia sadar bahwa hari ini dia tidak mungkin lagi pergi ke sekolah. "Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Ratih" rajuknya manja. "Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun" kataku membela diri. "Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih bisa dimarahin nih, ini semua gara-gara Aa" "Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan tahu kalau Aa nggak ngomongin kan" jawabku untuk menghiburnya. "Bener yah, Ratih jangan dibilangin kalau hari ini bolos" "Iyaa, iyaa" jawabku. Entah mengapa tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk mandi bareng. Wah ini kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu bahwa dia nggak masuk sekolah bisa kujadikan senjata agar aku bisa mandi bersama adikku. "Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Ratih mau mandi bareng ama Aa" kataku sambil mengedipkan mata. "Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau mandi aja musti barengan" "Ya udah kalo nggak mau sih terserah" ancamku. Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu maka adikku menyetujuinya. "Tapi Aa jangan macem-macem yah" pintanya. "Emangnya kalo macem-macem gimana?" tanyaku. "Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian juga itu kan gara-gara Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin Ratih" balasnya mengancam balik. Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, bisa berabe urusannya, seorang kakak bukannya menjaga adik dari ulah nakal laki-laki lain, eh malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk melancarkan keinginanku untuk bisa mandi dengannya, aku pun menyetujuinya. Kami berdua akhirnya bangun dari tidur dan setelah berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami hanya saling diam dan kulihat adikku agak ragu untuk melepaskan pakaiannya. "Aa balik dulu ke belakang, Ratih malu nih" pintanya. "Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa" Tanpa pikir panjang aku menghampiri adikku dan aku cium bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk membuka pakaiannya, aku genggam tangannya dan aku tuntun untuk membuka bajuku. Tanpa dikomando dia membuka bajuku setelah itu kutuntun lagi untuk membuka celana basket yang aku kenakan. Setelah keadaanku bugil dan hanya memakai celana dalam saja kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke arah selangkanganku dimana kontolku sudah dalam keadaan siaga satu. Kini giliranku menanggalkan daster yang ia kenakan. Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya karena ternyata tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu berusaha menutupi selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek payudaranya hingga adikku melotot dan menutupinya. Kemudian aku pun balik mencolek memeknya, hehehe.. "Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu", rajuknya. Adikku lalu mengambil handuk dan melilitkan handuk tersebut kemudian melangkah keluar kamar mandi, tetapi karena aku tidak mau kesempatan emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan terus aku peluk sambil kukecup bibirnya, karena ternyata adikku sangat merasa nyaman bila bibirnya aku cium. Aku lalu menarik handuknya hingga terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air lalu gayung kuambil dan langsung kusiramkan ke tubuh kami berdua. Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman air, adikku berusaha untuk melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi usahanya sia-sia karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami sambil kontolku aku tekan-tekan ke arah selangkangannya. Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku bagai kemasukan setan. Selain menyedot bibirnya dengan ganas aku pun langsung mencoba untuk melepaskan celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya hingga ke tepi lutut, aku pun menariknya ke bawah dengan kakiku hingga benar-benar terlepas. Sadar bahwa aku akan berbuat nekat, Ratih semakin berusaha untuk melepaskan tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya. "Aa, stop please" rengeknya sambil menangis. "Ratih, tolong Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami orgasme, Aa belum.." pintaku. Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat tenaganya melemah, aku kangkangkan pahanya sambil kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa menolaknya. Di saat itu aku meraih burungku dari CD-ku dan mencoba mencari sarang yang sudah lama ini ingin kurasakan. Dalam sekejap kontolku sudah berada tepat di celah pintu heunceut adikku, dan siap untuk segera menjebol keperawanannya. Merasa telah tepat sasaran maka aku pun menghentakkan pinggulku. Dan aku seperti benar-benar merasakan sesuatu yang baru dan nikmat melanda seluruh organ tubuhku dan kudengar adikku meringis kesakitan tapi tidak berusaha untuk menjerit. Melihat hal itu aku mencoba untuk mengontrol diriku dan mencoba menenangkan perasaan yang membuatku semakin tak karuan, karena aku merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit untuk diuraikan dengan kata-kata. Aku mencoba hanya membenamkan penisku untuk beberapa saat, karena aku tak kuasa melihat penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan aku alihkan pada kedua payudara adikku yang masih diselimuti BH-nya. Aku mencoba untuk melepaskannya tapi mendapat kesulitan karena belum pernah sekalipun aku membukanya hingga aku hanya bisa menarik BH yang menutupi payudara adikku dengan menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging yang kenyal menyembul setelah BH itu aku tarik. Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal dan putingnya yang bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan menyedotnya senikmat mungkin. "Aa, ahh, sakit" rintih adikku. Seiring dengan kumainkannya kedua buah payudara adikku silih berganti maka kini aku pun mencoba untuk menggerakkan pinggulku maju mundur, walau aku juga merasakan perih karena begitu sempitnya lubang heunceut adikku ini. Badan kami kini bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai menikmati apa yang aku lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini adikku tidak lagi meringis tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah. "Eenngghh, acchh, enngg, aacchh" "Gimana, enakk?" aku mencoba memastikan perasaan adikku. Dia tidak menjawab bahkan kini justru tangannya meraih kepalaku dan memapahnya kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak ingin egois maka aku pun menuruti kehendaknya. Aku kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut berpelukan menikmati sensasi yang tiada tara ini. Tanganku kugunakan untuk meremas payudaranya. Gila, kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini aku pun mencoba untuk menirukan gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku kuminta menungging dan tangannya memegang bak mandi. Aku berbalik arah dan mencoba untuk segera memasukan kembali kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera mengurungkan niatku, karena kini aku dapat melihat dengan jelas bahwa heunceut adikku merekah merah dan sangat indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan mencoba mengamati bentuk heunceut adikku ini hingga aku melongo dibuatnya. Mengetahui aku sampai melongo karena melihat keindahan heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia goyangkan pantatnya bak penyanyi dangdut sambil terkikik cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan juga karena malu, untuk mebalasnya aku langsung saja membenamkan wajahku dan kuciumi heunceut adikku ini, hingga kembali dia hanya bisa mendesah.. "Aahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh" desahnya sambil mengambil nafas panjang. Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara mulutku menyedot dan menjilati heunceut adikku ini, dan aku perhatikan ada bagian dari heunceut adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini yang namanya itil, maka aku pun mencoba untuk memainkan lidahku di sekitar benda tersebut. "Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii", erangnya saat aku memainkan itilnya tersebut. Karena mendengar erangannya yang menggoda aku pun tak kuasa menahannya dan segera bangkit untuk memeluk adikku dan memasukannya kembali dengan cepat kontolku agar bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru beberapa kocokan kontolku di memeknya, adikku seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini hingga dia pun meracau tak karuan lalu.. "Aa, Ratihh, eenngghh, aahh.." Rupanya adikku baru saja mengalami orgasme yang hebat karena aku rasakan di dalam memeknya seperti banjir bandang karena ada semburan lava hangat yang datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan kenikmatan yang lain karena cairan tersebut bagai pelumas yang mempermudah kocokanku dalam heunceutnya. Setelah itu adikku kini lunglai tak bertenaga, yang ia rasakan hanya menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan seperti pasrah membiarkan tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui hal itu aku pun kini mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku sambil terus mengentotnya, mulai dari mencium rambutnya, menggarap payudaranya sampai-sampai aku seperti merasakan ada yang lain dari tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin pipis tapi tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat. "Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess.." kata adikku. "Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh" Kurasakan seluruh tubuhku bagai tersengat listrik dan sesuatu cairan yang cukup kental aku rasakan menyembur dengan cepat mengisi rahim adikku ini. Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini aku memegang pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu kontolku untuk mencapai rongga rahim adikku lebih dalam. Kami berdua kini hanya bisa bernafas seperti orang yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota. Setelah persetubuhan yang terlarang ini kami pun akhirnya mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku tiduran di sofa sambil menikmati acara televisi dan adikku kulihat kembali melakukan aktifitasnya membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh lebih lemas.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-86487060955656042192010-07-22T02:46:00.001-07:002010-07-22T02:51:23.171-07:00Sensasi Seks KeroyokanSensasi Seks Keroyokan<br /><br />Gara-gara terjebak nafsu untuk berselingkuh, malah membuatku ketagihan. Dulu aku puas ngeseks hanya dengan satu pria. Sekarang, aku lebih puas dengan ngeseks ramai-ramai. Bukan lagi dengan satu pria tentunya, melainkan lima pria sekaligus, aku baru puas.<br /><br /><br />Aku seorang wanita berumur 30 tahun, ibu dari dua orang anak. Tentunya statusku nikah dengan seorang suami. Kami telah terikat perkimpoian selama tujuh tahun. Aku nikah setelah berhasil meraih gelar kesarjanaanku di kota Bandung.<br /><br />Suamiku normal-normal saja, demikian juga dengan hubungan seksku. Aku melakukannya sekitar 2 atau 3 kali seminggu dengan suamiku. Namun semuanya berubah ketika aku mengalami suatu hal yang tidak kuduga sebelumnya pada tiga bulan yang lalu. Ternyata kemampuan seksku lebih dari yang kuduga sebelumnya.<br /><br />Aku biasa dipanggil Ratih. Tinggi badanku sekitar 156 cm dengan berat 49 kg. Ukuran BH-ku 34C, pinggulku yang agak besar berukuran 100 cm semakin menonjol dengan pinggangku yang hanya 58 cm itu. Walaupun dari rahimku telah terlahir dua orang anakku, bodyku sih oke-oke saja. Hampir tidak ada perubahan yang mencolok.<br /><br />Kembali pada kejadian yang gila. Mula-mula aku bertemu temanku, Merry saat aku sedang berbelanja di sebuah mall. Ia adalah sobatku sewaktu di SMA dulu. Saat itu ia bersama dua orang teman laki-lakinya, yang langsung dikenalkannya kepadaku. Mereka bernama Yanto dan Andi. Mereka ternyata adalah teman-teman yang enak diajak bicara. Akhirnya kami pun menjadi akrab. Siang itu kami melanjutkan obrolan sambil makan di sebuah restoran.<br /><br />Setelah pertemuan itu, ternyata Yanto sering menelepon ke rumahku walaupun ia sudah tahu bahwa aku ini seorang istri dengan dua orang anak. Dalam pembicaraan telepon, ia memang sering mengeluarkan rayuan gombalnya kepadaku tapi tetap ia menjadi teman bicara yang enak.<br /><br />Ia berusaha mengajakku makan siang dengan gigihnya. Hal itu yang membuatku menyerah juga. Akhirnya aku menyetujuinya juga. Syaratnya, makan siangnya harus ramai-ramai.<br /><br />Aku, Merry, Yanto, dan Andi bertemu di tempat yang sudah kami sepakati bersama. Bersama kedua teman cowok kami, ikut serta pula tiga orang teman mereka yang lain: Eko, Benny, dan Adi. Mereka semua rata-rata berusia delapan tahun lebih tua daripada aku dan Merry.<br /><br />Kami makan siang bersama di sebuah restoran yang ada fasilitas karaokenya. Kami makan dengan ramainya sambil berkaraoke. Memang aku pun senang berkaraoke.<br /><br />"Ayo, Rat... nyanyi lagi...," mereka menyemangatiku kala aku melantunkan lagu. Ternyata kelima cowok keren itu merupakan teman yang enak untuk gaul. Wawasan mereka luas dan menyenangkan. Akhirnya kami cepat menjadi akrab. Ternyata, baru kusadari nanti bahwa inilah kekeliruanku....<br /><br />Seminggu kemudian aku diundang lagi, kali ini oleh Andi, untuk makan siang dan berkaraoke lagi. Tanpa pikir panjang dan tanya-tanya lagi, aku pun langsung menyetujuinya. Aku bolos masuk kantor setelah makan siang, lalu pergi ke tempat karaoke bersama mereka.<br /><br />Nah, di saat itulah terjadi sesuatu yang tidak kuduga. Ternyata aku dibawa ke tempat karaoke yang khusus untuk berkaraoke saja. Bukannya sebuah restoran. Tempatnya berupa sebuah kamar tertutup dengan kursi panjang. Kali ini Merry pun tidak ikut. Jadi hanya aku dengan kelima cowok itu.<br /><br />Karena sudah telanjur masuk ke sana, akhirnya kucoba menenangkan diri. Walaupun aku agak deg-degan juga pada awalnya. Kenyataannya, akhirnya suasana menjadi seru ketika secara bergantian kami berkaraoke.<br /><br />Aku pun dipesankan minuman whisky-cola yang membuat badanku jadi hangat. Akhirnya mereka meminta berdansa denganku saat salah satu di antara mereka bernyanyi. Saat melantai itulah, lama-kelamaan mereka berani merapatkan dadanya ke tubuhku dan menekan serta menggesek-gesek payudaraku.<br /><br />Anehnya, aku malah diam dan mencoba menikmati apa yang mereka perbuat kepadaku, yang lama-lama membuatku terbakar dan menikmati permainan ini. Mereka bergantian berdansa denganku.<br /><br />"Ratih, badanmu hot sekali," ujar Yanto berbisik di telingaku sambil bibirnya mencium belakang telingaku, membuatku merinding nikmat... Tangannya lalu tanpa malu-malu lagi meremas payudaraku. Aku pun terangsang hebat....<br /><br />"Aahhh... jangaaannnn...," kataku ketika Yanto dengan beraninya membuka kancing blusku dan menyusupkan tangannya ke dalamnya... Tangannya meremas dan memilin puting payudaraku dengan semakin hotnya... Aku sebenarnya masih menyimpan sedikit rasa malu karena semua aksi kami ditonton oleh yang lainnya dengan tatapan penuh nafsu....<br /><br />Anehnya, seperti dibius, tubuhku tidak berontak. Tanganku sama sekali tidak berusaha melepaskan tangan Yanto yang terus menggerayangi payudaraku yang kini terbuka lebar...<br /><br />"Mmmhhh...," rintihku penuh kenikmatan. Hanya itu yang ternyata sanggup keluar dari bibirku...<br /><br />Yanto akhirnya mengulum bibirku dan menindih rapat-rapat tubuhku di atas sofa.<br /><br />Aku benar-benar lupa diri ketika jari-jemari Yanto bergerilya di dalam celana dalamku. Ia terus menggelitik bibir lubang vaginaku yang sudah basah dan rasanya menebal itu.<br /><br />Spontan yang lainnya pun ikut-ikutan. Dengan liar akhirnya kelima cowok itu mengerubuti tubuhku.<br /><br />Akhirnya, tahu-tahu tubuhku sudah bugil tanpa sehelai benang pun dan digeluti bersama oleh mereka. Yantolah yang lebih dahulu menusukkan senjatanya ke dalam lubang kemaluanku. Lalu Adi memasukkan senjatanya ke dalam mulutku. Andi mengisap puting kiri payudaraku sambil membimbing tangan kiriku untuk mengelus-elus senjatanya. Sementara itu Eko mengisap puting yang sebelahnya sambil melakukan hal yang sama pula terhadap tangan kananku. Terakhir, Benny menggosok-gosokkan senjatanya ke wajahku.<br /><br />"Aacchhh....," aku mendapat orgasme pertama ketika Yanto sedang asyik-asyiknya menggenjot tubuhnya di atas tubuhku. Spontan, kedua tanganku meremas penis Andi dan Eko yang ada dalam genggamanku dengan keras.... Aku sendiri tak bisa mengeluarkan lenguhan kenikmatanku secara lepas karena penis Adi yang hangat itu dengan serunya terus bermain di mulutku.<br /><br />Adi yang tahu aku baru saja orgasme hanya menyeringai kepadaku. Tampaknya ia pun semakin semangat memompa mulutku....<br /><br />"Ratiih...," desah Yanto menggeliat ketika memuntahkan maninya di dalam lubangku. Hangat dan terasa kental memenuhi lubang kemaluanku. Dipegangnya pantatku erat-erat supaya semua spermanya masuk ke dalam tubuhku.... Adi tambah semangat mengocok senjatanya di dalam mulutku.<br /><br />Setelah Yanto selesai, posisinya langsung diganti Benny yang sejak tadi hanya mengosok-gosokkan senjatanya yang panjang dan besar di wajahku.<br /><br />Langsung ditancapkannya ke dalam lubangku yang hangat, sudah penuh dan licin dengan cairan milik Yanto. Benny begitu semangatnya menyetubuhiku.<br /><br />"Mmmmphh, aghhh....," tubuhku bergetar menggeliat.<br /><br />Bayangkan... payudaraku dihisap putingnya oleh Eko dan Andi seperti dua bayi besar. Sementara lubang kemaluanku mulai dihunjam oleh senjata Benny dengan ganasnya. Di mulutku, Adi akhirnya menyemprotkan cairannya dengan deras dan langsung kuhisap kuat-kuat.<br /><br />"Aaaacchhh....," air mani Adi yang terasa hangat asin seperti kuah oyster masuk ke dalam tenggorokanku.<br /><br />Bersamaan dengan itu, Benny juga menyemprotkan maninya di lubang vaginaku. Multiorgasme.... Aku sudah mendapakannya tiga atau empat kali dan masih ada Eko dan Andi yang belum kebagian menyemprotkan cairannya.<br /><br />Tubuh Adi dan Benny berkelojotan dan akhirnya terhempas.<br /><br />Andi menggantikan posisi Adi. Penisnya yang bengkok ke atas terasa penuh di mulutku.<br /><br />Eko menepis Benny dari atas tubuhku. Untuk yang ketiga kalinya, lubang vaginaku dimasuki oleh orang yang berbeda.... Ternyata senjata milik Eko lah yang paling panjang dan besar. Aku khawatir kalau penis Eko agak susah untuk masuk ke dalam vaginaku. Syukurlah, ternyata tak sesulit yang kubayangkan karena lubang vaginaku telah penuh dengan cairan dari dua orang yang terdahulu.<br /><br />Benar saja, terasa sangat mantap dan nikmat ketika senjata Eko menggesek lubangku yang sudah terasa panas dan semakin tebal rasanya. Napasku sampai terengah-engah dibuatnya...<br /><br />"Rat.... iseeepp yang kuaaattt....," ternyata Andi tidak kuat dengan isapan mulutku. Ia akan segera mencapai klimaks. Aku pun segera mematuhi perintahnya dengan mengisapnya lebih kuat lagi....<br /><br />Penis Andi pun memuncratkan cairan maninya di dalam mulutku. Terasa air mani Andi lebih strong aromanya, lebih hangat, lebih kental, dan lebih banyak memenuhi mulut dan tenggorokanku. Aku sampai agak gelagapan karena mulutku jadi penuh dan hampir tersedak.... Namun aku berusaha untuk tenang... Pelan-pelan kutelan sperma Andi yang membludak. Sementara bibirku tetap mencengkram penis Andi supaya tak lepas.... Setelah penis Andi kering benar dan mulai mengkerut, barulah aku melepaskannya.... Ia pun lalu tergeletak di atas kepalaku.<br /><br />Sekarang tinggal aku dan Eko.... Eko pun lalu mengubah posisinya menjadi 'missionary position'. Sambil penisnya terus mengocok kemaluanku, tubuhnya pun menindih tubuhku. Wajah kami pun berhadap-hadapan dekat sekali... Sambil terus beraktivitas, Eko tersenyum padaku.<br /><br />"Rat, kamu hebat sekali...," katanya.<br /><br />Aku pun tersenyum malu.<br /><br />"Oh, Eko...," bisikku. Lalu seperti sepasang kekasih, kami pun saling berciuman bibir.<br /><br />Tak lama kemudian, Eko juga menggeliat menyemburkan cairannnya ke dalam lubang kemaluanku. Tubuhku terasa lemas tetapi bergetar kuat mengiringi muncratnya cairan Eko. Eko semakin mendorong pangkal pahanya ke pangkal pahaku supaya cairannya masuk semua ke tubuhku... Rasanya aku sudah orgasme enam kali ketika akhirnya Eko menggelepar dan terbaring tepat di samping tubuhku. Kami pun lalu berbaring telentang sambil berpelukan dan menikmati hasil persetubuhan kami....<br /><br />Selesailah pertempuran besar antara aku dan kelima cowok siang itu di ruang karaoke. Walaupun ber-AC, namun udara saat itu tetap terasa panas. Badan kami bercucuran keringat. Apalagi aku, karena selain basah oleh keringatku sendiri, juga bercampur dengan keringat kelima cowok yang barusan menyetubuhiku.... belum lagi dengan tumpahan air mani mereka yang berceceran di seluruh bagian tubuhku....<br /><br />Setelah itu, semuanya terdiam. Tak ada satu pun di antara kami yang saling bercakap. Beberapa cowok tertidur karena kelelahan. Akhirnya, beberapa puluh menit kemudian, kami pun berbenah-benah.<br /><br />Celakanya, di kamar itu tidak ada kamar mandi. Akhirnya, aku hanya mengelap cairan kelima lelaki yang memenuhi lubang vaginaku dan menetes ke pahaku dengan bra dan celana dalamku saja. Lalu aku memakai bra dan celana dalamku yang agak basah dan lengket itu. Disusul dengan blouse, rok serta blazer yang tadinya bertebaran di lantai. Yang membuatku senang, Eko ikut membantuku berpakaian. Paling tidak, aku merasa dihargai dan tidak sekedar menjadi pemuas nafsu mereka.... Mereka pun segera memakai kembali baju dan celananya.<br /><br />Jam lima sore, kami keluar dari karaoke itu. Berarti empat jam sudah kami berada di dalamnya karena kami masuk pada pukul satu siang. Sedangkan aku sendiri digilir oleh mereka lebih kurang selama satu setengah jam non-stop. Waah, aku kagum juga dengan daya tahanku.... walaupun rasanya kakiku pegal-pegal dan ngilu. Begitu juga selangkanganku dan mulutku....<br /><br />Waktu melewati kasir rasanya aku malu juga. Walaupun mereka tidak tahu apa yang terjadi di dalam tapi wajahku tetap merasa memerah. Make up ku telah berantakan dan rasanya minyak wangiku telah berubah menjadi bau aroma air mani....<br /><br />Mungkin kasir wanita itu bisa mengendus baunya... atau malah mungkin ia sedang membayangkan kejadian yang baru saja kualami. Sementara itu, di paha dan kakiku terasa mani mereka merembes mengalir keluar dari lubang vaginaku.<br /><br />Untung sesampainya di rumah, suamiku belum pulang... Cepat-cepat aku ke kamar mandi membersihkan tubuh dan pakaianku.<br /><br />Ternyata, malamnya suamiku menagih jatahnya juga... Untung aku sudah membersihkan badanku dan menyemprotkan minyak wangi untuk menghilangkan aroma sperma kelima cowok itu...<br /><br />Walaupun komentar suamiku membuatku deg-degan, mudah-mudahan ia tidak curiga....<br /><br />"Rat, punyamu kok rasanya lain banget... tebel...," bisik suamiku di telingaku...<br /><br />"Terima kasih, ya... Enak...," lanjut suamiku setelah ia menyemprotkan cairannya beberapa menit kemudian. Lalu ia tertidur pulas di sampingku. Ia tidak tahu sudah jadi orang keenam hari itu yang memuncratkan cairannya untukku.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-59805550290071575842010-07-22T02:44:00.001-07:002010-07-22T02:51:23.196-07:00Darah Perawan RaraDarah Perawan Rara<br /><br />Cerita ini bermula waktu jumat malam sabtu sekitar jam setengah 12 malam. Tiba-tiba aku menerima telepon dari Rara, teman kuliahku dulu. Udah lama aku gak denger kabar dari. Dulu aku sering jalan bareng sama dia dan anak-anak dari jakarta. Biasalah, waktu di kampus kan kita primodial banget<br /><br />Tapi gak ada ruginya temenan sama Rara kok, orangnya cantik, tinggi semampai, body aduhai dan yang terakhir yang aku suka banget dari Rara adalah rambutnya. Dari awal kuliah sampe selesai rambut Rara yang hitam legam itu selalu panjang. Apalagi kalau ditata sedikit menggelung, hmmm... aku selalu nganggep dia barbie doll banget<br /><br />"Halo Ra ? ada apa nih, tumben nelpon aku. Malem-malem lagi !" tanyaku.<br /><br />"Yan, bisa jemput aku di XXX gak ?" tanyanya sambil menyebut salah satu tempat hiburan malam yang cukup ternama di kota bandung.<br /><br />"Ha ? Kamu ada di Bandung ? Bukannya kamu di jakarta ? Terakhir aku denger kamu dah kerja di Jakarta ?" tanyaku heran, ngapain malem-malem Rara tiba-tiba ada di Bandung.<br /><br />"Yan ceritanya entar aja deh, sekarang please jemput aku. Dah malem banget nih" rajuk Rara padaku sedikit memelas.<br /><br />"Ok deh, kamu tunggu sebentar, aku jemput sekarang, 10-15 menit deh" jawabku. Kemudian aku bersiap-siap mengeluarkan mobil untuk menjemput Rara.<br /><br />Dalam perjalanan pikirannku penuh dengan pertanyaan. Pertanyaan terbesar tetap saja, ngapain Rara melem-malem ada tempat hiburan malam di Bandung, sendirian lagi. Yang lebih aneh kenapa minta jemput sama aku ? makin aneh !<br /><br />Sesampainya di tempat hiburan malam tersebut, aku memarkir mobilku. Setelah turun, aku segera menemukan Rara sedang berdiri di pintu masuk. Kondisinya agak aneh.<br /><br />"Halo Ra ! Sendirian ?" tanyaku. "Iya Yan.." jawabnya lemah. Matanya kelihatan merah sekali.<br /><br />"Ra, kenapa nih ada disini ? Hmm.. sorry ya, kamu mabuk ya ?" tanyaku menyelidik.<br /><br />"Yan bisa kita berangkat sekarang gak ? gak enak nih diliatin sama orang-orang" ajaknya. Aku melihat sekeliling, memang sih beberapa security dan pengunjung yang baru datang memperhatikan kita dengan tatapan aneh. "Oke deh, ayo. Mobilku kesebelah sana." ajakku ke Rara untuk naik ke mobil.<br /><br />Setelah menghidupkan mobil dan mengemudikan keluar areal parkir, aku bertanya ke Rara "Mau kemana nih Ra ?" tanyaku. "Kemana aja deh Yan" jawab rara yang duduk disebelahku.<br /><br />"Kamu nginep dimana ?" tanyaku. "Belom punya tempat nginep" jawabnya singkat. "Loh, gimana sih. Dah malem banget loh Ra, aku anter cari hotel ya" tawarku.<br /><br />"Yan aku boleh nginep tempat kamu gak. Semalem aja, aku lagi butuh ditemenin nih" pintanya. "Kamu gak pa-pa nginep ditempat aku ? Rumah kontrakan aku kecil loh, berantakan lagi. Biasa, rumah bujangan" jawabku sambil tersenyum. "Aku dah tahu kamu emang berantakan dari dulu" jawabnya tersenyum kecil. Akhirnya dia tersenyum juga<br /><br />"Ya udah kita pulang aja ya, kayaknya kamu juga dah cape banget." ajakku. "Dari Jakarta kapan ?" tanyaku. "Tadi sore" jawab Rara. "Jadi dari jakarta kamu langsung ke xxx ?" tanyaku heran. Dia cuma tersenyum kecil. Dasar nakal !<br /><br />"Sorry nih Ra, kamu lagi ada masalah ya ?" tanyaku. Dia terdiam sejenak, kemudian menjawab "Ya gitu deh." jawabnya. "Boleh aku tau gak masalahnya sampe kamu jadi kayak gini" tanyaku lagi. "Yan boleh gak nanya dulu gak ? Please..." pintanya. "Aku cuma butuh ditemenin sekarang, tapi janji aku ceritain, kamu kan orang yang jadi repot gara-gara masalahku ini" lanjut Rara. "OK deh, kalo kamu lagi gak pengen ngomongin, aku gak bakal nanya lagi" jawabku.<br /><br />Sesampainya dirumahku, ternyata Rara gak ada persiapan apa-apa untuk pergi ke bandung, dia cuma membawa tas kecil yang berisi dompet dan peralatan kosmetik. "Ra pake bajuku aja deh, baju kamu kan dah kotor dipake perjalanan" kataku sambil memberi Rara bajuku yang paling kecil dan celana pendek berkaret. "Ok deh" jawabnya menerima baju tersebut. Kemudian Rara masuk kekamar mandi membersihkan badan dan berganti pakaian. Sementara aku membersihkan kamarku untuk ditempati Rara dan aku menggelar kasur di ruang tamu untuk tempat aku tidur. Aku memang punya kasur cadangan untuk persiapan kalo ada keluarga ato teman yang mau manginap.<br /><br />"Ra kamu tidur di kamar aku aja ya, tuh aku dah siapin" kataku ke Rara. "Aduh sorry Rian, aku jadi ngerepotin banget" katanya. "Trus kamu dimana ?" tanya Rara. "Tuh di ruang tamu, aku punya kasur cadangan kok" jawabku.<br /><br />"Kamu dah makan malem ?" tanyaku. "Udah, pake beberapa gelas bir" jawabnya sambil ketawa. "Dasar kamu... Ya udah aku punya french fries sama nugget, mau aku gorengin gak ?" tawarku. "Bolehlah, dari pada gak ada apa-apa" jawabnya sambil tertawa kecil. Akhirnya aku memasakkan dia kentang goreng, nugget dan sosis, emang cuma ada itu di kulkasku. Aku juga membuatkan dia teh hangat. Setelah makan dan minum, terlihat Rara agak segaran dikit.<br /><br />"Ya udah Ra, kamu tidur aja sekarang, udah jam setengah 2 nih" kataku. "Lagian aku juga dah ngantuk banget" lanjutku. "OK deh" jawab Rara yang kemudian beranjak masuk ke kamar, sebelum masuk dia sempat ngelambain tangan ke aku sambil tersenyum. Dasar nih orang, ngerepotin tanpa perasaan<br /><br />Kemudian aku rebahan di kasur dan menyalakan televisi. Tv memang ada di ruang tamuku. Aku mengecilkan suaranya supaya tidak mengganggu Rara. Walaupun aku dah ngantuk, tapi susah sekali aku memejamkan mata.<br /><br />Sekitar 15 menit kemudian, Rara keluar dari kamar an menghampiri aku. "Ada apa Ra ? butuh sesuatu ?" tanyaku. Rara cuma diam tapi kemudian rebahan disampingku, bahkan dia menarik selimut yang aku pakai supaya dia kebagian.<br /><br />"Kan aku dah bilang yan, aku lagi butuh ditemenin. Aku boleh tiduran disini gak ? Aku masih pengen ngobrol-ngobrol dulu sama kamu" kata Rara. "Tapi Ra, kita kan beda" jawabku. "Beda gimana ?" tanya Rara yang sudah rebahan disebelahku. "Ya kamu kan cewek, aku cowok, trus kita dah sama-sama dewasa, apa kamu gak takut" tanyaku. "Hmmm.. masa sih kamu mo nyakitin aku ? Setau aku dari dulu kamu kan baik sama aku Yan." jawab Rara. Aku cuma menarik nafas, pikirku mungkin aku baik sama dia, tapi kan aku juga cowok biasa, mana ada cowok yang gak pusing ada cewek cantik tidur disebelahnya<br /><br />"Ya terserah kamu aja sih, walau menurutku agak aneh. Tapi berhubung kamu sedikit mabuk wajarlah" kataku. Rara cuma tersenyum kecil.<br /><br />"Ra, ngapain kamu ada di Bandung, trus dari sekian banyak orang di bandung kenapa sih kamu minta aku yang jemput ?" tanyaku. "Gak tau Yan. Dipikiranku cuma ada kamu yang bisa aku percaya dan aku repotin" jawabnya. Aku tersenyum kecil, sialan nih cewek, di baikin malah manfaatin. "Inget waktu kuliah dulu ga yan, kamu kan bantu aku terus" lanjut Rara. Aku terdiam mengingat masa lalu, memang sih Rara dulu gak semangat banget kuliahnya, kalo gak dibantu mungkin gak selesai.<br /><br />"Inget waktu skripsiku dulu gak ? Kan kamu banyak banget bantu aku" lanjut Rara. "Kayaknya aku gak bantuin deh, tapi ngebuatin" jawabku sambil tertawa. "Ye... tapi kan aku dah bayar pake makan-makan" jawab Rara sambil memukul lenganku. "Masa sih bayarnya cuma makan-makan" jawabku sambil terus tertawa. "Jadi dulu gak iklas nih" tanya Rara cemberut. "Ya iklas lah, namanya juga temen" jawabku. kami berdua tertawa.<br /><br />"Ra, seinget aku, kamu dulu cewek baik-baik banget deh. Walau kamu trendi abis, selalu gaya, tapi gak pernah aneh-aneh. Tapi coba liat sekarang, tiba-tiba dateng ke bandung, mabok, trus nginep di tempat cowok lagi" kataku.<br /><br />Rara cuma terdiam sambil memandangi cincin yang dipakai di jari manisnya. Kemudian dia melepas cincin itu dan meletakkannya di lantai. "Ini gara-gara tunangan gue yan" kata Rara lirih.<br /><br />"Jadi kamu dah tunangan ?" tanyaku. Rara cuma mengangguk kecil. "Dulu.." jawabnya singkat. "Kok dulu ?" tanyaku heran.<br /><br />"Sampe siang tadi sih yan. Hari ini kan libur, maksud aku sih mau istirahat aja dirumah. Tapi tiba-tiba tunanganku dateng sama seorang cewek. Dia mo mutusin tunangan kita. Dia mo nikah sama cewek itu minggu depan yan, cewek itu dah hamil" kata Rara sambil terisak. "Oh gitu" jawabku prihatin.<br /><br />"Masalahnya dia udah ngelamar aku yan, tanggal pernikahan juga udah ditentuin, persiapan juga udah dimulai" lanjut Rara dengan tangisnya yang menjadi. "Mau bilang apa coba aku sama keluargaku Yan, aku malu banget" lanjut Rara menangis.<br /><br />"Ya mo gimana lagi Ra, masalahnya emang berat banget" kataku kemudian memeluk dia. Lama sekali Rara menagis dipelukanku. Aku gak bisa banyak komentar, emang masalahnya pelik banget sih. Setelah tangis reda, pelukan kami lepaskan, aku dan rara rebahan saling bersisian kembali.<br /><br />"Mungkin emang dia bukan jodoh kamu Ra." kataku ke Rara. "Iy sih, tapi masa sih dia ninggalin aku gitu aja" jawab Rara. "Abis mo gimana lagi Ra ? Anak yang dalam kandungan cewek itu gimana ? Kan harus ada yang tanggung jawab" jawabku. "Kalo misalnya kamu maksain nikah sama dia, apa kamu mau seumur hidup tersiksa mengingat cowok yang kamu nikain ternyata gak bertanggung jawab sama darah dagingnya sendiri"<br /><br />"Iya juga sih. Kalo aku jadi cewek itu, aku pasti juga nuntut tanggung jawab" kata Rara. "Ya masih untung lah mantan tunangan kamu masih mau tanggung jawab" kataku.<br /><br />"Sebenernya dia dulu pernah minta ML sama aku, tapi aku tolak Yan. Mungkin kalo dulu aku kasih enggak jadi begini kejadiannya" kata Rara blak-blakkan. "Walaupun demikian Ra, menurut aku gak bisa jadi alasan terus dia selingkuh dan ngehamilin cewek laen" Kataku.<br /><br />"Dasar cowok, kenapa sih pikirannya seks melulu" kata Rara sedikit meninggi. "Emang tuh, makanya aku gak mau pacaran sama cowok" jawabku sambil tertawa. Rara ikutan tertawa.<br /><br />"Rian, kamu dah pernah ML gak ?" tanya Rara menyelidik. Aku cuma tersenyum kecil. "Kok gak jawab ? dah pernah ya ?" tanya Rara dengan sangat ingin tau. "Tuh kan diem aja, berarti dah pernah. Dasar cowok sama aja, pikirannya gak jauh-jauh dari selangkangan" kata Rara sambil memukuli dadaku.<br /><br />"Ya walaupun dah pernah tapi aku kan gak ngelingkuhin tunanganku dan ngehamilin cewek laen" jawabku menggoda Rara sambil tertawa. "Sama aja, dasar cowok. Brengsek semua" kata Rara sambil mengubah posisi yang awalnya menghadapku menjadi menghadap keatas. Aku masih tertawa.<br /><br />"Yan emang ML enak banget ya, kok banyak banget sih yang belom nikah tapi dah ML, sampe hamil lagi" tanya Rara. "Enggak Ra, ML sakit banget, makanya aku gak mau lagi" jawabku becanda. Rara mencubit pinggangku. "Ihh... ditanya serius malah becanda" kata Rara.<br /><br />"Abis kamu pake nanya sih. Ya pasti enak lah, kalo enggak kenapa semua orang pengen ML dan jadi ketagihan lagi" Kataku. "Mungkin kalo ML gak enak manusia udah punah kali. Gak ada yang mau punya anak kalo MLnya ga enak ato sakit" kataku bercanda. Rara cuma ketawa kecil.<br /><br />"Emang enaknya kayak gimana sih" tanya Rara. Aku terdiam sejenak. "Gimana ya Ra, aku susah untuk neranginnya, tapi emang ML kegiatan paling enak dari semua kegiatan. Entar kamu juga ngerti kok kalo udah ngalamin" jawabku.<br /><br />"Hmm... enaknya kayak coklat gak ?" tanya Rara semakin aneh<br />"Gimana ya Ra, kalo kita makan coklat kan rasa enaknya konstan, sebanyak yang elo makan ya enaknya kayak gitu aja. Tapi kalo ML enaknya ada tahapannya. jadi enaknya berubah-ubah tergantung tahapnya, kayak ada sesuatu yang dituju, ya orgasme itu" jawabku.<br /><br />"Emang orgasme itu kayak apa sih ?" tanya Rara lagi. "Aku gak ngerti orgasme cewek ya, tapi kalo dicowok sih orgasme biasanya barengan sama keluarnya sperma. Dicewek kayaknya sih mirip, abis kalo cewek udah orgasme biasanya vaginanya banjir lendir" jawabku. "Gitu aja ?" tanya Rara. "Ya enggak lah" jawabku. "Kalo dah orgasme badan rasanya rileks banget, kaya diawang-awang gitu deh sangking enaknya". lanjutku.<br /><br />"Jadi mau.." kata rara dengan muka pengen. Aku mendorong jidat Rara sambil berkata "Udah tidur sana, pikiran kamu dah kacau tuh", walaupun sebenarnya aku juga jadi mau<br /><br />"Tapi bener Yan, aku jadi mau. Kamu mau gak ?" tanya Rara. Aku cuma diam. "Kenapa Yan, aku kurang cantik ya ? ato aku kurang seksi sampe kamu gak mau ?" tanya Rara.<br /><br />"Bukan begitu Ra. Kamu tuh lagi mabok, belom sadar bener. Pikiran kamu jadi kacau. Mendingan kita tidur aja deh, dari pada ngelakuin sesuatu yang mungkin nanti kita seselin besok pagi." kataku. Rara mengangguk kecil.<br /><br />"Ya udah, kita tidur. Tapi sebelum tidur aku boleh peluk kamu gak ? Sekali aja.." tanya Rara. Aku memandangi Rara kemudian memeluknya. Rara melingkarkan tangannya dileherku sedang aku memeluk pinggang langsing Rara. Paha Rara menjepit pahaku diselangkangannya.<br /><br />"Ma kasih ya Yan, kamu selalu bantu aku kalo aku ada masalah" kata Rara. "Iya, iya, sekarang kamu tidur istirahat, biar pikiran kamu tenang besok" kataku sambil mengelus-elus rambutnya. Kemudian aku mengecup kening Rara. Pelukan Rara makin erat, aku melanjutkan mengelus-elus rambutnya, kadang aku mengelus punggungnya.<br /><br />"Yan cium lagi dong" kata Rara. Aku mengecup keningnya lagi. "Bukan disitu" kata Rara lagi. "Disini ?" kataku sambil menunjuk pipinya, kemudian aku mengecup pipi yang merona merah itu. "Bukan disitu" kata Rara lagi sambil menutup mata dan memajukan bibirnya.<br /><br />Wah si Rara bener-bener menguji imanku. Sebenarnya aku dah nafsu banget dari tadi, tapi dalam hatiku aku gak mau manfaatin cewek yang lagi gak 100% sadar.<br /><br />Aku kecup bibirnya. Tapi setelah kukecup Rara masih menutup mata dan menyorongkan bibirnya ke aku. Aku kecup sekali lagi, kali ini agak lama. Rara bereaksi dengan ikut menghisap bibirku. Aku lepas ciumanku, kemudian aku memandang Rara yang sedang melihatku dengan penuh harap. Well... wtf lah, aku gak peduli lagi, akhirnya aku cium Rara dengan buas.<br /><br />Aku mencium Rara dengan menghisap bibir bawahnya, Rara membalasnya dengan menghisap bibir bawahku. Kadang-kadang aku masukkan lidahku ke mulutnya. Awalnya Rara gak bereaksi, tapi lama-lama saat lidahku masuk dia menghisap kencang, kadang-kadang Rara gantian memasukkan lidahnya kemulutku.<br /><br />Selama ciuman, aku mengelus rambut Rara, kemudian elusanku turun ke punggungnya, turun lagi ke pinggangnya. Kemudian aku memberanikan diri untuk meremas pantatnya. Rara melenguh kecil "Uhh...." sambil menekan selangkangannya kearah selangkanganku.<br /><br />Setelah beberapa kali mengelus bagian belakang sampai meremas pantatnya, aku meremas dadanya. Hmmm... payudara Rara mantap sekali. Besar sekali dibandingkan dengan tubuhnya. "Hmm... Hgmmm.. Hgmmm" lenguh rara karena payudaranya diremas-remas olehku, dengan tidak melepaskan ciumannya.<br /><br />Birahi memuncak saat meremas-remas sepasang daging kenyal Rara. Kemudian aku mengelus punggung rara kembali. Kali ini aku masukkan tanganku kedalam kausnya dan mengelus punggungnya langsung dikulit. Shit, ternyata Rara tidak pakai bra, pantas saja tadi waktu payudaranya aku remas dari luar terasa kenya sekali.<br /><br />Saat aku mengelus-elus punggungnya, aku elus juga bagian samping tubuhnya sehingga panggkal payudara ikut terelus. Sepertinya Rara sangat menikmati elusanku, kemudian dia memagang tanganku dan mengarahkan tanganku agar meremas-remas payudaranya. Gila, asik banget payudaranya. Payudaranya mancung kedepan dengan pentil yang besar !<br /><br />Aku sangat menikmati meremas-remas payudara Rara, terkadang aku memainkan pentilnya. Sepertinya Rara juga sangat menikmatinya, tubuhnya bergetar sambil mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil "Uggrhh....ugrh...."<br /><br />Pahaku yang dijepit diantara selangkangan sengaja aku gesek-gesekkan ke memeknya supaya Rara makin terangsang. Rara meresponnya dengan ikut menekan-nekan memeknya lebih kuat ke pahaku. Kalau aku berhenti menggesekkan pahaku, maka Rara menggerak-gerakkan sendiri pinggulnya.<br /><br />Tangan kananku kembali meremas pantat Rara. Kali ini aku masukkan tanganku ke celananya. Berhubung dia pakai celana berkaret, aku dengan mudah memasukkan tanganku. Ternyata Rara juga tidak memakai celana dalam. Aku dengan mudah meremas pantat bulat itu. Setiap aku meremas pantatnya, Rara makin menekan memeknya ke pahaku.<br /><br />Aku mencoba untuk memegang memeknya dari belakang. Saat tersentuk, tubuh Rara seperti tersetrum, sambil melenguh "Uhh....". Hmmm... ternyata Rara benar-benar terangsang, memeknya sudah sangat basah.<br /><br />Sekarang aku memegang memeknya dari depan. Dan mulai mengelus-elus bibir luar memek Rara yang sudah banjir itu. Rara melepaskan ciumanku. Sekarang setiap aku menggosok bibir luar vaginanya, rara memekik kencang "Ohgh....Ohgh.... Ohgh.....". "Enak yan, enak banget. Kamu ngapain aku, kok enak banget sih" kata rara sambil merem melek. Dengan jari tengahku aku mencari klentitnya, kemudian aku usap perlahan. "Akhhh..." teriak Rara saat klentitnya aku usap. Kemudian Rara menahan tanganku, sepertinya dia tidak kuat kalau klentitnya diusap terus.<br /><br />Akhirnya aku telentangkan Rara. Kemudian aku membuka kaos yang dikenakan Rara sehingga Rara 1/2 bugil sekarang. Aku buka paha Rara lebar-lebar dan aku tempatkan tubuhku diantara selangkangannya. Sasaranku berikutnya adalah payudaranya. Sekarang aku menjilati pentil payudara kanannya. Tubuh Rara begerak-gerak keenakan, sepertinya dia suka sekali aku menjilati dan menghisap-hisap pentilnya. Kadang Rara menyatukan kedua payudaranya agar lebih maju.<br /><br />Aku berhenti sebentar, memandangi Rara. Sebenarnya aku ingin sekali membuka celana Rara dan menusuk-nusuk memeknya dengan penisku. Tapi aku sedikit ragu.<br /><br />"Yan, setubuhin aku dong, aku dah gak tahan nih" kata Rara sambil memandangku penuh harap. Perkataan Rara seperti menghapus keraguanku entah kemana. Aku menari celana Rara dengan mudah, apalagi Rara membantu dengan mengangkat pantatnya. Kemudian aku berdiri, membuka kaos dan celanaku, shinga sekarang aku dan Rara sama-sama bugil.<br /><br />Sesaat aku memandang tubuh Rara. Badannya yang langsing tinggi dibalut dengan kulit putih mulus, ditambah payudara besar didadanya. Kakinya yang panjang dan jenjang memiliki betis seperti bulis padi. Aku ternganga sesaat apalagi saat melihat vaginanya yang diliputi bulu hitam titis diantara pahanya yang sudah terbuka lebar.<br /><br />"Kok cuma diliatin ?" tanya rara. Aku terseyum kemudian menempatkan tubuhku diantara selangkangannya. AKu cium Rara sekali lagi, dia membalasnya dengan cukup buas, kemudian ciumanku turun ke payudara besarnya. Aku cuma mau memastikan Rara cukup terangsang sebelum aku menembus memek perawannya. Sat mencium penisku menggesek-gesek memeknya walaupun belum masuk.<br /><br />Aku posisikan tubuhku dan menuntun penisku ke memeknya. "Ra, pertamanya sakit, tapi entar enak kok" kataku. "Iya yan gue juga sering denger". jawab Rara. Aku mulai mendorong penisku kedalam memek Rara. Rara hanya memandangku sambil menggigit bibirnya.<br /><br />Saat penisku sudah masuk 1/2 Rar memekik "AKhh...sakit yan" . Aku berhentikan sebentar penisku. Setelah selang beberapa saat aku goyang sedikit penisku kemudian aku dorong lagi sampai full. "Aduh yan sakit banget" kata Rara memelas. "Tenang Ra, paling sakitnya sebentar, nanti juga enak" kataku menenangkan. "Enggak Yan, sakit banget, bisa elo cabut dulu gak" pinta Rara sambil menahan sakit. Aku juga gak tega melihatnya akhirnya aku cabut penisku. Saat dicabut penisku diselimuti darah perawan Rara. Dari vaginanya juga aku melihat darah mengalir. Hmmm... memang lebih banyak daripada darah perawan yang pernah aku liat.<br /><br />"Yan kok berdarah sih ?" tanya Rara panik. "Itu namanya darah perawan sayang. Selaput dara kamu dah pecah" jawabku. "Aku mo kekamar mandi dulu yan, mo bersihin dulu" kata Rara. Aku mengantarkan Rara kekamar mandi dan menungguinya dari luar, untuk memastikan Rara gak apa-apa.<br /><br />Setelah Rara keluar dari kamar mandi, vaginanya sudah bersih. Tapi nafsuku sudah turun, sepertinya nafsu Rara juga sudah turun. Akhirnya kami hanya rebahan saling berdampingan, masih bugil.<br /><br />"Yan kok sakit banget ya" tanya Rara. "Iya lah Ra, itu kan pertama kalinya kamu, memek kamu masih sempit ditambah ada selaput dara" jawabku. "Masih mau lanjut gak Ra ?" tanyaku pada Rara. "Mau yan, tapi pelan-pelan ya" jawab rara.<br /><br />Akhirnya Aku tempatkan tubuhku diatas tubuhnya lagi. Aku mulai menciumi tubuh rara. Dari bibirnya, pipi, leher dan payudaranya. Aku seperti gak puas-puas menciumi dan menjilati tubuh mulus yang masih sekel itu. Kadang tanganku mengelus memeknya. Aku memang tidak berencana mencium vaginanya, takutnya dia shock dan merasa jijik, bisa batal orgasme malam ini<br /><br />Setelah Rara sudah cukup terangsang, aku arahkan penisku ke vaginanya. Kali ini Rara tidak terlihat tegang seperti waktu yang pertama. Aku dorong penisku masuk. "Heghh..heghmm..." lenguh Rara saat penisku masuk. Kali ini vaginanya tidak terlalu sulit dipenestrasi, mungkin karena tidak tegang sehingga cairan vaginanya cukup. Aku dorong penisku sampai mentok. Aku melihat ada sediki darah mengalir dari vaginanya, mungkin sisa selaput daranya masih ada yang belum pecah.<br /><br />Aku goyang perlahan penisku, tubuh Rara terguncang sedikit, rara masih menggigit bibirnya. Goyanganku aku percepat sedikit, nikmat sekali memek Rara. Sangking sempitnya serasa penisku terhisap kuat oleh vaginanya.<br /><br />Aku percepat goyanganku, sekarang Rara mulai melenguh, "Akh...Akh...Akhhh..." seirama dengan keluar masuknya penisku di vaginanya. "Lagi yan..Lagi yan..Lagi" desahnya sambil memegangi pantatku seakan ingin menekannya terus.<br /><br />"Gila Ra, memek kamu enak banget, sempit banget". kataku. "Penis kamu juga keras banget yan, enak..." jawab Rara disela-sela lenguhannya.<br /><br />Aku memang tidak berniat untuk memakai gaya lain. Untuk pertama kalinya Rara cukup pakai gaya konvensional, laki-laki diatas. Dengan demikian aku bisa ngontrol tusukan penisku kedalam memeknya. Aku tusuk perlahan memek Rara, kadang aku percepat. Kadang aku berhenti sesaat kemudian aku tusuk dengan keras. Kadang aku tusuk kearah samping.<br /><br />Tiba-tiba tubuh Rara sedikit menegang, sepertinya dia ingin orgasme. Aku percepat goyanganku, soalnya aku mau orgasme sama-sama. Kalo sama yang perawan kadang gak mau terus kalo dia udah orgasme, cepek katanya. "Ahhh...Akhh....Aghkhh.." pekikan Rara makin keras seiring dengan makin cepatnya tusukan penisku.<br /><br />"Lagi sayang...lagi...lagi.." pekik Rara. Akupun merasa aku sedikit lagi akan orgasme. Tiba-tiba tubuh rara menegang dan terguncang hebat sambil berteriak "AKHHHH...." rara mendekapku erat dan melingkarkan kakinya di tubuhku, Aku pun sudah tidak kuat lagi, tapi aku gak bisa melepaskan tubuhku dari Rara. Akhirnya aku nekat, aku tekan penisku dalam-dalam dan aku tembakkan spermaku ke rahim Rara 5 atau 6 kali. Aku puas sekali menggagahi Rara komplit, dari merawanin sampai orgasme didalam memeknya.<br /><br />Setelah beberapa lama akhirnya penisku mengecil dan rara melepaskan dekapannya. "Gila enak banget, pantes banyak yang ketagihan" Kata rara setelah rebahan disebelahku.<br /><br />Akhirnya Rara pulang kejakarta hari minggu sore. Aku dan Rara beberapa kali mengulangi persetubuhan kami disela-sela aku dan Rara jalan-jalan di Bandung, atau lebih tepatnya aku dan Rara jalan-jalan disela-sela persetubuhan kami.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7356664043424442515.post-7512590407009026642010-07-22T02:41:00.000-07:002010-07-22T02:51:23.209-07:00Iryanti..Gadis WarnetIryanti..Gadis Warnet<br /><br />Namaku Rio, seorang dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan, kisah yang akan kuceritakan ini terjadi saat aku masih bertunangan dengan istriku sekarang ini, dan terjadi berawal dari hal yang sama sekali tidak terduga sedikitpun olehku.<br /><br />Bulan February 2001 lalu aku mengantarkan kawanku Rudy ke bengkel Toyota di jalan ***(edited) Jakarta. Saat tiba di bengkel, sudah banyak mobil yang antri menunggu giliran.<br />Rudy tersenyum kepadaku dan bilang, “Sorry Yo.., kayaknya loe musti nungguin lama juga nih..”<br />Brengsek juga nih pikirku, biar tidak bosan, aku pergi ke warnet di dekat situ, persisnya di sebelah Soto Kudus, persis depan Danar Hadi.<br /><br />Aku masuk, disambut oleh seorang cewek yang ternyata adalah yang bertugas menjaga warnet tersebut. Mulanya aku tidak begitu memperhatikannya, berhubung hatiku lagi kesal sekali sama ulah si Rudy tadi. Tapi ketika aku mulai meng-klik mouse dan sedang menunggu connect-nya internet, baru aku perhatikan bahwa cewek penjaga ini punya wajah cukup lumayan dan body yang oke juga. Terus terang, saat itu juga aku terpikat oleh penampilannya, aku jatuh hati pada “the way she look”.<br /><br />Aku sibuk berpikir dalam hati, bagaimana cara aku berkenalan dengannya? Tapi mungkin memang takdir cara itu datang dengan sendirinya, cewek itu tidak lama kemudian membuka juga internet dan dia duduk persis di belakangku, jadi posisi kami saling memunggungi satu sama lain. Aku sempat menoleh ke belakang, dan kulihat dia membuka situs “mIRC”.<br />“Kayaknya dia mau chatting nih..,” pikirku.<br />Ternyata benar, dia mau chatting, dan aku sempat melihat kalau dia pake “nick” yanthie. Langsung saja aku masuk ke “mIRC” juga, aku call dia, eeh dia nge-reply.<br /><br />Kami berkenalan, dan selama chatting itu dia sama sekali tidak sadar kalau Rio yang sedang ngobrol dengannya adalah cowok yang duduk tepat di belakangnya, hihihihi. Pas sejam aku selesai, aku bayar, aku pancing obrolan dengannya, aku tahu sekarang namanya “Yanti”, tepatnya “Iryanti”. Tampangnya benar-benar membuat aku bergairah.<br /><br />Aku lalu keluar, pergi ke bengkel menemui si Rudy, mobilnya sedang dikerjakan. Aku pergi ke telepon kartu di bengkel itu, kutelepon penerangan “108″. Kutanyakan nomer telepon warnet itu, setelah kudapat langsung kutelepon, dan aku minta bicara dengan Yanti.<br /><br />“Siapa nih..?” suara Yanti di seberang sana.<br />“Ini Rio, boleh saya kenal kamu..?” jawabku.<br />“Boleh aja, tapi kamu dapat nomer ini darimana..?” tanya Yanti lagi.<br />“Saya yang pernah main di warnet kamu..,” jawabku.<br />Dan Oh My God..! Tahu tidak Yanti bilang apa..?<br />“Kamu yang tadi chatting di belakang saya khan..?” katanya.<br />Mati aku, dia sudah tahu rupanya. Terlanjur malu aku mengaku saja, kalau itu benar aku, dan aku terpesona oleh penampilan dia, tapi aku malu untuk menegur disana, jadi aku pakai cara ini saja.<br /><br />Yanti tertawa, enak deh suaranya, kuberanikan saja ingin menjemput dia, mau atau tidak. Katanya dia sore ini tidak bisa, karena cowoknya (yang akhirnya kuketahui namanya Joe) menjemput dia.<br />“Gimana kalau besok lusa aja..?” katanya.<br />“Oke aja..” kataku.<br /><br />Jadilah lusanya aku tidak praktek, jam 17.00 tepat aku sudah sampai di warnet Yanti. Kami terus jalan deh. Di jalan, dasar pikiran nakalku sudah di ubun-ubun, aku tanya sudah berapa lama Yanti pacaran sama Joe, berapa kali pacaran, terakhir aku juga mengaku sudah punya cewek, terus aku tanya mau tidak Yanti jadi cewekku? Yanti kaget.<br />“Jadi Yanti ngeduain Joe donk Yo..?” tanyanya.<br />“Iya sama Rio juga ngeduain cewek Rio..” jawabku sekenanya.<br />“Nakal kamu Yo..” kata Yanti sambil mencubit lenganku.<br />“Naaah.., kena nih cewek..!” pikirku.<br /><br />Kutangkap tangannya, kupegang kuat, kuhentikan mobilku di depan sebuah bangunan sepi dekat Pasaraya Manggarai, kutarik Yanti ke arahku, kucium bibirnya, Yanti mendorong tubuhku.<br />“Hhhmmmhh malu-malu kucing nih..” pikirku.<br />Terus kutarik tubuhnya sambil mengeluarkan kata-kata gombalku. Lama kelamaan Yanti tidak menolak lagi, dibalasnya ciumanku, dijulurkannya lidahnya, digigitnya bibirku, kusedot lidahnya, nikmat sekali, urat syarafku terangsang. Kuraba pahanya, terus ke selangkangannya, Yanti mendesah.<br /><br />“Jangan Rio..” desahnya.<br />Aku berhenti, kuhidupkan mesin mobil, kuarahkan mobil ke hotel ***(edited) di jalan ***(edited) Jakarta Pusat, aku langsung parkir.<br />“Mau ngapain kita kesini Yo..?” tanya Yanti.<br />Aku tidak menjawab, kusuruh dia menunggu di mobil, aku masuk ke dalam, aku check in di kamar 104.<br /><br />Setelah diantar ke kamar, kuhidupkan AC, lalu aku ke mobil.<br />“Yan, turun yuuk..!” kataku.<br />“Nggak tau ah, mau ngapain sih Rio..?” kata Yanti.<br />Lagi-lagi kukeluarkan jurus mautku, sampai akhirnya Yanti mau juga ikut masuk ke kamar. Di dalam kamar kubuka celana panjangku. Dengan hanya pakai handuk aku ke kamar mandi, saat aku keluar kulihat Yanti sedang nonton TV.<br /><br />“Film apa sih Yan..?” tanyaku sambil duduk di sebelahnya.<br />“Sinetron..,” jawab Yanti pendek.<br />Kupandangi wajahnya, Yanti jengah juga dan bilang, “Ngapain sih ngeliatin gitu Yo..?”<br />“Kamu cantik..” rayuku.<br />“Rio pengen ciuman kayak tadi deh..” kataku.<br />Kutarik tubuhnya, Yanti diam saja, kuangkat dagunya, kupandangi lekat-lekat matanya, kucium lembut bibirnya, Yanti memejamkan matanya. Dibalasnya ciumanku, kujulurkan lidahku, Yanti membalasnya, kuhisap, Yanti membalasnya. Pikiranku benar-benar sudah dikuasai gairah memuncak, kuciumi lehernya, kujilati sepuasku.<br />“Aaacchh.., Riooo…” desahan Yanti membuatku tambah bernafsu.<br />Aku berdiri di samping tempat tidur sambil tidak lepas memandang wajahnya sedikitpun.<br /><br />Kubuka bajuku, handuk, terakhir celana dalamku, sengaja tidak kupadamkan lampu, penisku langsung “tegak-melompat” keluar “sarangnya”. Kulihat Yanti terkesima, kuhampiri dia, kuraih tangannya, kuletakkan di atas penisku, kusuruh dia melakukan gerakan “mengocok”.<br />“Aaahhh nikmat sekali..” desahku.<br /><br />15 menit Yanti melakukan itu, kulepaskan tangannya dari penisku, kutarik wajahnya, kuarahkan ke penisku. Mula-mula Yanti menolak, dengan sedikit paksaan mau juga dia. Masuklah penisku dalam mulut mungilnya. Digerakkannya maju-mundur berulang kali sampai basah kuyup penisku oleh ludahnya, kurasakan spermaku mau keluar, kutarik rambutnya.<br />“Stop Yanti..!” kataku.<br /><br />Kini kubaringkan dia, kutelanjangi Yanti sampai sehelai benang pun tidak ada lagi di tubuhnya. Kupandangi tubuhnya, tampak di perut kirinya ada tahi lalat cukup besar. Kucium bibirnya, dagunya, turun ke lehernya, dadanya, perutnya, kuhisap pusar dan tahi lalatnya, Yanti menggelinjang geli. Kuteruskan ke selangkangannya, kumasukkan jari tengahku sambil aku terus mencium selangkangannya.<br /><br />“Aaaccchhh Riiiooo niiikkkmaaatnyaaa sayaaanggg…” desah Yanti.<br />Yanti mengangkat pantatnya setinggi-tingginya, kurasakan basah vaginanya. Yanti telah orgasme rupanya. Kini aku menaiki tubuh Yanti, penisku pun sudah amat berdenyut mendambakan pelampiasan pula. Kuarahkan penisku ke vagina Yanti, kuturunkan perlahan pinggulku, tidak sedetikpun kulepaskan pandanganku dari mata Yanti. Kulihat Yanti menggigit bibirnya.<br />“Sakiiittt Riiiooo…” desahnya.<br />Kuhentikan sejenak, lalu kuteruskan lagi, Yanti mendesis lagi. Kulihat butiran air mata di sisi matanya.<br /><br />“Sakit saayyyaangg..?” tanyaku.<br />“Iyyaaa Riiiooo, punya kamu besar sekali..” jawab Yanti meracau.<br />“Mana besar sama punya Joe..?” tanyaku.<br />“Besar punya kamu Riooo… sakit saaayyyaangghhh, perrriiihhh, tapiii niiikmaaatthh sekaliii..” rintih Yanti.<br />Akhirnya masuk semua penisku ke dalam vaginanya. Kutarik maju mundur, akibatnya sungguh luar biasa, Yanti menggeram, kedua kakinya menjepit pinggangku sekuatnya, giginya ditanamkan di bahuku, kurasakan pedih. Waaaahhh berdarah nih… Yanti orgasme kedua kalinya.<br /><br />Kini kuganti posisiku, Yanti kusuruh menungging, dan dengan nafsu memuncak kutusukkan penisku ke anusnya, kurasakan otot “spchincter ani”-nya mencengkram erat penisku. Kugerakkan masuk-keluar penisku, kugenggam payudaranya, Yanti menggenggam tepi tempat tidur.<br />“Riiooo… saaayyyaanngghh… ciiintaaa… eeennnaaakkhhh… Riioooo.. Rioooo… nikmaaatthh sayaaaanggghh… terrruuussshhh cinnntaaaa…” erang Yanti terus menerus.<br />Aku benar-benar nikmat, “Yaaanntiii kuhamili kamuuuu… badan kamuuu enak bangeeettthh..” erangku juga.<br /><br />10 menit kemudian aku tidak tahan lagi, penisku berdenyut kuat, kucengkram erat pinggul Yanti, kusemburkan sperma hangatku dalam vagina Yanti.<br />“Aaacchhh nikmat sekali…” desahku di telinganya.<br />Kami pun terkulai lemas.<br /><br />Setelah itu beberapa kali kami mengulanginya di hotel “xxx” dekat kantor Yanti. Sekarang Yanti telah menikah dengan Joe. Kami masih berhubungan lewat telepon. Semoga kamu baca kisah kita ini Yanti. Rio sayang kamu selalu.stevenhttp://www.blogger.com/profile/07385540508613242765noreply@blogger.com0